Konten Media Partner

Jatuh Bangun Wisata Indonesia: Hancur saat Perang, Dibangkitan Sukarno

24 Juli 2022 14:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Saat ini, pariwisata menjadi sektor penting yang berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Sebelum pandemi, 16 juta lebih wisatawan mancanegara yang berwisata di Indonesia, belum ditambah dengan wisatawan domestik. Tak heran jika kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara mencapai sekitar 5 persen.
ADVERTISEMENT
Tapi, tahukah kamu bahwa dunia pariwisata di Indonesia telah melewati perjalanan yang panjang sejak zaman kolonial, seratus tahun yang lalu.
Setelah tiga abad lebih Belanda menduduki Indonesia (dulu Hindia Belanda), lalu lintas orang Eropa yang melakukan perjalanan ke Indonesia semakin intens. Awalnya, kedatangan bangsa Eropa ke Asia, termasuk Indonesia, memang hanya untuk aktivitas perdagangan. Tapi pada awal abad ke-20, tujuan orang Eropa datang ke Nusantara semakin beragam, salah satunya untuk tujuan rekreasi.
Gubernur Hindia Belanda saat itu, Van Heutsz, melihat hal tersebut sebagai peluang untuk menambah kas pemerintah kolonial. Maka pada 13 April 1908, dia mengeluarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda atas dibentuknya Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV) atau perhimpunan turisme di Batavia (saat ini Jakarta).
Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV) di Jakarta. Foto: Istimewa
Dunia pariwisata di Hindia Belanda perlahan berkembang, seiring dengan berkembangnya kegiatan pariwisata di Eropa. Iklan-iklan wisata juga mulai diluncurkan untuk menarik turis-turis Eropa. Berbagai infrastruktur penunjang seperti hotel, jalan raya, jembatan dan jalur trem juga dibangun.
ADVERTISEMENT
Tak cuma berperan sebagai kantor pemerintahan yang mengurus pariwisata saja, VTV juga berperan sebagai agen perjalanan. Karena itu, pada 1913, mereka menerbitkan guide book atau buku panduan yang berisi sejumlah daerah wisata di Indonesia. Mulai dari Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, hingga Tana Toraja yang ada di Sulawesi.
Untuk menggencarkan promosi, pada 1923 VTV menerbitkan Java Touriots Guide. Ini adalah surat kabar pariwisata pertama di Hindia Belanda yang terbit mingguan. Sebagai media promosi, tentu surat kabar ini berisi tentang berbagai informasi tentang pariwisata seperti layanan transportasi, penginapan, serta berita seputar destinasi wisata yang ada di Indonesia.
Promosi pariwisata Hindia-Belanda (1908-1941). Foto: Istimewa
Ada beberapa rubrik yang dimiliki Java Touriots Guide, di antaranya Express Train Service, News from Abroad in Brief, Who-Where-When to Hotels, serta Postal News.
ADVERTISEMENT
Untuk memberikan pelayanan yang semakin optimal, pada 1926 kemudian didirikan travel agent di Batavia bernama Linsone Inderman (LisLind) yang berpusat di Belanda. Travel agent itu kemudian lebih dikenal dengan nama Netherlands Indische Touristen Bureau (NITour).
Untuk menggenjot wisatawan, VTV kembali menerbitkan majalah Tourism yang di dalamnya berisi poster-poster promosi wisata di Indonesia. Misalnya Come to Java, Bandung the Mountain City to Netherland India, Batavia Queen City of East, The Wayang Wong or Wayang Orang.
“Objek-objek yang diamati dan dinikmati adalah kekayaan alam dan keragaman budaya,” tulis Hidayatullah Rabbani, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kekayaan alam yang banyak dikunjungi di antaranya gunung, air terjun, danau, dan sumber air panas. Sedangkan keragaman budaya yang banyak dikunjungi seperti candi, keraton, pertunjukan tari tradisional, serta adat istiadat.
ADVERTISEMENT
Wilayah dan objek tersebut dicatat, dimasukkan dalam catatan perjalanan dan menjadi pegangan para pelancong berikutnya yang datang ke Hindia. Informasi itu direproduksi sebagai tanda persetujuan sehingga semakin memperkuat apa yang telah dilihat oleh para pendahulu mereka. (Vickers, 2011).
Keberhasilan pemerintah kolonial dalam menjaring wisatawan asing tak lepas dari posisi Hindia Belanda yang berada di jalur pelayaran internasional yang dilalui orang-orang dari Eropa, China, Jepang, Amerika, dan Australia. Hal itu sangat mendukung posisi Hindia Belanda dalam kegiatan pariwisata internasional.
Presiden Pertama Indonesia Sukarno. Foto: AFP
Namun, kegiatan pariwisata di Indonesia sempat mengalami kemunduran setelah masuknya Jepang pada 1942. Perang yang berkecamuk mengakibatkan sejumlah objek wisata rusak dan telantar. Di samping itu, marak juga aksi penghancuran jembatan untuk mempersulit musuh masuk ke suatu daerah, akibatnya orang-orang semakin malas untuk berwisata
ADVERTISEMENT
“Setelah perang kemerdekaan, pemerintah mulai mengaktifkan kembali industri-industri yang mendukung perekonomian, termasuk bidang pariwisata dan perhotelan,” tulis Simanjuntak dkk, dalam Sejarah Pariwisata: Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia.
Aktivitas pariwisata mulai bergeliat lagi setelah situasi politik di Indonesia lebih stabil dan seluruh wilayah bekas jajahan Belanda menjadi wilayah Republik Indonesia. Pada 1961, Presiden Sukarno bahkan mengganti istilah tourisme yang dipakai selama masa kolonial, dengan istilah pariwisata. Sukarno meminta sendiri perubahan istilah ini dalam Musyawarah Nasional Tourisme II di Tretes.
Secara etimologis, pariwisata sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni ‘pari’ yang berarti banyak, berkali-kali, atau berputar-putar, dan ‘wisata’ yang berarti perjalanan atau bepergian. Dari makna itu, pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putr dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud dan tujuan tertentu.
ADVERTISEMENT