Konten Media Partner

KADIN DIY Tolak Kenaikan PPN 12 Persen pada 2025: Ekonomi Belum Siap

23 November 2024 13:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pajak PPN. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak PPN. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Tetap Pembinaan dan Pengembangan Sekretariat Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DIY, Timotius Apriyanto, menilai rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 sebagai kebijakan yang tidak tepat.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini berisiko memperburuk kondisi perekonomian nasional maupun lokal yang saat ini tengah tertekan.
“Kami menilai waktunya belum tepat, dan kami menolak untuk dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2025 karena perekonomian nasional maupun daerah sedang tidak baik-baik saja,” ujar Timotius kepada Pandangan Jogja, Jumat (22/11).
Daya Beli Masyarakat Menurun
Ilustrasi karyawan kecapekan kerja. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock
Timotius menjelaskan bahwa berbagai indikator menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat, yang berdampak langsung pada konsumsi domestik—komponen utama pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikatornya adalah deflasi yang telah terjadi lima kali di DIY.
“Deflasi ini menunjukkan bahwa perekonomian kita sedang tidak baik-baik saja. Inflasi year-on-year DIY tahun ini hanya 1,85 persen, turun dari 3,3 persen tahun lalu. Artinya, daya beli masyarakat menurun, dan pertumbuhan ekonomi kita juga melambat,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kenaikan PPN akan semakin menekan konsumsi masyarakat. Jika konsumsi menurun, maka rantai pasok industri juga akan terganggu. Kondisi ini dapat memperburuk situasi industri, yang kontribusinya terhadap PDB nasional hanya 18,67 persen, sementara di DIY lebih rendah lagi, yaitu 11,7 persen.
“Ketika diterapkan PPN 12 persen, yang menanggung itu masyarakat. Jika mereka keberatan, konsumsi akan turun, demand akan drop, sementara supply tetap. Ini pasti menimbulkan inefisiensi, dan pabrik-pabrik akan kesulitan. Hingga Oktober 2024 saja, ada 76 perusahaan di DIY yang sudah melakukan PHK dengan total 1.750 pekerja terdampak,” jelas Timotius.
Usulan Penundaan dan Stimulus Ekonomi
Ilustrasi Karyawan Tekstil Foto: zakir1346/Shutterstock
Untuk menghindari dampak buruk kebijakan ini, Timotius mengusulkan agar pemerintah menunda kenaikan PPN hingga perekonomian lebih stabil. Ia juga merekomendasikan langkah-langkah untuk memperkuat daya beli masyarakat dan mendukung sektor industri.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah seharusnya memberikan stimulus, seperti insentif pajak untuk industri atau subsidi upah bagi pekerja, seperti saat pandemi COVID-19. Menaikkan PPN sekarang ini justru akan menciptakan disinsentif bagi konsumsi masyarakat, yang akhirnya berdampak pada rantai pasok dan kondisi industri,” paparnya.
Timotius juga mengingatkan dampak meluas dari perlambatan ekonomi terhadap tenaga kerja. “Ada teori bahwa jika pertumbuhan ekonomi melambat 1 persen, ini bisa memengaruhi 200.000 hingga 300.000 pekerja,” tambahnya.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PPN agar tidak memperburuk situasi ekonomi yang sudah rentan, khususnya bagi masyarakat kecil dan sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian.