Keraton Yogya Libatkan 36 Peneliti untuk Kembangkan Ragam Tanaman Khas Keraton

Konten Media Partner
9 Maret 2023 19:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Simposium Internasional Budaya Jawa 2023 dengan tema Makna dan Fungsi Vegetasi dalam Menjaga Kelestarian Alam dan tradisi di Keraton Yogyakarta’ di Royal Ambarrukmo pada Kamis (9/3). Foto: Humas Pemda DIY
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Simposium Internasional Budaya Jawa 2023 dengan tema Makna dan Fungsi Vegetasi dalam Menjaga Kelestarian Alam dan tradisi di Keraton Yogyakarta’ di Royal Ambarrukmo pada Kamis (9/3). Foto: Humas Pemda DIY
ADVERTISEMENT
Dalam rangka peringatan kenaikan tahta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Kasultanan Yogyakarta ke-34 tahun, Keraton Yogyakarta menggelar Simposium Internasional Budaya Jawa dengan mengangkat tajuk ‘Makna dan Fungsi Vegetasi dalam Menjaga Kelestarian Alam dan tradisi di Keraton Yogyakarta’ di Royal Ambarrukmo pada Kamis-Jumat (9-10/3).
ADVERTISEMENT
Ketua Pelaksana Simposium Internasional Budaya Jawa, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, mengatakan bahwa vegetasi dipilih sebagai tema simposium tahun ini karena jarang mendapat perhatian. Selama ini, perhatian publik terhadap Sumbu Filosofi semata-mata hanya bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di sekitarnya.
“Padahal Sumbu Filosofi itu apa yang dibuat Eyang Sinuhun yang pertama (HB I), sebagai orang Jawa itu bukan hanya yang kelihatan. Kita orang Jawa kan simbolis, nah ini yang jarang dimengerti orang,” kata GKR Hayu dalam konferensi pers pembukaan International Symposium and Exhibition on Javanese Culture 2023 di Royal Ambarrukmo, Kamis (9/3).
KPH Notonegoro (kiri) dan GKR Hayu (kanan). Foto: Humas Pemda DIY
Dalam perjalanan Kasultanan Yogyakarta, sejak awal vegetasi sudah memegang peran yang penting. Bukan sekadar sebagai penghias, para pendiri Kasultanan Yogyakarta juga sudah menggunakan vegetasi untuk berbagai kepentingan mulai dari perindang, penyerap polutan, pencegah bencana, hingga sebagai simbol-simbol tertentu. Sayangnya, selama ini masih sangat jarang penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan terkait dengan vegetasi yang ada di Keraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Karena itu, vegetasi atau berbagai tanaman khas di sepanjang Sumbu Filosofi menurutnya menjadi penting untuk dibahas lagi. Dalam simposium ini, Keraton Yogyakarta telah membuka pengiriman paper untuk para peneliti sejak Desember lalu.
Total ada 36 peneliti yang telah mengirimkan paper baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Abstrak yang telah dikirimkan para peneliti itu kemudian ditinjau oleh empat orang reviewer hingga mengerucut menjadi 12 paper terpilih yang didiskusikan dalam sesi sejarah, sains, sastra, dan sosial budaya di simposium tersebut.
“Saya ingin yang para peneliti muda ini ikut, bahkan ada yang masih skripsi. Karena selama ini kan mereka kurang mendapatkan tempat, jadi kami berusaha untuk mewadahi peneliti-peneliti muda itu,” kata GKR Hayu.
GKR Hayu (kiri) dan GKR Mangkubumi (kanan) saat membuka Simposium Internasional Budaya Jawa 2023 di Royal Ambarrukmo, Kamis (9/3). Foto: Humas Pemda DIY
Penghageng Tepas Panitikismo Keraton Yogyakarta, yang juga putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, mengatakan bahwa dalam simposium ini, para peserta akan diajak untuk mengulas kembali ragam vegetasi dan berbagai sudut pandang, sejarah, sains, sastra, dan sosial budaya.
ADVERTISEMENT
Dari segi filosofis, misalnya pohon sawo kecik yang tumbuh di pelataran Kedhaton, yang merupakan simbol masyarakat Jawa akan nilai-nilai kebajikan. Dalam perkembangan sains, vegetasi yang ditanam oleh Pangeran Mangkubumi di tepi jalan kawasan Sumbu Filosofi Yogya dan di luar benteng Keraton juga tidak hanya untuk memenuhi unsur perindang, tapi juga untuk menyerap polutan.
Dari sudut pandang sastra dan filologi, ilustrasi vegetasi dalam manuskrip milik Keraton menurut dia juga memuat gambaran kondisi alam dan sosial masyarakat Jawa kala itu.
“Secara sosial historis, bahan pangan di Yogyakarta telah memperkaya prosesi ritual garebeg dalam bentuk gunungan sebagai simbol sedekah, dan tema-tema lain yang senada bernuansa vegetasi,” kata GKR Mangkubumi.