Jogja Punya Ribuan Peneliti, Hasilnya Mana?

Konten Media Partner
1 Februari 2022 11:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu produk purwarupa yang dipamerkan dalam Rapimda Kadin DIY akhir pekan lalu di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu produk purwarupa yang dipamerkan dalam Rapimda Kadin DIY akhir pekan lalu di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Jogja punya ratusan, atau bahkan ribuan peneliti. Tapi, tak banyak hasil-hasil riset mereka dapat diaplikasikan secara luas dan diterima pasar karena hanya berhenti di tahap prototipe atau purwarupa.
ADVERTISEMENT
Namun, kalangan peneliti menjawab bahwa tugas peneliti memang hanya membuat produk sampai di tahap prototipe. Selebihnya menurutnya adalah tugas para pebisnis atau investor untuk mengaplikasikan hasil riset para peneliti.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) DIY, Tribudi Utama, mengatakan bahwa selama ini memang sangat banyak riset-riset yang dilakukan oleh para peneliti, khususnya di Jogja. Namun ternyata sangat sedikit yang bisa dihilirisasi, atau diproduksi secara massal untuk diaplikasikan.
Menurutnya, para peneliti selama ini masih kurang peka dalam membaca masalah-masalah nyata di tengah masyarakat. Akibatnya, inovasi yang dihasilkan belum mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
“Akhirnya hasil riset itu hanya berakhir di lemari, sedikit sekali yang bisa dimanfaatkan untuk dihilirisasi,” kata Tribudi Utama di tengah pameran teknologi sebagai rangkaian acara Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DIY di Royal Ambarukmo, Sabtu (29/1).
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) DIY, Tribudi Utama. Foto: Widi Erha Pradana
Tahun ini, PII menurutnya akan mulai aktif untuk memberikan pengertian kepada para periset supaya riset atau inovasi yang mereka hasilkan bisa lebih relevan dengan kebutuhan pasar. PII juga sudah mulai mendata dan mengumpulkan inovasi-inovasi para inventor yang sudah layak dan siap untuk dihilirisasi. Saat ini, sebenarnya sudah ada sekitar 50 produk teknologi yang dihasilkan para inventor di Jogja yang sudah siap dihilirisasi mulai dari produk kesehatan, pendidikan, teknologi inovasi, hingga otomotif.
ADVERTISEMENT
“Setelah dikumpulkan kemudian coba kami temukan dengan pasar, dengan calon-calon investor melalui pameran sehingga harapannya bisa meningkatkan gairah inovasi di Jogja,” ujarnya.
Selain untuk menigkatkan gairah inovasi di Jogja, dia juga berharap upaya-upaya ini dapat mendongkrak peringkat Indonesi dalam Global Innovation Index (GII). Saat ini, Indonesia hanya ada di peringkat 85 dari 131 negara. Peringkat ini jauh di bawah negara-negara tetangga lain, Malaysia misalnya yang berada di peringkat ke 36, Thailand 43, Vietnam 44, bahkan Indonesia berada di bawah Filipina yang sudah berada di posisi 51.
“Masa untuk skala Asia Tenggara saja kita kalah jauh, padahal kita negara terbesar, sehingga kita harus berusaha mengejar ketertinggalan itu,” kata Tribudi Utama.
Wakil Ketua Umum KADIN DIY, Hermawan Ardiyanto.
Hal serupa disampaikan oleh Wakil Ketua Umum KADIN DIY, Hermawan Ardiyanto. Menurut dia, peneliti tidak boleh egois, hanya mempertimbangkan atau meneliti apa yang dia sukai saja. Orientasi peneliti mesti mulai bergeser ke kebutuhan pasar sehingga tidak hanya berakhir sebagai prototipe saja. Namun saat ini para peneliti di Jogja menurutnya sudah mulai berbenah dan sudah jauh lebih baik ketimbang beberapa tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Peneliti sudah banyak berhubungan dengan pasar, bahkan apa yang diteliti sudah berdasarkan permintan pasar, sekarang tinggal satu tahap lagi untuk jadi industri baru di Jogja,” kata Hermawan Ardiyanto.
Hermawan juga mendorong pemerintah, dalam konteks ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), untuk meningkatkan penilaian terhadap riset yang dilakukan para peneliti. Saat ini, output penelitian hanya berupa publikasi jurnal. Dia berharap, penilaian terhadap hasil riset peneliti tidak hanya di tahap publikasi ilmiah, tapi sampai pada tahap pengaplikasian atau penerapan.
“Kalau tidak diterapkan poinnya harusnya rendah, tapi begitu diterapkan poinnya jadi sempurna, sehingga orientasi para peneliti otomatis akan berubah,” ujarnya.
Tugas Peneliti Hanya sampai Prototipe
Teknologi printing 3D yang dipamerkan di Rapimda Kadin DIY, akhir pekan lalu. Foto: Widi Erha Pradana
Peneliti di UGM Science Techno Park, Alva Edy Tontowi, mengatakan bahwa tugas peneliti memang hanya membuat produk sampai di tahap prototipe. Selebihnya menurutnya adalah tugas para pebisnis atau investor untuk mengaplikasikan hasil riset para peneliti.
ADVERTISEMENT
Ekosistem produk teknologi di Indonesia saat ini menurutnya juga masih seperti hutan belantara karena produk-produk luar negeri juga masih bebas beredar. Akibatnya, produk-produk teknologi yang dihasilkan para insinyur atau peneliti di Indonesia yang mirip dengan produk asing, harus berhadap-hadapan langsung dengan produk luar negeri yang sudah diproduksi dalam skala industri besar.
Apalagi menurutnya masyarakat Indonesia juga masih melihat produk-produk luar negeri lebih superior dibandingkan produk dalam negeri. Di sisi lain, regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu mendukung produk-produk dalam negeri yang dihasilkan para insinyur lokal.
“Jadi sebenarnya halangannya bukan dari penelitinya, penelitinya sudah sampai prototipe ya sudah selesai tugasnya,” kata Alva Edy Tontowi di sela Rapimda Kadin DIY akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Namun Alva mengakui bahwa saat ini regulasi di Indonesia sudah semakin mendukung produk-produk inovasi dalam negeri dibandingkan beberapa tahun silam. Proses perizinan produksi dan distribusi produk teknologi menurutnya sudah semakin mudah, terutama untuk produk-produk teknologi non-medik. Untuk produk teknologi medik sampai saat ini memang prosesnya masih lebih panjang karena harus melalui uji medik baik ke hewan maupun manusia.
Untuk meningkatkan produktivitas para inventor, menurutnya memang perlu banyak mengadakan pameran-pameran yang mempertemukan inventor dengan para calon investor. Melalui pameran-pameran seperti itu, harapannya para inventor atau peneliti akan terpacu untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang lebih baik.
“Dengan begitu peluang inovasi para inventor untuk sampai di tahap pengaplikasian jadi lebih besar, tak sekadar sampai di tahap prototipe,” kata penerima Anugerah Pendidik dan Tenaga Pendidik (Diktendik) Berprestasi 2019 setelah berhasil menemukan perangkat terapi jantung intravascular dengan stent itu. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT