Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi, Produk UMKM Jogja Didorong Merambah Pasar Dunia

Konten Media Partner
14 April 2021 18:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu karya perupa Jogja, Eko Nugroho, pada pameran Art Jog 2019. Karya Eko Nugroho menjadi salah satu karya seni dari Jogja yang terserap di pasar internasional. Foto: ESP
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu karya perupa Jogja, Eko Nugroho, pada pameran Art Jog 2019. Karya Eko Nugroho menjadi salah satu karya seni dari Jogja yang terserap di pasar internasional. Foto: ESP
ADVERTISEMENT
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejumlah produk lokal UMKM yang beragam dan berpotensi menjadi komoditas ekspor. Sejumlah produk UMKM Jogja tersebut di antaranya fesyen batik, makanan dan minuman, furnitur, dan platform digital yang dihasilkan oleh startup yang berbasis di Jogja.
ADVERTISEMENT
Potensi ini perlu terus didukung supaya bisa semakin berkembang. Sebab, menurut Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki, UMKM merupakan kunci untuk pemulihan ekonomi.
Pemerintah menurut Teten telah memberikan dukungan untuk meningkatkan kinerja UMKM, baik di sisi hulu maupun hilir. Pada sisi hulu Teten mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan stimulus kepada UMKM agar kinerjanya efisien. Sementara di sisi hilir, sejumlah program perluasan pasar UMKM mulai dicanangkan.
“Antara lain alokasi belanja 40 persen kementerian atau lembaga untuk UMKM, pemanfaatan 30 persen infrastruktur publik bagi UMKM, dan gerakan bangga buatan Indonesia serta program lainnya,” kata Teten Masduki dalam diskusi daring yang diadakan oleh Sambatan Jogja (Sonjo), Minggu (11/4).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), 64 juta pelaku UMKM berkontribusi sebesar 60 persen dari total PDB Indonesia dan menyerap 97 persen tenaga kerja. Naun kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah, hanya sebesar 14,37 persen, tertinggal jauh dari negara-negara APEC yang bahkan sudah mencapai 35 persen.
ADVERTISEMENT
Menurut Teten, 86 persen pelaku ekspor adalah usaha besar. Sementara UMKM sulit menembus pasar ekspor karena berbagai kendala seperti minimnya informasi pasar, banyaknya dokumen persyaratan, kualitas produk yang tidak terstandarisasi, kapasitas produksi hingga kendala logistik.
“Pada tahun 2021 ini kami melakukan kurasi serta pendampingan terhadap UMKM yang sudah siap atau punya potensi ekspor,” ujarnya.
Pemerintah menurut Teten juga telah mengembangkan kawasan terpadu UMKM berbasis komunitas unggulan sehingga para pelaku UMKM dapat masuk ke dalam rantai nilai global. Hal ini menurut dia perlu didukung dengan digitalisasi pemasaran yang terintegrasi serta pembiayaan yang mudah dan murah.
Ekspor DIY Ditopang UMKM
Kerajinan produksi Jogja yang menyasar pasar ekspor. Foto: ESP
Kepala Perwakilan BI DIY, Hilman Tisnawan mengatakan bahwa struktur industri DIY untuk pasar ekspor benar-benar ditopang oleh UMKM. Karena itu, menurutnya UMKM juga perlu mendapatkan perhatian serius karena masih banyak yang harus diperbaiki dari UMKM di DIY.
ADVERTISEMENT
Menurut Hilman, saat ini baru beberapa negara saja yang mendominasi pasar ekspor DIY, yakni 36 persen ke AS dan 31 persen ke Uni Eropa. Sedangkan sisanya baru ke negara-negara Asia dan lainnya. Menurut dia, sebenarnya masih banyak perjanjian internasional yang mestinya bisa dioptimalkan untuk memperluas pasar ekspor seperti perjanjian dengan negara-negara ASEAN, Australia, Korea, Chilli, dan sebagainya.
“Harusnya perjanjian ini bisa mendorong kita, tapi saya melihatnya kok belum,” kata Hilman Tisnawan.
Jogja menurut Hilman sebenarnya punya industri-industri berkualitas yang mampu menghasilkan produk untuk bersaing ke pasar ekspor. Misalnya dia menyebutkan PT Yogya Presisi Teknikatama Industri (YPTI), sebuah perusahaan padat modal yang bergerak di industri tooling berteknologi tinggi.
Perusahaan ini menurutnya sudah mampu memproduksi suku cadang untuk mendukung produksi pesawat dan industri mobil.
ADVERTISEMENT
“Namun ada masalah di sini, yaitu local value chains-nya kurang jalan, kurang mendapatkan perhatian kita,” ujarnya.
Industri Mebel Perlu Digenjot
Salah satu kerajinan produksi Jogja yang menyasar pasar ekspor. Foto: ESP
Sekretaris Jenderal DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Heru Prasetyo, mengatakan bahwa industri kecil menengah (IKM) di DIY justru mengalami pertumbuhan selama pandemi. Hal ini menurut dia karena permintaan produk dari luar negeri sampai sekarang masih cukup tinggi.
Menurut dia, saat ini industri mebel dan kerajinan di DIY menempati peringkat kedua sebagai penyumbang nilai ekspor tertinggi setelah industri tekstil.
“Jadi untuk peningkatannya ke depan perlu di-push lagi,” ujar Heru.
Saat ini, produsen mebel di DIY masih menemui berbagai persoalan, terutama terkait perizinan. Masalah seperti ini menurut Heru dialami oleh para pengusaha mebel di Sleman, sehingga nilai ekspornya menjadi kurang optimal. Berbeda dengan di Bantul, dimana industri mebel dan kerajinannya menempati peringkat pertama untuk struktur ekspor di sana.
ADVERTISEMENT
“Ke depan harus ada Sleman satu kawasan yang itu bisa menaikkan ekspor kita,” ujarnya.
Jika masalah-masalah di Sleman ini dapat diatasi, Heru yakin nilai ekspor mebel dan kerajinan DIY nantinya akan tumbuh secara signifikan. Untuk meningkatkan nilai ekspor ini, HIMKI menurut Heru juga telah melakukan pameran virtual untuk menyiasati pandemi yang membuat tidak bisanya digelar pameran secara konvensional.
Pameran virtual ini akan dilanjutkan kembali hingga September mendatang mengingat pandemi yang tak kunjung berakhir. Sebab dari pengalaman pameran virtual sebelumnya, ternyata acara tersebut cukup bagus untuk mendorong ekspor mebel di wilayah DIY dan sekitarnya.
“Kami menginginkan dorongan pemerintah, perbankan, untuk bisa membantu virtual exhibition dari HIMKI ini,” kata Heru. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT