Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten Media Partner
Jokowi Larang Ekspor Bauksit, Pakar: Tambah Pendapatan Negara Rp 62 T per Tahun
24 Desember 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Setelah ‘berperang’ melawan World Trade Organization (WTO) karena masalah pelarangan ekspor bijih nikel, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuat berang dunia internasional. Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia kini akan melarang ekspor bauksit ke luar negeri. Larangan ini akan berlaku pada Juni 2023 mendatang.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, bauksit sendiri merupakan bijih utama aluminium yang diperlukan untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dari hulu sampai hilir. Bauksit merupakan salah satu bahan penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik seperti halnya nikel.
Pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa sebenarnya larangan ekspor hasil tambang dan mineral tanpa dihilirisasi di dalam negeri sudah dilarang sejak 2014 berdasarkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara. Namun larangan ekspor tersebut mendapat tentangan besar dari perusahaan-perusahaan tambang termasuk Freeport.
“Pemerintah Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut, baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit,” kata Fahmy Radhi, Sabtu (24/12).
Fahmy mengatakan bahwa pelarangan ekspor bauksit ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah, membuka lapangan kerja baru, serta menumbuhkan ekonomi Indonesia. Selain itu, pelarangan ekspor juga bertujuan untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan amanah Pasal 33 UUD 1945.
Memang, dalam jangka pendek pelarangan ekspor bauksit ini akan menurunkan pendapatan ekspor mencapai Rp 21 triliun per tahun. Namun untuk jangka panjang, pelarangan ekspor ini menurut Fahmy sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan negara.
ADVERTISEMENT
“Seiring dengan meningkatnya nilai tambah, ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauksit, akan meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 62 triliun per tahun,” ujarnya.
Fahmi mengakui bahwa tidak mudah untuk mendapatkan pendapatan negara sebesar itu melalui pelarangan ekspor bauksit. Sebab, masih ada berbagai pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh pemerintah.
Salah satu tantangan itu adalah kapasitas smelter yang masih sangat terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil biji bauksit.
“Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh konsorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah menurut dia juga harus memberikan dukungan berupa insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter.
ADVERTISEMENT
Adapun penentangan dari WTO menurut Fahmy harus dilawan meski ujung-ujungnya bakal menemui kekalahan. Kendati demikian, proses persidangan gugatan WTO sampai keputusan final membutuhkan waktu sekitar 4 tahun. Pemerintah menurut dia harus bisa memanfaatkan 4 tahun itu untuk menghasilkan ekosistem industri bauksit dari bijih bauksit dan produk hilirisasi hingga produk turunannya seperti uluminia yang menjadi bahan baku industri mesin dan semikonduktor.
“Produk turunan itu akan memberikan nilai tambah lebih besar ketimbang ekspor bijih bauksit,” kata Fahmy Radhi.