Konten Media Partner
Jogja Coffee Week Dukung Ekosistem Kopi dari Hulu Lewat Green Bean Competition
26 Agustus 2025 18:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
Konten Media Partner
Jogja Coffee Week Dukung Ekosistem Kopi dari Hulu Lewat Green Bean Competition
Jogja Coffee Week 2025 menggelar Green Bean Competition 25–27 Agustus, ajang mencari biji kopi terbaik dari hulu sebelum pameran utama di Jogja Expo Center, 5–7 September. #publisherstory #pandanganjoPandangan Jogja

ADVERTISEMENT
Jogja Coffee Week (JCW) 2025 tak hanya menampilkan pameran kopi di Jogja Expo Center (JEC) pada 5–7 September mendatang. Sebagai bagian dari dukungan pada ekosistem kopi dari hulu, JCW lebih dulu menggelar Green Bean Competition pada 25–27 Agustus di Loman Park Hotel Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Kompetisi ini menilai kualitas green bean, istilah untuk biji kopi mentah hasil panen petani yang belum dipanggang (roasted). Biji kopi inilah yang menjadi bahan dasar sebelum masuk ke tahap roasting dan diseduh menjadi minuman. Dengan kata lain, Green Bean Competition adalah ajang mencari biji kopi terbaik langsung dari hulunya.
Pondasi Hulu Industri Kopi
Bagi panitia, Green Bean Competition adalah upaya memberi panggung bagi petani dan prosesor kopi. Selama ini, festival kopi di Indonesia lebih banyak menyoroti barista, brewers, atau roaster. Padahal, kualitas secangkir kopi ditentukan sejak biji mentah dipanen.
“Kalau coffee shop adalah wajah hilir kopi, Green Bean Competition adalah pondasi hulunya,” ujar Ferry Elhas, Ketua Panitia Green Bean Competition JCW 2025 kepada Pandangan Jogja, Senin (25/8).
ADVERTISEMENT
Tahun ini, panitia menerima 150 sampel biji kopi mentah dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Lampung, Garut, Temanggung, Jombang, hingga Bali. Semua dikirim oleh petani dan prosesor kopi untuk dinilai berdasarkan standar Specialty Coffee Association (SCA), yakni standar internasional yang digunakan untuk menentukan kualitas kopi.
Kredibilitas Penjurian
Untuk menjaga kredibilitas, panitia mendatangkan 12 juri dari berbagai daerah, semuanya bersertifikat internasional. Mereka melakukan kalibrasi sebelum menilai, agar skor dari tiap juri memiliki standar yang sama.
“Kalibrasi itu supaya kita (juri) bicara hal yang sama. Jadi, hasil akhirnya objektif dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Laila Dimyati, Judge Coordinator Green Bean Competition JCW 2025, Senin (26/8).
Penilaian mengacu pada standar Specialty Coffee Association (SCA). Untuk biji kopi arabika, penilaian mencakup fragrance, flavor, aftertaste, acidity, body, sweetness, uniformity, balance, dan clean cup. Sedangkan penilaian untuk biji kopi robusta mencakup fragrance, flavor, aftertaste, salt/acid, bitter/sweet, mouthfeel, balance, uniform cups, dan clean cups. Rentang skor dari angka 6.00 sampai yang tertinggi 9.75.
ADVERTISEMENT
Skor dapat berkurang jika biji terdapat defect pada biji kopi. Defect bisa berarti rasa atau aroma yang tidak semestinya, seperti bau obat antiseptik, ban terbakar, bahkan aroma kotoran kambing yang pernah ditemukan dalam sesi coffee cupping atau uji cita rasa kopi.
Jarang Digelar karena Biaya Tinggi
Mengadakan kompetisi di level hulu bukan perkara mudah. Proses roasting, pencatatan, hingga penjurian membutuhkan biaya besar. Terutama untuk mendatangkan juri profesional dari berbagai daerah.
“Biaya paling besar memang ada di judges. Mereka profesional, sertifikatnya internasional. Kalau apresiasinya terlalu rendah, enggak ada lagi yang mau jadi juri berkualitas internasional,” ungkap Ferry.
Alasan ini membuat Green Bean Competition jarang digelar di Indonesia. Namun JCW berani melakukannya dan menjadikannya sebagai rangkaian pra-acara.
ADVERTISEMENT
Lelang Kopi Terbaik
Green Bean Competition tak hanya berhenti di penjurian. Biji kopi dari sepuluh besar pemenang akan dilelang langsung pada rangkaian acara JCW 2025 di JEC.
Di pasar global, harga kopi spesial bisa menembus angka fantastis. Salah satunya kopi Kolombia yang pada lelang internasional pernah terjual sekitar Rp400 juta per kilogram.
“Harapannya, petani lebih serius meningkatkan kualitas. Kalau proses panen dan pengolahan benar, harga bisa jauh lebih tinggi,” kata Ferry.
Bagi Rahadi Saptata Abra, Founder sekaligus Direktur JCW, keberanian menyelenggarakan kompetisi hulu ini adalah bagian dari branding besar.
“Kita (Jogja) itu ada 3.500 kedai kopi yang tercatat. Warung Madura itu 4.000. Jadi kita hampir saingan coffee shop-nya dengan Warung Madura, di setiap jengkal pasti ada. Kita juga punya dua kopi yang sangat terkenal, satu kopi Merapi, kemudian ada kopi Menoreh. Ada juga kopi di Gunung Kidul ini baru dibangun juga (kebunnya),” ujar Abra.
ADVERTISEMENT
Ia berharap, dengan kelebihan dan keunikan yang dimiliki, Jogja dapat menjadi etalase atau jendela kopi Indonesia.
