Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
Kisah Penciptaan Batik Truntum untuk Kamu yang Rindu Keluarga karena Gagal Mudik
4 Mei 2021 16:49 WIB
ADVERTISEMENT
Batik truntum bisa dijadikan pilihan busana yang bisa menggambarkan rasa rindu kepada keluarga di rumah karena lagi-lagi gagal mudik saat lebaran. Penanggung Jawab Museum Batik Yogyakarta, Maria Carmelia, mengatakan bahwa batik truntum paling cocok dipakai untuk menyelami rasa rindu keluarga di kampung karena pada lebaran kali ini pemerintah kembali melarang mudik.
ADVERTISEMENT
“Keinduan di balik penciptaan batik truntum memang untuk suami, tapi rasa rindu kan universal, ke keluarga di kampung kan kita juga rindu sekali seperti rindu ke suami,” katanya.
Maria menjelaskan, batik truntum dibuat oleh seorang perempuan yang sedang sangat merindukan suaminya. Perempuan itu adalah Kanjeng Ratu Kencana atau Ratu Berok, permaisuri Paku Buwono III.
Batik truntum dibuat pada masa Kerajaan Mataram Surakarta sekitar abad ke-18. Saat itu, PB III sebagai raja saat itu sudah lama tidak menemui permaisurinya, Ratu Berok karena keberadaan selir baru.
Suatu hari, Ratu Berok yang sedang tenggelam dalam kesedihannya berjalan di tamansari yang ada di dalam purinya. Di sana ada bunga tanjung yang sedang mekar dan mengeluarkan aroma sangat wangi.
ADVERTISEMENT
Ketika Ratu Berok sedang duduk di bawah pohon bunga tanjung itu, wangi dari bunga yang bermekaran membuatnya ingat, meski kesedihan itu nyata namun dia tidak boleh terlalu lama tenggelam di dalamnya.
“Kemudian beliau mengambil bentuk bunga tanjung itu sebagai motif batik. Jadi dia sangat repetitif, motifnya kecil dan diulang-ulang terus,” kata Lieke, sapaan akrab Maria Carnelia ketika ditemui, Sabtu (24/4).
Secara teknik, motif truntum yang dibuat oleh Ratu Berok saat itu bisa dibilang sangat impresif. Sebab ukurannya yang kecil dan sangat repetitif, sehingga proses pembuatannya pasti sangat meditatif.
Di tengah keasyikannya membatik, sang raja masuk ke ruangannya dan menemui Ratu Berok. Penasaran dengan yang dibuat permaisurinya, PB III kemudian menanyakan apa yang sedang dibuat oleh permaisurinya itu. Sebab, PB III sebelumnya belum pernah melihat motif batik seperti itu.
ADVERTISEMENT
“Akhirnya mulai ngobrol. Besoknya rajanya datang lagi, keduanya kembali ngobrol terus perasaan yang dingin itu menjadi hangat kembali,” ujarnya.
Batik truntum akhirnya membuat rasa cinta antara PB III dan Ratu Berok yang sudah mulai pudar kembali bersemi. Kisah itu kemudian menyebar ke masyarakat luas hingga membuat motif batik truntum menjadi sangat populer dan digemari banyak orang terutama karena cerita cinta di baliknya.
Lieke menjelaskan semua batik bisa dipakai di momentum lebaran, sebab pada dasarnya semua batik itu baik. Namun jika ingin mencari batik yang paling pas dengan situasi sekarang, dimana semua orang harus menahan rindunya yang sudah meluap lebih lama lagi karena dilarang mudik, batik truntum menurutnya bisa menjadi pilihan yang tepat.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya tidak ada yang spesifik bahwa batik ini khusus untuk lebaran, tidak ada juga yang khusus melambangkan kerinduan. Truntum ini mungkin yang paling mendekati ya,” ujarnya.
Pemilihan batik menurutnya juga bisa didasarkan pada hal-hal yang sifatnya personal. Untuk mengobati kangen, bisa juga dengan mengenakan batik kesukaan orangtua di rumah. Sehingga motifnya apapun, asal sering dipakai atau menjadi motif favorit orang yang kita rindukan, juga bisa untuk sedikit mengobati rasa rindu.
“Ada teman saya yang dia sangat merindukan neneknya yang sudah meninggal, lalu dia pakai kebaya milik neneknya untuk mengobati rasa rindunya. Jadi bisa juga alasannya sangat personal,” ujar Lieke.
Jadi bagaimana, sudah menyiapkan batik buat lebaran yang bisa mengobati rasa kangenmu sama orang-orang rumah?
ADVERTISEMENT