Jadi Presidensi G20, Ini Topik Terpenting yang Bisa Didesakkan Indonesia

Konten Media Partner
4 November 2021 13:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya, Indonesia bakal menjadi Presidensi G20 selama setahun ke depan. Pakar Hubungan Internasional UGM dan UMY berbagi pandangan peran krusial Indonesia kali ini.
Presiden Jokowi di KTT G20. Foto: Instagram Jokowi
Untuk pertama kalinya, Indonesia bakal menjadi Presidensi G20, sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia yang terdiri atas 19 negara ditambah Uni Eropa selama setahun ke depan. Artinya, Indonesia akan bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan seluruh rangkaian kegiatan presidensi negara-negara anggota G20 selama setahun ke depan sepanjang 2022.
ADVERTISEMENT
Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Rum, mengatakan bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh Indonesia selama menjadi Presidensi G20 nanti. Namun, salah satu yang paling penting dilakukan oleh Indonesia sebagai Presidensi G20 adalah mendesak negara-negara raksasa di dalam G20 untuk pemerataan distribusi vaksin.
Pasalnya, sampai saat ini distribusi vaksin masih dikuasai oleh negara-negara kaya, sementara negara-negara berkembang harus jungkir balik untuk mendapatkan akses vaksin. Padahal, di sisi lain dunia sedang menggaungkan kebangkitan perekonomian global pascapandemi. Menurut Rum, agenda pemulihan perekonomian global terwujud tak akan terwujud jika semua negara belum berhasil melakukan vaksinasi secara tuntas.
“Kalau hanya orang-orang di negara maju saja yang yang vaksinasinya tuntas, artinya virus itu kan masih bisa menyebar terus di negara-negara berkembang, dan tentu akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonominya,” ujar Muhammad Rum, Selasa (2/11).
Muhammad Rum. Foto: Dokumen UGM
Jika benar-benar ingin memulihkan perekonomian global pascapandemi, maka negara-negara berkembang juga mesti bisa menekan laju pandemi. Karena itu, vaksin mesti menjadi global public goods, atau komoditas yang bisa diakses oleh seluruh negara secara adil, termasuk negara-negara berkembang.
ADVERTISEMENT
“Ini harus bisa menjadi bagian dari solidaritas dunia, alih-alih kompetisi,” ujarnya.
Namun, untuk mewujudkan hal itu tentu bukan perkara gampang. Menjadi Presidensi G20 bukan berarti Indonesia memiliki kekuatan untuk memutuskan kebijakan internasional sendiri. Untuk mewujudkan pemerataan vaksin ini, tentu perlu melakukan negosiasi yang alot. Apalagi Indonesia juga tidak hanya akan berhadapan dengan negara-negara anggota G20, tapi juga perusahaan-perusahaan besar produsen vaksin supaya mereka bersedia menjadikan vaksin sebagai global public goods.
Tapi paling tidak, Indonesia memiliki kemampuan untuk menentukan agenda setting atau kekuatan mempengaruhi pendapat dan perilaku negara lain dengan menyediakan agenda khusus dalam pertemuan G20 untuk membahas topik tersebut. Pasalnya, untuk menjadikan vaksin sebagai global public goods, langkah pertama harus ada pembicaraan soal topik tersebut. Dan sebagai Presidensi G20, Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan agenda setting tersebut.
ADVERTISEMENT
“Perlu ruang untuk berdiskusi dan bernegosiasi, dan itu tugas kita untuk menyediakan ruang untuk mendiskusikan hal itu,” ujarnya.
Memperjuangkan Vaksin untuk Negara Berkembang
Keterangan Pers Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Selasa (26/10). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Hal serupa juga disampaikan oleh Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Faris Al-Fadhat. Kehadiran Indonesia sebagai pemimpin negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia menurut dia sangat penting untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang lain yang saat ini sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan vaksinnya.
Jika kehadiran Indonesia pada forum-forum global sebelumnya sebatas untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia sendiri, dalam kesempatan ini Indonesia dapat memperluas perannya dalam rangka solidaritas negara-negara berkembang. Karena sangat disayangkan di dalam forum-forum global seperti G20, apalagi Indonesia berperan sebagai pemimpinnya, hanya memperjuangkan kepentingan Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT
“Tapi perlu bicara sebagai representasi negara-negara berkembang lain, semacam jembatan atau juru bicara bagi negara-negara berkembang untuk memperjuangkan kepentingannya,” ujar Faris Al-Fadhat.
Peran paling nyata yang bisa diambil adalah memperjuangkan pemerataan distribusi vaksin ke seluruh negara, terutama negara-negara berkembang. Sebab, saat ini vaksin-vaksin hanya dikuasai oleh negara-negara dengan ekonomi sangat besar. Aturan-aturan yang ada juga sangat membatasi negara-negara berkembang dalam mengakses vaksin di pasar global, apalagi untuk membuat vaksin sendiri.
“Dengan adanya Indonesia dan menyuarakan solidaritas negara-negara berkembang, ini bisa menjadi forum untuk mendorong perubahan-perubahan terkait dengan keadilan pada level global,” lanjutnya.
Faris Al-Fadhat. Foto: Dok. UMY
Tentu hal ini tidak mudah, tapi Indonesia menurutnya perlu memperbanyak diplomasi dan negosiasi dengan negara-negara G20. Bukan hanya meminta jatah vaksin untuk Indonesia, tapi supaya distribusi vaksin bisa merata ke seluruh negara berkembang. Sebab, negara berkembang dalam industri vaksin sangat terbelakang dan dihambat dengan aturan-aturan yang sangat rumit di dalam perdagangan internasional. Yang kedua, Indonesia juga bisa menyuarakan agar teknologi-teknologi vaksin yang sudah berkembang ini dipermudah aksesnya supaya mereka juga bisa memproduksi vaksin sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan hadirnya Indonesia membawa kepentingan negara-negara berkembang, maka kehadirannya di forum G20 tidak hanya sebatas seremonial, tapi juga sangat substansial. Sehingga, meskipun masa jabatannya sangat pendek, namun keberadaannya sangat dirasakan manfaatnya baik oleh Indonesia sendiri maupun oleh negara-negara berkembang lain.
“Ketika Indonesia punya suara yang mewakili mereka, saya kira negara-negara berkembang ini tentu akan semakin respek dan akan menguatkan lagi kepercayaan mereka kepada Indonesia,” kata Faris Al-Fadhat. (Widi Erha Pradana / YK-1)