Kata Siapa Indonesia Tak Punya Gandum? Kenali Hotong, Asli Maluku

Konten Media Partner
10 September 2021 18:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan artis Bella Shofie memarkan hasil pertanian hotong miliknya. Foto: Instagram Bella Shofie
zoom-in-whitePerbesar
Mantan artis Bella Shofie memarkan hasil pertanian hotong miliknya. Foto: Instagram Bella Shofie
ADVERTISEMENT
Gandum memang bukan tanaman pangan asli Indonesia. Tapi, Indonesia punya hotong (Setaria italica L) Beauv.), tanaman pangan lokal yang disebut-sebut sangat mirip dengan gandum. Soal nutrisi, hotong atau yang di daerah Jawa Barat dikenal dengan nama jewawut juga berani diadu.
ADVERTISEMENT
Di Maluku, hotong sebenarnya sudah sangat populer sebagai tanaman pangan, tapi di daerah lain seperti di Jawa Barat pemanfaatannya lebih banyak digunakan sebagai pakan burung. Padahal hotong mengandung nutrisi yang tinggi sehingga berpotensi jadi bahan pangan fungsional yang punya nilai ekonomis tinggi.
Peneliti di Divisi Bioteknologi Tanaman IPB, Sintho Wahyuning Ardie, mengatakan selain mengandung karbohidrat tinggi seperti beras, sorgum, atau jagung, hotong juga mengandung antioksidan, serat, dan mineral. Hotong juga lebih aman dikonsumsi oleh penderita diabetes karena indeks glikemiknya yang rendah sehingga aman untuk kadar gula darahnya.
Hotong juga termasuk makanan gluten free, sehingga sangat cocok untuk penderita penyakit celiac seperti yang banyak dialami anak-anak autis. Kandungan protein hotong juga lebih tinggi dari beras, jika kandungan protein beras hanya sekitar 6 sampai 10 persen, hotong bisa mencapai 14 persen. Bahkan, kandungan protein dari gandum juga lebih rendah, hanya sekitar 8 sampai 12 persen.
ADVERTISEMENT
“Dari segi kandungan gizi, sangat potensial dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional yang sehat,” kata Sintho Wahyuning Ardie dalam diskusi daring yang diadakan oleh Ditjen Tanaman Pangan, Senin (6/9).
Yang bikin hotong makin istimewa adalah, dia tumbuh dengan baik meskipun di lahan marginal, yakni lahan-lahan yang tidak menguntungkan untuk tanaman pertanian karena kering, kurang curah hujan, atau memiliki kadar garam yang tinggi. Meskipun ditanam pada lahan-lahan marginal, namun hotong bisa tetap tumbuh dan berproduksi secara normal.
“Karena tanaman ini punya mekanisme yang istimewa supaya bisa tetap beradaptasi dan berproduksi dengan baik meski di lahan-lahan marginal,” ujarnya.
Butuh Penelitian untuk Dapatkan Varietas Unggul
Tanaman hotong. Foto: BPTP Sulbar
Supaya tanaman ini bisa memberikan manfaat secara optimal, penting untuk terus dilakukan penelitian sehingga bisa diperoleh varietas unggul. Adapun indikator varietas unggul yang diharapkan di antaranya memiliki produktivitas tinggi, toleran terhadap kekeringan, kandungan nutrisi baik, habitus pendek sehingga tidak mudah rebah, serta masa panen yang singkat. Meskipun masa panen hotong memang relatif lebih pendek dibandingkan padi atau jagung, sekitar 75 sampai 90 hari saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berbagai penelitian juga bertujuan untuk menemukan teknik budidaya terstandar, teknologi panen dan pascapanen, hingga rantai pemasarannya kelak.
“Sehingga pengembangan dan pemanfaatan hotong bisa lebih luas, seperti beras, sorgum, atau jagung,” kata Sintho Wahyuning Ardie.
Dengan karakter yang dimiliki, hotong sebenarnya punya nilai ekonomi tinggi. Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Tati Nurmala, sangat menyayangkan tanaman hotong saat ini justru lebih dikenal sebagai pakan burung.
“Jadi kalau mau beli itu adanya malah di tukang jualan pakan burung,” kata Tati.
Ada sejumlah faktor yang menghambat pengembangan hotong menurut dia, di antaranya karena belum dikenal secara luas di tengah masyarakat. Selain itu, harga dasar hotong juga tidak stabil karena pasar yang belum jelas sehingga jarang ada petani yang mau membudidayakannya. Benih hotong sampai saat ini juga belum banyak yang bersertifikat, berbeda dengan jenis tanaman pangan lain seperti padi dan jagung.
ADVERTISEMENT
Selain dijadikan olahan nasi, saat ini hotong atau jewawut juga sudah diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti cake atau kue, roti jala, mie, nangre biteng, tape, atau alkohol fermentasi.
“Kita maunya kan mengimbangi terigu, mudah-mudahan ke depan kita bisa memanfaatkan tepung hotong yang termodifikasi seperti tepung cassava yang bisa dipakai untuk berbagai jenis produk makanan,” ujarnya.
Di Maluku, Harga Tepung Hotong Bisa Capai Rp 100 Ribu
Foto: Instragram Bella Shofie
Di daerah lain, hotong memang masih jarang dimanfaatkan, bahkan tidak dikenal. Tapi di Maluku, terutama di Buru, hotong merupakan tanaman pangan yang penting. Di Kabupaten Buru, biasanya petani menanam hotong pada April hingga Mei, sedangkan di Kabupaten Bursel, waktu terbaik menanam hotong biasanya dilakukan pada Agustus.
ADVERTISEMENT
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku, Marietje Pasireron, mengatakan ada beberapa jenis tanaman hotong yang ditanam di Maluku, di antaranya Setaria italica (L) Beauv., Setaria italica (Var.) Metzgeri, serta Setaria italica (Var.) Stramiofructa yang oleh petani di Buru biasa disebut hotong pulut dan hotong biasa.
“Di Kabupaten Buru Selatan kemarin sempat Kabupaten Buru Selatan mendapat MURI karena membeli tepung hotong dengan harga Rp 100 ribu sampai Rp 125 ribu,” kata Marietje.
Nilai ini tentu sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan harga jual hotong di Jawa, dimana per kilogram biji hotong hanya dihargai sekitar Rp 15 ribu, itupun tidak stabil. Pengembangan tanaman hotong di Maluku menurut dia memang sangat menjanjikan, mengingat ada sekitar 7,45 juta hektar lahan kering baik yang produktif maupun marginal. Lahan seluas itu akan sangat menguntungkan jika ditanami hotong, sebab jika ingin ditanami padi bisa dipastikan hasilnya tidak akan optimal.
ADVERTISEMENT
Namun ada beberapa hambatan yang kini dihadapi para petani hotong di Maluku, di antaranya musim tanam yang tidak menentu akibat anomali iklim sehingga membuat musim penghujan dan kemarau berubah-ubah. Penanganan pascapanen juga menjadi kendala karena kebanyakan petani saat ini mengupas dan mengolah biji hotong dengan cara menumbuknya.
“Pemasarannya juga masih terkendala oleh regulasi pemasaran yang sulit, padahal dia punya nilai jual yang sangat menjanjikan,” ujarnya.