Konten dari Pengguna

Kata Kepala Dukuh dan Ketua RW Papringan Soal Penyerangan Aksi Gejayan Memanggil

15 Agustus 2020 18:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Twitter @mahasiswaYUJIEM
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Twitter @mahasiswaYUJIEM
ADVERTISEMENT
Aksi demonstrasi Gejayan Memanggil dengan agenda menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Yogyakarta, Jumat (14/8) sempat diwarnai kericuhan. Kericuhan itu terjadi malam hari selepas isya, setelah massa aksi berpindah dari Jalan Gejayan ke simpang tiga UIN Sunan Kalijaga.
ADVERTISEMENT
Kericuhan itu tiba-tiba pecah ketika ada sekelompok orang melempari massa aksi dengan batu untuk membubarkan demonstrasi. Pengguna akun Twitter @MurtadhaOne1, membagikan video kericuhan itu dengan menulis kutipan bahwa sekelompok orang yang melakukan penyerangan adalah warga setempat yang kesal dengan massa aksi.
“Warga yang kesal akhirnya membubarkan para pendemo Omnibus Law depan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” tulis @MurtadhaOne1, Jumat (14/8).
Dalam video yang dibagikan itu juga terdengar teriakan, ‘Papringan bersatu tidak bisa dikalahkan'. Sebagai informasi, Papringan adalah nama padukuhan di simpang tiga UIN Sunan Kalijaga, dimana aksi tersebut digelar.
Pengakuan berbeda disampaikan oleh Kepala Dukuh Papringan, Nur Hamid meragukan bahwa sekelompok orang itu adalah warga Papringan. Pasalnya, sampai Sabtu (15/8) siang, belum ada laporan apapun terkait terlibatnya warga Papringan dalam kerusuhan tersebut dari ketua RT maupun RW di lingkungannya, maupun dari pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
“Belum tentu (warga Papringan). Dan sampai sekarang juga enggak ada info ke kami. Biasanya kalau ada kan mungkin dari Polsek atau RT RW itu lapor,” ujar Nur Hamid menjawab konfirmasi redaksi secara langsung di Yogyakarta, Sabtu (15/8).
Awalnya dia juga tidak tahu menahu kalau ada kericuhan di aksi demonstrasi pada Jumat malam. Dia baru mendapat informasi adanya kericuhan sekitar pukul 10 malam, namun ketika dia meninjau ke lokasi, aksi demonstrasi sudah usai.
Warga Papringan menurutnya juga tidak pernah mempermasalahkan jika ada massa yang menggelar aksi demonstrasi di simpang tiga UIN. Toh sudah bertahun-tahun lamanya lokasi itu memang menjadi salah satu lokasi langganan untuk demonstrasi.
“Biasanya warga malah mencarikan jalan untuk pengguna jalan yang kebingungan, kita arahkan ke jalan lain,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ketua RW Jamin Bukan Warganya
Ketua RW 01 Padukuhan Papringan, Untung Wahyono, bahkan menjamin bahwa orang-orang yang membubarkan massa aksi dengan melempari batu bukanlah warganya. Padahal kawasan RW 01 berbatasan langsung dengan lokasi pecahnya aksi demonstrasi tersebut.
“Enggak ada yang terlibat, saya jamin itu bukan orang sini,” ujar Untung ketika ditemui.
Ketika terjadi demonstrasi, jalan masuk ke wilayah RW 01 juga ditutup atas permintaan warga. Menurutnya, warga enggan terlibat atau ikut campur dalam setiap aksi demonstrasi yang dilakukan di simpang tiga UIN.
“Kecuali dulu waktu 98, itu memang hampir setiap orang ikut terlibat, kalau yang kemarin enggak mas,” lanjutnya.
Warganya juga tidak pernah mempermasalahkan aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan di lokasi tersebut, selama tidak merugikan warga. Apalagi warganya selama ini cenderung apatis dengan aksi-aksi demonstrasi. Pasalnya, mayoritas warga RW 01 bekerja sebagai seorang tukang, sehingga daripada ikut campur dalam aksi-aksi semacam itu, mereka lebih memilih untuk istirahat di rumah setelah lelah bekerja seharian.
ADVERTISEMENT
“Saya jamin bukan (warga sini). Saya sudah bertahun-tahun jadi Ketua RW, dan hafal betul sama karakter orang sini,” ujarnya.
Datang Menggunakan Motor
Salah seorang massa aksi pengguna akun Twitter @mahasiswaYUJIEM yang enggan disebut identitas aslinya mengatakan bahwa sebelum terjadi kericuhan, dia sempat keliling ke sekitar lokasi demonstrasi yang kemudian terjadi lemparan batu. "Saya melihat beberapa orang sudah memegang batu, dan salah seorang di antara mereka berkata ‘wes ayo ndang dilekasi’ (sudah ayo dimulai),“ jelasnnya.
Ada beberapa hal yang membuatnya yakin bahwa mereka bukan warga Papringan. Sebab, orang-orang itu datang ramai-ramai menggunakan sepeda motor dengan profil yang berbeda-beda. Bahkan beberapa di antaranya ada yang menggunakan jaket ojek online.
“Yang saya sangat takutkan adalah massa aksi terprovokasi, untungnya tidak dan bahkan tidak melakukan serangan balasan sedikit pun,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT