Konten Media Partner

JAFF 2021 Jadi Momentum Kebangkitan Industri Film Nasional

3 Desember 2021 19:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keseruan JAFF hari kedua 16th Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Foto: Dok. Instagram JAFF
zoom-in-whitePerbesar
Keseruan JAFF hari kedua 16th Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Foto: Dok. Instagram JAFF
ADVERTISEMENT
Salah satu festival film terbesar di Indonesia, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) kembali digelar dengan tema ‘Tenacity’ atau kegigihan. Tema ini dipilih untuk mengangkat kegigihan bangsa-bangsa Asia, terutama dalam mengembangkan industri perfilmannya.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif JAFF 2021, Ifa Isfansyah, mengatakan bahwa seluruh industri perfilman di semua negara memang terdampak oleh pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini. Namun di saat yang bersamaan, sinema-sinema dari negara-negara di Asia justru semakin terlihat kekuatannya hingga menarik perhatian dunia.
“Mulai dari Parasite, ada Minari. Film-film Indonesia juga ada yang mendapatkan penghargaan dari Locarno, Toronto,” kata Ifa Isfansyah ketika ditemui di tengah acara JAFF 2020 di Empire XXI Yogyakarta, Selasa (30/11).
Di situasi pandemi seperti sekarang, negara-negara Asia, termasuk Indonesia juga tetap gigih untuk untuk berjuang menyuarakan sesuatu melalui film-filmnya. Kegigihan itu menurut Ifa penting untuk diangkat, mengingat selama ini industri film dari Asia masih kerap dipandang sebelah mata, dimana selama ini yang selalu jadi kiblat film dunia adalah Hollywood.
ADVERTISEMENT
Festival film ini juga digunakan sebagai medium untuk mendukung film-film karya sineas dalam negeri. Ada puluhan film Indonesia yang ditampilkan dalam JAFF tahun ini. Dukungan seperti itu menurut Ifa sangat dibutuhkan, mengingat selama pandemi ini jumlah penonton film Indonesia menurun drastis.
“Jadi harapannya ini bisa memicu kebangkitan industri film dalam negeri,” ujarnya.
Sayangnya karena situasi pandemi, banyak agenda yang belum bisa dilaksanakan dalam JAFF tahun ini. Seperti acara-acara diskusi, kuliah umum, temu komunitas, dan sebagainya. Sehingga, kali ini JAFF memang difokuskan untuk pemutaran film.
“Padahal setiap tahun kita tidak hanya menonton film, karena sebenarnya festival ini memang bukan hanya untuk pemutaran film saja,” lanjutnya.
Ifa Isfansyah saat ditemui di gelaran JAFF di Empire XXI Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana
Ifa Isfansyah melihat perkembangan industri film dalam negeri sebenarnya cukup menggembirakan. Film-film yang dihasilkan oleh para filmmaker semakin beragam, terutama dari sisi isu-isu yang mereka angkat. Misalnya beberapa film yang diputar dalam festival ini, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas; Preman, Yuni, Penyalin Cahaya, dan masih banyak lagi. Semua mengangkat isu-isu yang berbeda, namun relevan dengan realitas sosial budaya masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika tren positif ini dapat terus dilanjutkan, Ifa optimis industri perfilman Indonesia akan menuju masa depan yang cerah, paling tidak menguasai pasar dalam negeri. Sebab menurut dia, indikator kesuksesan industri film Indonesia adalah ketika film-film yang dihasilkan bisa masuk dan menjangkau ke wilayah-wilayah masyarakat terkecil.
Hal itu sebenarnya akan semakin mudah diwujudkan dengan semakin banyaknya bermunculan platform-platform streaming film secara online, dimana masyarakat bisa menonton film-film Indonesia dimanapun dan kapanpun dengan biaya yang jauh lebih murah. Apalagi produksi film juga sudah tidak eksklusif lagi, mulai dari alat, editing, proses produksi, semua bisa dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
“Sehingga semakin inklusif, dan itu perkembangan yang bagus,” ujarnya.
Namun, perkembangan industri film dalam negeri tak cukup didukung oleh para pembuat film saja. Berbagai elemen juga perlu terlibat, seperti kritikus film dan pemerintah untuk membuat strategi yang tepat.
ADVERTISEMENT
“Bicara tentang strategi dan regulasi, itu sebenarnya pemerintah harus ikut untuk merencanakan juga, justru peran mereka yang sangat dibutuhkan sebagai otoritas,” kata Ifa Isfansyah. (Widi Erha Pradana / YK-1)