Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Komisi Informasi: Indeks Keterbukaan Informasi Publik DIY Masuk 10 Besar Terbaik
2 Agustus 2024 18:58 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Komisi Informasi Pusat menggelar acara Focus Group Discussion (FGD) Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) di eL Hotel Yogyakarta, Jumat (2/8). Melalui diskusi pada acara itu, diperlihatkan data bahwa IKIP untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selalu konsisten di 10 besar terbaik.
ADVERTISEMENT
“Secara umum kita bisa mengatakan posisi DIY itu ada di 10 besar,” ucap Peneliti, Fransiskus Surdiasis, yang memimpin jalannya diskusi, Jumat (2/8).
Pada rekapitulasi hasil sementara IKIP di tahun 2024, skor DIY melampaui 80 yang berarti keterbukaan informasi publik di DIY masuk dalam kategori baik. Faktor yang mempengaruhi IKIP adalah keterbukaan informasi tentang politik, ekonomi, dan hukum, dan DIY mencapai angka di atas 80 persen dari seluruh faktor itu.
“Di aspek politik dan ekonomi itu kita konsisten naik. Hanya saja dimensi hukum kita agak turun-naik,” kata Frans sambil mempresentasikan data.
Untuk diketahui, IKIP adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai sejauh mana aksesibilitas informasi publik bagi masyarakat. IKIP mengevaluasi transparansi lembaga publik dalam menyediakan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Penilaian ini mencakup berbagai aspek, termasuk ketersediaan dokumen publik, responsivitas terhadap permintaan informasi, serta mekanisme penyampaian informasi kepada publik. Indeks ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Komisioner Komisi Informasi Pusat, Handoko Agung Saputro, menyebutkan kalau IKIP harus menyajikan indeks yang faktual dengan data sebenarnya di lapangan. Sebab, indeks ini sangat berpengaruh terhadap berkembangnya penyusunan regulasi terkait persebaran informasi di Indonesia.
“Semestinya kita tidak perlu berkecil hati jika ada data atau fakta yang belum maksimal di mata masyarakat. Fakta-fakta itu harus disajikan secara objektif, rasional, dan proporsional,” jelas Handoko.
Pada forum diskusi ini, hadir sejumlah akademisi, kelompok kerja (pokja), dan jurnalis. Mereka saling melemparkan pendapat terkait keterbukaan informasi dan penyebarluasannya di masyarakat DIY.
ADVERTISEMENT