Kepiting, Lobster, dan Gurita Ternyata Punya Perasaan seperti Manusia

Konten Media Partner
25 November 2021 19:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kepiting. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kepiting. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Seperti manusia, gurita, kepiting, dan lobster ternyata punya kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, dan bahaya. London School of Economics and Political Science (LSE) menemukan bukti dalam penelitian ilmiahnya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Inggris kemudian menindaklanjuti temuin ini dengan memasukkan hewan-hewan tersebut dalam UU Kesejahteraan Hewan dan membentuk Komite Kepekaan Hewan.
Sebelumnya, hewan-hewan dengan tulang belakang atau vertebrata seperti mamalia, memang telah dimasukkan ke dalam makhluk hidup yang memiliki perasaan. Namun, hewan-hewan tanpa tulang belakang atau vertebrata, dianggap tidak memiliki perasaan yang sama.
Tetapi setelah diteliti lebih jauh, beberapa invertebrata seperti krustasea jenis dekapoda (seperti kepiting, lobster, udang karang, dan udang prawn), serta jenis sefalopoda (seperti cumi-cumi, gurita, dan sotong), ternyata dapat merasakan rasa sakit, sedih, maupun keadaan bahaya.
Gurita bakar di sebuah perhelatan musik di Dieng 2019. Foto: ESP
Gurita juga disebut-sebut sebagai hewan invertebrata paling kharismatik dan cerdas di Bumi. Dalam sebuah studi yang diterbitkan jurnal iScience, para peneliti mengamati bagaimana gurita mengekspresikan rasa nyeri dan sakit.
ADVERTISEMENT
Para peneliti memberi perlakuan berbeda kepada tiga gurita di ruang tangki, lalu mereka mengamati ruang mana yang disukai gurita. Gurita yang diberi suntikan asam asetat yang menyakitkan, akan menghindari ruangan tempat mereka diberi suntikan tersebut. Sekalipun tempat tersebut merupakan tempat favorit mereka untuk nongkrong.
Pada tangki yang diberi suntikan garam tanpa menimbulkan rasa sakit, tidak terlihat mempengaruhi perilaku gurita. Sementara itu, gurita yang mengalami rasa sakit berkelanjutan sangat menyukai tempat yang diberi pereda nyeri dalam bentuk suntikan lidokain, meskipun tempat itu adalah tempat yang sebelumnya paling dia benci.
Ilustrasi sup lobster. Foto: Pexels
Penghindaran maupun ketertarikan pada ruang ini yang berkaitan dengan rasa sakit dan penghilang rasa sakit menunjukkan bahwa gurita memiliki perasaan emosional negatif terhadap rasa sakit.
ADVERTISEMENT
Jonathan Birch, associate professor di Pusat Filsafat Ilmu Pengetahuan alam dan Sosial LSE yang juga menulis laporan LSE mengatakan para peneliti telah meninjau lebih dari 300 penelitian ilmiah terkait perilaku hewan-hewan tersebut.
“Kami menyimpulkan moluska sefalopoda dan krustasea dekapoda termasuk makhluk hidup yang mampu mengenali perasaan,” kata Birch seperti dimuat oleh www.lse.ac.uk 19 November lalu.
Karena temuan-temuan itu, Birch mengatakan bahwa hewan-hewan tersebut mesti dimasukkan ke dalam undang-undang tentang kesejahteraan hewan yang berlaku di Inggris. Tinjauan LSE juga merekomendasikan penghentian praktik komersial seperti pemotongan capit, ablasi atau pemotongan tangkai mata udang, penjualan krustasea dekapoda hidup kepada orang tak terlatih, serta pembantaian ekstrem seperti direbus hidup-hidup tanpa dimatikan dulu.
Gulai kepiting. Foto: Pexels
Menteri Kesejahteraan Hewan Inggris, Lord Zac Goldsmith, mengatakan bahwa pemerintah Inggris siap mengamandemen UU tentang kesejahteraan hewan dan memasukkan hewan-hewan invertebrata tersebut untuk menjamik kesejahteraannya.
ADVERTISEMENT
“Sains telah menunjukkan dekapoda dan sefalopoda juga bisa merasakan sakit, sehingga sudah semestinya hewan itu dilindungi undang-undang penting ini,” kata Goldsmith seperti dimuat laman resmi pemerintah inggris, www.gov.uk 19 November lalu.
Kendati demikian, perubahan UU itu tidak akan memengaruhi kebijakan terkait praktik industri yang ada seperti penangkapan ikan. Tidak akan ada dampak langsung pada penangkapan kerang atau industri restoran. UU ini menurut dia dirancang untuk memastikan kesejahteraan hewan dipertimbangkan dengan baik dalam pengambilan keputusan di masa depan.
“RUU tersebut, ketika menjadi undang-undang, akan membentuk Komite Kepekaan Hewan yang terdiri dari para ahli dari dalam bidang tersebut,” ujarnya.
“Mereka akan dapat mengeluarkan laporan tentang seberapa baik keputusan pemerintah telah memperhitungkan kesejahteraan hewan hidup dengan Menteri perlu menanggapi Parlemen,” tambah Goldsmith. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT