Jalur Tikus Perdagangan Ternak Pintu Persebaran Antraks, Bagaimana Mengawasinya?

Konten Media Partner
7 Juli 2023 12:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sapi di atas pick up. Foto: Dok. Polres Jember
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sapi di atas pick up. Foto: Dok. Polres Jember
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama, mengatakan bahwa langkah pengetatan lalu lintas perdagangan ternak di DIY akan berjalan lebih efektif jika melibatkan masyarakat secara langsung.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, jalur lalu lintas perdagangan ternak yang diawasi pemerintah umumnya terbatas hanya pada jalur-jalur utama. Sementara ada jalur-jalur tikus yang juga digunakan untuk perdagangan ternak.
"Jalur tikusnya itu yang sulit. Mungkin bisa masuknya (ternak) dari situ. Itu kalau mau efektif tutup jalurnya sampai ke jalur tikus. Cuma masalahnya susah kan," kata Bayu kepada Pandangan Jogja, Jumat (7/7).
Masyarakat, lanjut dia, perlu diedukasi untuk berperan aktif mengawasi jalur tikus perdagangan ternak. Saat melihat hewan dibawa oleh truk melalui jalur tikus, misalnya, mereka langsung dapat melapor.
Ini juga mengingat pengawasan dari otoritas yang berwenang mungkin tak bisa dilakukan sepanjang hari atau 1x24 jam.
"Peran masyarakat di situ penting untuk memastikan kalau mereka dalam situasi seperti saat ini melihat ada dari jalur tikus itu, yang mungkin dilewati rumah warga, diminta melaporkan," ujarnya.
Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama. Foto: Instagram/Bayu Satria Wiratama
Lebih lanjut, Bayu menuturkan pemerintah juga perlu meningkatkan komunikasi risiko antraks kepada masyarakat. Jadi masyarakat lebih memahami bahayanya mengonsumsi daging dari ternak yang terpapar antraks.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya mengedukasi jangan makan daging antraks nanti bisa terkena antraks. Tetapi juga bilang kalau terkena antraks itu tidak hanya sakit kulit, melainkan juga bisa menyebabkan kematian," jelas Bayu.
Petugas mengambil sampel tanah di lokasi munculnya antraks di Semanu, Gunungkidul. Foto: Dok. Istimewa
Edukasi komunikasi risiko perlu dilakukan pemerintah secara rutin, terutama kepada masyarakat di Gunungkidul. Mengingat kasus antraks di daerah ini terus berulang, sehingga perlu edukasi yang intens.
Bayu mengusulkan edukasi dilakukan setiap satu bulan sekali, dengan melibatkan tokoh perkumpulan peternak yang ada di Gunungkidul ataupun DIY.
"Karena antraks di sana selalu ada. Jadi mungkin sekarang pas mereka sudah agak lupa atau ada perubahan perilaku, sehingga menjadi lebih besar kasusnya dibandingkan yang biasanya," ungkapnya.