Konten Media Partner

Kenali Orang Utan Tapanuli, Spesies Baru Endemik Indonesia

19 Agustus 2021 20:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Di hari orang utan sedunia pada 19 Agustus ini, mari mengenali orang utan tapanuli yang baru berhasil diidentifikasi pada 2017 silam.
Orang utan tapanuli di Batang Toru. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP)
zoom-in-whitePerbesar
Orang utan tapanuli di Batang Toru. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP)
Tiap tanggal 19 Agustus selalu diperingati sebagai hari orang utan sedunia. Sebagai tempat tinggal orang utan, momentum ini menjadi sangat penting bagi Indonesia. Ada tiga spesies orang utan yang tinggal di Indonesia, yakni orang utan sumatra (Pongo abelii), orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus), serta orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis).
ADVERTISEMENT
Orang utan tapanuli merupakan spesies orang utan baru yang berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan pada 2017 silam. Itu kenapa, spesies ini kurang dikenal oleh masyarakat, tidak seperti kerabat lainnya yakni orang utan sumatra dan orang utan kalimantan.
Direktur Yayasan Orang utan Sumatra Lestari - Orang utan Information Center (YOSL-OIC), Fransisca Ariantiningsih, mengatakan bahwa sebelum menjadi spesies tersendiri, awalnya orang utan tapanuli termasuk ke dalam spesies orang utan sumatra. Namun setelah dilakukan penelitian genetik lebih lanjut, ternyata ada banyak perbedaan antara orang utan tapanuli dengan orang utan sumatra yang tinggal di utara Danau Toba itu.
Sekilas, orang utan tapanuli dan orang utan sumatra memang terlihat sama. Namun jika diamati lebih teliti, secara fisik keduanya memiliki perbedaan yang cukup jelas. Salah satu perbedaan yang paling terlihat adalah pada rambut yang menyelimuti seluruh tubuh mereka. Meski sama-sama berwarna oranye, namun rambut pada orang utan tapanuli berbentuk agak keriting berbeda dengan rambut orang utan sumatra yang lurus. Selain itu, rambut orang utan tapanuli juga sedikit lebih tebal ketimbang rambut orang utan sumatra.
ADVERTISEMENT
“Hal ini mungkin karena dipengaruhi habitat, dimana habitat orang utan tapaunli sebagian besar ada di atas 800 mdpl, sementara orang utan sumatra tersebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi,” ujar Fransisca Ariantiningsih dalam diskusi daring dalam memperingati Hari Orang utan Sedunia yang diadakan oleh Yayasan Kehati, Kamis (19/8).
Habitat yang lebih tinggi tentu membuat suhu semakin dingin. Karena itu, orang utan tapanuli memiliki rambut yang lebih lebat untuk beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dia tetap merasa hangat.
Orang utan tapanuli di Batang Toru. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP)
Perbedaan lain, cheekpad atau pipi orang utan tapanuli juga lebih lebar daripada cheekpad orang utan sumatra. Cheekpad orang utan tapanuli hampir menyamai orang utan Kalimantan yang memiliki cheekpad paling lebar di antara ketiga spesies orang utan di Indonesia. Kumis dan jenggot orang utan tapanuli juga berbeda, dimana orang utan tapanuli jantan memiliki kumis dan jenggot yang lebih menonjol ketimbang orang utan sumatra maupun kalimantan.
ADVERTISEMENT
“Panggilan jarak jauh atau long call orang utan tapanuli jantan dewasa juga berbeda dengan long call yang dimiliki orang utan sumatra maupun kalimantan,” ujarnya.
Dari segi pakan, sebenarnya secara umum ketiga spesies orang utan tersebut sama-sama menyukai buah-buahan. Namun, ada jenis pakan yang sangat spesifik yang hanya dimakan oleh orang utan tapanuli, di antaranya adalah biji aturmangan (Casuarinaceae), buah sampinur tali (Podocarpaceae), dan buah agathis (Araucariaceae).
Dari penelitian genetik yang telah dilakukan, disebutkan bahwa secara genetis orang utan tapanuli bahkan lebih tua dari orang utan sumatra dan kalimantan. Sehingga orang utan tapanuli disebut-sebut sebagai moyang dari dua spesies orang utan tersebut.
“Tapi itu masih butuh penelitian lebih lanjut untuk memastikan secara ilmiah ya,” kata Fransisca.
ADVERTISEMENT
Ada satu keunikan lain dari orang utan yang menjadi penunggu kawasan hutan Batang Toru ini, yakni dia merupakan satu-satunya orang utan yang dapat menggunakan alat untuk membuka kulit buah semengang atau Neesia sp., dimana sebelumnya hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang utan yang tinggal di rawa saja.
Populasi Tak Lebih dari 800 Individu
Orang utan tapanuli di Batang Toru. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP)
Karena hanya terdapat di kawasan hutan Batang Toru saja, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, populasi orang utan tapanuli merupakan yang paling sedikit dibandingkan spesies lain. Saat ini, diperkirakan populasi orang utan tapanuli di habitatnya tidak mencapai 800 individu, sedangkan populasi orang utan sumatra saat ini diperkirakan sekitar 7.500 individu sedangkan orang utan kalimantan sekitar 57.350 individu.
ADVERTISEMENT
“Dengan kondisi seperti ini, membuat orang utan tapanuli menjadi yang paling rentan terhadap ancaman kepunahan,” kata Fransisca.
Terlebih saat ini orang utan tapanuli menghadapi ancaman terbesar yakni penyusutan habitat karena alih fungsi hutan, baik oleh perkebunan sawit maupun pertambangan emas yang saat ini masih beroperasi di wilayah Tapanuli Selatan. Penyusutan habitat ini membuat ketersediaan makanan untuk orang utan juga semakin sedikit. Akhirnya mereka seringkali harus mencari makan di luar habitat mereka, yakni di perkebunan milik warga.
“Akhirnya ini menimbulkan konflik antara orang utan dengan masyarakat dan memberikan ancaman tambahan kepada orang utan tapanuli,” ujarnya.
Padahal, orang utan merupakan umbrella species, yakni spesies satwa yang menjadi pendukung keberhasilan upaya konservasi spesies lain. Orang utan menjadi penebar biji-bijian ke pelosok hutan dengan jangkauan yang sangat luas yang biji-biji tersebut selanjutnya akan tumbuh menjadi pohon-pohon baru sehingga akan ada tumbuhan-tumbuhan baru di dalam hutan. Karena itu, sangat banyak spesies, baik flora maupun fauna yang keberadaannya sangat bergantung pada orang utan.
ADVERTISEMENT
“Dengan kata lain, jika kita bisa menyelamatkan orang utan maka kita akan menyelamatkan satwa-satwa yang lain juga,” kat Fransisca Ariantiningsih.