Konten Media Partner

Kajian ORI DIY: 42 Persen Orang yang Gagal Ujian SIM Pilih Nembak dan Pakai Calo

4 Mei 2023 18:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi seorang perempuan sedang melakukan ujian praktik pembuatan SIM C. Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang perempuan sedang melakukan ujian praktik pembuatan SIM C. Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyoroti sulitnya materi ujian praktik pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia. Pasalnya, sulitnya materi ujian tersebut berimbas pada maraknya praktik-praktik tidak patut yang terjadi dalam proses pembuatan SIM seperti pembuatan SIM menggunakan calo atau membayar kepada oknum petugas (nembak).
ADVERTISEMENT
Ketua Perwakilan ORI DIY, Budi Masthuri, menyampaikan bahwa hasil kajian yang dilakukan oleh ORI DIY sejak akhir 2021 sampai dengan awal 2023, menemukan masih banyak terjadi praktik-praktik curang dalam proses pembuatan SIM.
Dia mengatakan, dari 160 masyarakat pembuat SIM yang disurvei oleh ORI DIY, 52 persen menyampaikan bahwa mereka merasa dipersulit saat membuat SIM.
“Kemudian dari peserta yang gagal ujian, 42 persen tidak ikut ujian ulang, tapi malam mencari opsi lain,” kata Budi Masthuri di Kantor Perwakilan ORI DIY, Kamis (4/5).
Secara lebih terperinci, 42,3 persen responden yang gagal mengikuti ujian SIM memilih untuk mencari jasa perantara atau calo, kemudian 34,6 persen memilih untuk membayar ke oknum petugas atau menembak. Kemudian 7,7 persen memilih untuk berlatih kembali, 11,5 persen mencari lembaga kursus, dan 3,8 persen memilih membuat SIM lewat SIM keliling.
ADVERTISEMENT
“Jadi hampir separuh responden yang gagal ujian itu tidak ikut ujian ulang, tapi cari opsi alternatif seperti calo atau nembak,” lanjutnya.
Penyampaian hasil kajian Perwakilan ORI DIY tentang masalah ujian praktik pembuatan SIM kepada perwakilan Polda DIY. Foto: Dok. ORI DIY
Adapun materi ujian praktik SIM C yang dinilai paling sulit oleh responden adalah tes zig-zag, balik arah, dan melingkar membentuk angka 8. Sedangkan materi ujian praktik SIM A yang dinilai paling sulit adalah uji slalom atau zig-zag maju dan mundur serta parkir.
Budi mengatakan bahwa materi ujian praktik SIM yang diterapkan saat ini juga sudah usang dan tidak relevan. Pasalnya, materi ujian praktik SIM hanya mengutamakan skill pengendara, namun mengesampingkan unsur edukasi di dalamnya. Edukasi ini menurut dia justru lebih penting, sebab di jalan raya sebenarnya tidak dibutuhkan keterampilan yang terlalu tinggi seperti pembalap.
ADVERTISEMENT
“Karena kalau Cuma dapat SIM saja dan dilatih untuk medan yang sulit saja nanti tidak sesuai kebutuhan karena yang berprofesi sebagai pembalap kan cuma sedikit,” kata Budi Masthuri.
Apalagi saat ini materi ujian yang diterapkan juga tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Sebab, materi ujian praktik SIM tersebut masih mengacu pada Perkap Nomor 9 tahun 2012 tentang SIM. Padahal regulasi tersebut sudah dicabut dan digantikan oleh Perpol Nomor 5 Tahun 2021. Dalam regulasi yang baru tersebut disebutkan bahwa materi ujian praktik SIM ditetapkan dengan keputusan Kakorlantas Polri.
“Tapi sampai sekarang keputusan tersebut belum ada, sehingga acuan yang digunakan masih Perkap Nomor 9 tahun 2012 yang notabene sudah tidak berlaku,” kata Budi Masthuri setelah acara penyampaian rekomendasi terkait ujian SIM kepada Satpas DIY di kantor Perwakilan ORI DIY, Kamis (4/5).
ADVERTISEMENT
Artinya, dengan belum adanya keputusan Korlantas Polri sebagai pengganti Perkap Nomor 9 tahun 2012, semua materi ujian praktik pembuatan SIM yang digunakan selama ini tidak memiliki landasan hukum.
“Jadi praktik ujian SIM yang selama ini dilakukan itu dalam kondisi ketiadaan landasan hukum,” ujar Budi Masthuri.