Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten Media Partner
Jumpa dengan Syam Arjayanti, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY
15 Januari 2025 15:24 WIB
·
waktu baca 11 menitADVERTISEMENT
Syam Arjayanti baru saja dilantik menjadi Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) oleh Sultan HB X pada Desember 2024 silam. Sebelumnya, Syam menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan sejak Agustus 2022.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, dunia pertanian dan pangan bukanlah bidang yang baru bagi Syam. Di Pemda DIY, Syam justru memulai kariernya di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Di DPKP, Syam bertugas selama 13 tahun sejak 2009 hingga 2022. Syam sempat menduduki sejumlah jabatan di dinas ini, mulai dari Kepala Sub Bidang Ketahanan Pangan hingga Wakil Kepala Dinas sebelum akhirnya dipindah sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY.
Latar belakang pendidikan Syam juga di bidang pertanian. Ia meraih gelar Sarjana Pertanian di Universitas Padjadjaran Bandung, dan gelar Magister Administrasi Publik di Universitas Gadjah Mada.
Saat dilantik sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Syam dihadapkan pada tugas dan tantangan besar, meliputi target swasembada pangan, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis, hingga wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terjadi di wilayah DIY.
ADVERTISEMENT
Jurnalis Pandangan Jogja mendapatkan kesempatan untuk berjumpa dengan Syam sekaligus melakukan wawancara secara eksklusif mengenai berbagai masalah dan tantangan, serta apa yang akan menjadi fokus DPKP DIY di bawah komando Syam Arjayanti.
Berikut adalah hasil wawancara eksklusif jurnalis Pandangan Jogja dengan Syam Arjayanti.
Dari Kepala Disperindag lalu dipindah tugaskan ke Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, yang notabene adalah rumah lama Anda. Apa yang paling berbeda dari keduanya?
Kalau kita bicara tentang ketugasan, kalau di Dinas Perindustrian dan Perdagangan itu kan lebih kepada mengurusi tentang industri dan perdagangan. Kalau di perindustrian lebih dititikberatkan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah menengah ke atas, sudah siap ekspor. Kalau dari sisi perdagangan terkait dengan perdagangan segala macam produk, termasuk tentang kebijakan elpiji, BBM premium, pupuk bersubsidi, bagaimana meningkatkan ekspor.
ADVERTISEMENT
Kalau di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan itu lebih mengurusi terkait tentang pangan dan ketahanan pangan itu. Pangan secara umum baik dari sisi tanaman pangan, kemudian hortikultura, peternakan, perkebunan, itu yang masuk di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Kemudian kalau kita bicara ketahanan pangan, itu terkait tentang bagaimana masyarakat bisa mengakses pangan dengan harga yang terjangkau, kemudian ketercukupan konsumsinya, kemudian tersedia tidak bahan pangan tersebut untuk dikonsumsi, kemudian terkait tentang distribusinya juga.
Jadi kalau kita bicara tentang pertanian, kalau kita melihat dari data BPS, itu kan persentase terbesar itu kan petani yang masuk golongan miskin. Nah ini yang tantangan bagi kita untuk bagaimana meningkatkan kesehatan mereka.
Apa yang akan menjadi fokus Anda selama menjadi Kepala DPKP DIY ke depan?
ADVERTISEMENT
Kita tentu saja harus selaras dengan visi dari Bapak Presiden kita, Pak Prabowo terkait dengan swasembada pangan. Swasembada pangan tidak akan terwujud kalau kita tidak mendukung. Saat ini kita baru gencar untuk menambah luas tambah tanam dengan berbagai pihak. Kalau bisa lahan yang masih bisa ditanami itu harus ditanami.
Misalnya di lahan-lahan pantai yang masih memungkinkan ditanami, kemudian lahan-lahan perkebunan, ini kita mulai memverifikasi dan tidak hanya di pertanian saja, tapi juga dari Polda, dari kepolisian, digerakkan semua untuk mendukung swasembada pangan.
Harapannya untuk swasembada khususnya beras itu harapannya di 1 sampai 2 tahun ini sudah bisa swasembada. Bahkan harapannya ke depannya itu bisa ekspor.
BPS mencatat lahan pertanian di DIY relatif kecil, tak sampai 100 ribu hektare dan terus menyusut sekitar 150 sampai 200 hektare tiap tahun. Bagaimana bisa mencapai swasembada pangan dengan kondisi seperti ini?
ADVERTISEMENT
Memang kalau kita bicara luas baku sawah, memang ada perbedaan pengukuran antara BPS dengan Kementerian. Jadi cara pengukuran luas area untuk luas bahan baku sawah. Nah ini baru pencocokan data karena memang cukup relatif besar perbedaannya.
Nah kemudian strategi yang ditempuh, kita kan memang dikejar luas tambah tanam. Di samping kita mencari areal-areal lain yang masih memungkinkan penambahan areal tanam, kita juga ingin meningkatkan produktivitas. Karena kalau lahannya tetap dengan produktivitas yang meningkat tentu angka produksinya akan meningkat.
Nah kemudian juga dengan teknologi. Teknologi dan bantuan-bantuan pengairan dari kementerian itu harapannya bisa menambah yang tadinya misalnya hanya 1 kali tanam, itu harapannya bisa menjadi 2 kali, kan itu bisa menambah produksi untuk berasnya.
Berapa besar potensi lahan yang masih bisa dioptimalkan untuk memperluas lahan pertanian?
ADVERTISEMENT
Ini baru dilakukan verifikasi, kemarin kita di daerah baru di satu lokasi kita dapat 5 hektare di daerah Gunung Kidul. Nah ini juga harus kita sinkronkan juga dengan BPS, jangan-jangan apa yang kita cari, yang kita nambah areal tanam tetapi itu tidak masuk di pendataan BPS. Nah ini baru kita moving terus terkait tentang potensi-potensi lahan yang bisa dilakukan untuk penanaman, kita tekanannya baru untuk padi ya.
Nah target dari Kementerian Pertanian itu sebenarnya kita ditarget menambah 560 hektare. Nah ternyata kemarin kita satu hari baru dapat 5 hektare yang sudah fix ya, dan hari besok ini baru akan klop-klopan data antara kehutanan dengan pertanian di Kabupaten Gunung Kidul, karena yang banyak potensinya di Kabupaten Gunung Kidul. Walaupun tidak menutup kemungkinan kalau di lahan-lahan hutan lain yang bisa untuk dimanfaatkan itu.
ADVERTISEMENT
Kemudian kita juga mengoptimalkan adanya Lumbung Mataraman, bagaimana potensi-potensi yang ada di kalurahan, apa lagi kan sudah ada Pergub Pemanfaatan Tanah Kalurahan, bahwa disebutkan minimal 50 persen lahan itu untuk pertanian, pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan.
Dengan luas lahan pertanian yang ada sekarang, berapa besar kebutuhan pangan yang bisa disuplai untuk penduduk DIY yang jumlahnya sekitar 3,7 juta, dan itu belum termasuk wisatawan?
Kalau kita bicara persentase pemenuhan produksinya, untuk pemenuhannya itu sekitar 70 persen pemenuhan dari produksi kita sendiri, selebihnya dari produk luar, daerah sekitar seperti Purworejo, Klaten, Jawa Timur, itu banyak yang masuk ke DIY. Masih kurang sekitar 30 persen.
Konsumsi kita kan sekitar 90 kg per kapita per tahun. Mungkin kekurangannya 90 kg dikali jumlah penduduk perkiraan 4 juta, kekurangannya sekitar 30 persen dari itu.
ADVERTISEMENT
Bicara soal kesejahteraan petani, salah satu mimpi buruk petani adalah gagal panen. Bagaimana pemerintah hadir untuk melindungi petani dari risiko gagal panen ini?
Untuk tahun ini kita akan mencoba bagaimana kita melindungi petani, bagaimana Pemda akan hadir untuk asuransi tani. Nah selama ini kan masih sedikit petani kita yang ikut asuransi, programnya Kementerian Pertanian. Karena bagi mereka, mungkin membayar Rp 36.000 satu kali musim tanam, mungkin masih agak berat, nah itu nanti ke depan harapan kita akan dibayar oleh Pemda.
Benefitnya, saat gagal panen akan mendapatkan ganti rugi maksimal Rp 6 juta per hektare.
Kemudian kemarin ini, kemarin kan kita juga mengganteng BI karena ada lokasi kelompok tani yang pada saat dia mengolah tanahnya kena longsor, dua traktornya rusak. Mereka bersurat ke kami untuk minta bantuan traktor.
ADVERTISEMENT
Berapa banyak yang sudah mengikuti program asuransi tani?
Masih sedikit sekali. Jadi kalau di persentase belum ada 1 persen. Masih kecil sekali. Padahal ini bisa sangat aman, padahal kita sudah gencar mensosialisasikannya.
Tapi di tahun ini luar biasa dukungan dari pemerintah terkait dengan swasembada pangan, jadi sudah mulai nanti benihnya dikasih, mesinnya dikasih, irigasi juga dikasih ada bantuannya di tahun ini.
Apa kendala utama dalam meningkatkan kesejahteraan petani?
Salah satunya kan lahannya kecil-kecil. Kalau kita bicara tentang bisnis, usaha tani itu kan mesti ada minimal luasan, dengan lahan yang kecil bagaimana bisa sejahtera?
Kemudian optimalisasi dari teknologinya itu juga belum secara optimal digunakan. Kemudian dari tercecernya itu juga masih tinggi. Dari sisi pada saat dipanen, kemudian dijemur misalnya itu juga masih tinggi.
ADVERTISEMENT
Kemudian rata-rata juga usianya sudah sepuh. Kita ke kaum milenial, banyak tertariknya di horti, ternak, dan pemasaran. Tetapi kalau dari sisi padi, nah ini yang tantangan banget. Karena marginnya kecil dan mengeluarkan tenaga yang memang cukup besar.
Saat ini rata-rata usia petani di DIY, sekitar 57 persen itu sudah di atas 55 tahun. Bagaimana mungkin mewujudkan swasembada pangan dengan tenaga setua itu? Dan mengapa regenerasi petani kita tidak berjalan dengan baik?
Ini yang sedang kita dorong, bagaimana petani itu mulai menggandeng putranya, menggandeng saudaranya, menyampaikan bahwa petani itu tidak identik dengan kemiskinan. Sebenarnya kan petani itu bisa kaya, asal bagaimana bisa memanage itu. Dengan bimbingan penyuluh, targetnya kan satu desa satu penyuluh.
ADVERTISEMENT
Kemudian teknologi kita menyesuaikan dengan lahan yang ada, misalnya traktornya tentu bukan traktor yang besar, tetapi traktor yang kecil supaya bisa diaplikasikan di lahan-lahan kita yang relatif sempit.
Kemudian regenerasi petani kita itu enggak berjalan mungkin karena doa dari orang tuanya sendiri. Kan doa dari orang tua, nah sesuk ojo koyo bapakmu yo, jadi petani. Jadi petani itu miskin, identik miskin.
Nah ini saya sosialisasikan ke petani, kalau mendoakan putranya jangan seperti itu lagi. Doanya jadilah petani yang sukses. Petani yang sukses dan bisa mengangkat perekonomian.
Artinya kalau kita bicara petani milenial, petani milenial itu sudah banyak juga. Banyak juga yang berhasil. Karena petani milenial itu sudah lebih modern. Artinya dia akan menghitung prospek untuk pemasarannya. Yang laku apa gitu kan. Kemudian inovasinya. Kemudian supaya bagaimana harga itu nggak jatuh. Dia sudah punya teknologinya. Sudah punya ilmunya.
ADVERTISEMENT
Kemudian ini yang kemarin kita datang juga, petani milenial khusus tanaman hias. Tanaman hias ini juga mengangkat perekonomian. Karena dia bergelut di Aglaonema yang kita datangi. Nah itu juga sudah mengangkat perekonomian yang ada di sana. Jadi nanti menjadi kampung Aglonema. Bahkan ada yang sudah dibuka untuk umum, ada karcis masuk 10 ribu. Saya tanya pendapatannya berapa per bulan, itu sudah luar biasa. Pendapatannya itu sudah puluhan juta per bulan. Itu baru karcis saja, belum penjualan di bibit pohonnya misalnya, belum parkirnya. Nah ini sudah luar biasa. Dan mereka nanti berkomitmen untuk berkembang jadi beberapa sentra.
Terkait dengan Program Makan Bergizi Gratis, saat ini sudah dilaksanakan di sejumlah sekolah khususnya di Sleman. Kapan akan dijalankan serentak di DIY?
ADVERTISEMENT
Jadi kalau untuk Daerah Istimewa Yogyakarta kalau dari sisi anggaran sudah kita sisihkan. Baik untuk Pembeda DIY, provinsi, kabupaten, kota, itu sudah menyisihkan. Jadi kalau untuk tanggung jawab di provinsi itu kan yang SMA, SMK, disabilitas. Itu 2 persen dari APBD sudah disisihkan, urang lebih Rp 42 miliar, sudah dimasukkan ke Dinas Pendidikan.
Terkait dengan bagaimana pelaksanaannya, kita masih menunggu teknisnya mau seperti apa. Karena ini belum sampai ke Pemda, apakah nantinya akan dilaksanakan Pusat langsung, atau sharing.
Yang di kabupaten itu kan beberapa sudah membentuk dapur bersama yang dibentuk oleh Kodim dan Pemkab, tapi kita belum berani melangkah. Tapi kita sudah menyiapkan semuanya, misalnya terkait dengan ketersediaan pangannya. Kemarin sudah diskusi dengan Bulog, diinformasikan Bulog bahwa gudang Bulog itu penuh. Bahkan dengan adanya instruksi untuk menyerap gabah, dia masih kekurangan gudang.
ADVERTISEMENT
Nah di DIY untuk MBG memang baru percontohan oleh beberapa pihak dan dievaluasi selama 3 bulan dampaknya seperti apa. Yang penting kita sudah siap. Artinya kalau Pemda diminta untuk segera merealisasi, itu yang seperti apa, harganya berapa, misalnya Rp 10 ribu apakah sudah termasuk tempat makannya, atau tempat makannya bawa sendiri-sendiri?
Kan harapannya di situ ada karbohidrat, ada sayurnya, ada lauk pauknya, ada buahnya, ada susunya. Nah ini yang perlu dipikirkan, kita tetap menunggu arahan dari Pemerintah Pusat.
Terkait dengan wabah PMK di DIY, bagaimana situasinya saat ini? Apa yang telah dilakukan agar situasi seperti 2022 tidak terulang lagi?
Kalau kita bicara PMK, kasus PMK ini kan sebenarnya dulu di tahun 2022 banyak sekali ya ternak kita yang mati. Kemudian dilakukan vaksinasi, tetapi ternak itu kan mobile ya. Selalu ada ternak yang keluar dan masuk. Nah ini menjadi sumber penularan.
ADVERTISEMENT
Mulai muncul itu sekitar bulan November, baru muncul lagi ada beberapa laporan kasus dan sampai saat ini sudah sekitar 860-an ternak yang terkena PMK, dan kurang lebih ada 60 sapi yang sudah mati karena PMK.
Kemarin kita sudah mendapatkan bantuan 50 botol vaksin, sudah tervaksin ke 1.350-an ternak, dan itu masih kurang. Kemudian bagi yang sakit itu dilakukan pengobatan.
Pengawasan ketat juga dilakukan di pasar hewan, karena sumber penularannya kan di situ ya, hewan keluar masuk dari luar ya dari situ. Nah kemudian dilakukan desinfektan di pasar-pasar, pengetatan pengawasan ternak yang beredar.
Sambil menunggu vaksin dari Kementerian Pertanian, kita juga mendorong peternak kita itu menyadari bahwa vaksin itu suatu kebutuhan. Vaksin kebutuhan sendiri harusnya. Kalau saya punya sapi seharga Rp 25 juta, bahkan ada yang besar sekali itu sampai Rp 700 juta, masa untuk vaksin yang harganya per botol hanya Rp 800 ribu sayang, dan satu botol bisa untuk 25 sapi, artinya satu sapi paling Rp 30 ribu. Kalau dibandingkan dengan harga sapinya kan kecil. Harapan kita ke depan peternak punya kesadaran bagaimana memvaksin ternaknya sebelum kasus muncul.
ADVERTISEMENT
Ini harapan kita semoga tidak mengulang 2022. Karena dampaknya kan di perekonomian, sapi yang sudah terkena PMK kan harganya menurun, produktivitasnya juga menurun, dan untuk pemulihan juga butuh waktu.
Namun, peternak juga jangan panik dulu jika sapinya terkena PMK, lalu menjual murah sapinya. Hubungi petugas setempat agar ternaknya bisa segera diobati, jangan buru-buru menjual murah.