Kasus Pembunuhan di Keluarga Kerap Terjadi, Pakar: Perkuat Pendidikan Pranikah

Konten Media Partner
30 November 2022 16:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pernikahan di KUA. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pernikahan di KUA. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus pembunuhan satu keluarga yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah, bukan yang pertama kali terjadi. Hanya beberapa hari sebelumnya, seorang pemuda di Yogya juga diketahui membunuh kakeknya sendiri. Awal November silam, seorang pria juga tega membacok istrinya sendiri dan membunuh anaknya.
ADVERTISEMENT
Guru Besar dari Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro, mengatakan bahwa kasus-kasus pembunuhan di dalam keluarga memperlihatkan lemahnya ikatan cinta dan kasih sayang di dalam keluarga. Banyak keluarga di Indonesia menurut dia hanya menjadi keluarga fungsional saja.
“Keluarga fungsional itu hanya memberikan makan, minum, dan kebutuhan fisik lainnya, tapi tidak memberikan cinta, tidak memberikan kasih sayang,” kata Koentjoro saat dihubungi Pandangan Jogja @Kumparan, Rabu (30/11).
Absennya keluarga dalam memberikan kasih sayang menurut dia disebabkan karena tidak adanya pendidikan untuk mempersiapkan seseorang berumah tangga. Menurut dia, ada tiga pendidikan yang paling penting namun tak diberikan kepada calon-calon pasangan yang akan menikah.
Pertama pendidikan tentang bagaimana persiapan berumah tangga, kemudian belajar memahami perkembangan anak sehingga pertumbuhannya bisa optimal, serta yang ketiga pendidikan parenting tentang bagaimana memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak dan anggota keluarga yang lain.
ADVERTISEMENT
“Tiga itu yang harus kita ajarkan kepada keluarga. Karena sekarang kan sekolah menjadi orang tua tidak ada,” ujarnya.
Pendidikan pranikah yang diberikan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) sebelum pasangan menikah juga tidak diberikan dengan baik.
“Pendidikan pranikah itu yang ada cuma di Katolik saja, yang lain enggak ada,” kata dia.
Guru Besar Psikologi UGM, Koentjoro. Foto: UGM
Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yang ada di KAU menurut dia hanya memberikan ceramah tentang keluarga, namun tak memberikan pendidikan yang mendalam tentang bagaimana menjadi orang tua dan membangun rumah tangga.
Karena itu, jalur-jalur yang bisa dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan tentang keluarga menurut dia mesti dioptimalkan, tak lagi sekadar formalitas belaka. Misalnya pendidikan pranikah di KUA, mestinya tidak hanya berisi tentang ceramah-ceramah klise yang hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan.
ADVERTISEMENT
“Tapi kita didik, tidak sekadar penjelasan oleh BP4, tapi bagaimana tentang keluarga, ekonomi, bahkan tentang seks dalam keluarga juga harus diajari. Fungsi itu harus dioptimalkan lagi, karena sekarang banyak sekali laki-laki yang tidak ngerti perempuan,” kata Koentjoro.
“Jadi ini bukan masalah case by case, tapi masalah sistemik yang dimulai dari gagalnya pendidikan berkeluarga diberikan kepada mereka yang akan membangun rumah tangga,” tegasnya.