Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten Media Partner
Kisah Kebakaran Hanguskan Toko Buku Iqro Bajakan, tapi Toko Iqro Asli Selamat
27 Maret 2024 14:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Buku Iqro yang jadi pedoman utama anak-anak di Indonesia belajar membaca Al-Quran saat ini ternyata tak terhindar dari praktik pembajakan buku.
ADVERTISEMENT
Padahal, di cover Buku Iqro sudah tertulis kalimat ‘Hati-Hati Buku Bajakan! Bisa Tidak Barokah’.
Praktik pembajakan Buku Iqro itu disampaikan oleh salah satu putri KH As’ad Humam, Erweesbe Maimanati. As’ad Humam adalah sosok pencetus metode Iqro, dialah yang fotonya diabadikan di sampul belakang Buku Iqro sampai saat ini.
Setelah As’ad Humam meninggal dunia, kegiatan produksi dan distribusi Buku Iqro dilakukan oleh Angkatan Muda Masjid dan Mushola (AMM) di Kotagede, Yogyakarta, yang juga jadi penerbit tunggal Iqro. Erweesbe-lah yang kini menjadi pembina lembaga tersebut.
Menurutnya, praktik pembajakan Buku Iqro terjadi di berbagai kota di Indonesia.
“Banyak sekali bajakan-bajakan itu. Paling banyak kami temukan di Jakarta,” ujar Erwee saat ditemui Pandangan Jogja, Selasa (26/3).
Erwee menceritakan kejadian sekitar tujuh tahun silam di Jakarta. Saat itu, terjadi kebakaran di area pertokoan di mana di dalamnya terdapat toko buku. Dan banyak dari toko-toko buku tersebut yang menjual buku-buku Iqro bajakan.
ADVERTISEMENT
“Buku-buku Iqro bajakan yang mereka jual ikut terbakar, kecuali penjual yang mereka mengambil resmi dari kita,” ujarnya.
Padahal, sebagian besar hasil penjualan Buku Iqro yang diproduksi oleh AMM diperuntukkan untuk melakukan dakwah. Misalnya untuk mengadakan berbagai pelatihan atau kajian-kajian keislaman. Baru sebagian lainnya dipakai untuk membiayai operasional lembaga seperti menggaji karyawan dan sebagainya.
“Jadi kalau misalnya membajak buku tanpa izin, itu kan kalau seperti itu terus-terusan berarti menghalangi kami berdakwah. Karena dakwah itu juga perlu finansial,” kata Erweesbe Maimanati.