Konten Media Partner

Ketua DPP NasDem: Ibarat Sepak Bola, PDIP Itu MU, NasDem Itu Manchester City

10 Oktober 2022 20:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP NasDem, Willy Aditya, dalam seminar politik di FISIPOL UGM, Senin (10/10). Foto: FISIPOL UGM
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP NasDem, Willy Aditya, dalam seminar politik di FISIPOL UGM, Senin (10/10). Foto: FISIPOL UGM
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat (NasDem), Willy Aditya, mengungkapkan bahwa setiap partai politik yang ada di Indonesia sebenarnya memiliki cita-cita yang mulia, yakni bagaimana mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Yang berbeda dari setiap partai di Indonesia yakni peta jalan yang dimiliki untuk menuju tujuan mulia tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam seminar politik yang diadakan oleh FISIPOL UGM yang juga dihadiri oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dan Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid, Willy mengibaratkan partai-partai yang ada di Indonesia sebagai tim-tim sepak bola di Liga Inggris.
“PDI Perjuangan itu seperti Manchester United. PKS ini seperti Southampton, punya sekolah yang hebat,” kata Willy Aditya di FISIPOL UGM, Senin (10/10).
Southampton menurut dia adalah tim yang memiliki akademi gemilang dan seringkali melahirkan bintang-bintang kelas dunia. Hal ini mirip dengan yang dialami oleh PKS yang juga memiliki sistem pengkaderan yang kuat.
Sedangkan Manchester United (MU), merupakan salah satu tim terbesar di Liga Inggris dengan sejarah tim yang panjang. Hal itu mirip dengan PDIP, sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia dengan sejarah yang panjang juga.
ADVERTISEMENT
“NasDem ini pengin juara, makanya dia jadi tetangga yang berisik, apa itu? Manchester City bos,” lanjutnya diikuti tawa dan tepuk tangan para peserta seminar.
“Kalau enggak, enggak bisa juara. Apa yang menjadi poin utamanya? Gunakan ilmu pengetahuan. Scientific approach,” lanjutnya.
Pendekatan saintifik menurut Willy adalah keniscayaan dalam menjalankan strategi politik. Saat ini, menurut dia telah terjadi disparitas yang sangat lebar di tengah kalangan intelektual. Intelektual yang kaya, sangat kaya, sedangkan yang miskin sangat miskin.
“Lembaga riset, tukang survei itu sugih ora umum (kaya luar biasa). Yang lain, terpaksa ngamen dari satu seminar, dari satu forum ke forum lain,” ujarnya.
Hal ini terjadi karena adanya bias dimana dalam dunia politik ilmu pengetahuan hanya digunakan untuk kepentingan survei demi memenangkan pemilu.
ADVERTISEMENT
“Tapi dalam proses menjalankan roda pemerintahan, membangun daerahnya, dia tidak menggunakan ilmu pengetahuan dalam melayani dan memajukan daerahnya,” kata dia.
Karena itu, NasDem menurut Willy memilih pendekatan saintifik bukan hanya untuk memenangkan pemilu, tapi juga sebagai dasar menjalankan roda pemerintahan. Sebab, tanpa melibatkan ilmu pengetahuan di dalam proses politik, maka tak akan pernah ada ide-ide dan gagasan baru di dunia politik, selamanya sistem politik di Indonesia hanya akan menghasilkan wacana-wacana lama yang sudah usang dan ketinggalan zaman.
“Copernicus mengatakan pada kita semua, hanya dua hal yang bisa mengubah dunia ini, yang pertama ilmu pengetahuan, yang kedua adalah keberanian. Dan saya harap kita adalah orang-orang yang berani di sini untuk kemudian membuat sebuah peradaban baru,” tegas Willy Aditya.
ADVERTISEMENT