Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Komnas HAM: Ribuan Korban Pelanggaran HAM Berat Sudah Dapat Layanan Medis Gratis
30 Mei 2022 15:53 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Sampai akhir 2021 Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) telah berhasil mengeluarkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM yang Berat (SKKPHAM) untuk 5858 korban pelanggaran HAM yang berat.
ADVERTISEMENT
Dengan SKKPHAM tersebut, korban dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh layanan psikosial dan bantuan medis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). SKKPHAM sekaligus merupakan surat pengakuan dari lembaga negara bahwa yang bersangkutan adalah korban pelanggaran HAM yang Berat.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan hal itu dalam diskusi ‘Penyelesaian Pelanggaran HAM dan Pemulihan Hak Korban’ di Yogyakarta, Sabtu (29/5) akhir pekan lalu.
Beka menjelaskan Komnas HAM bekerja mengeluarkan SKKP HAM berdasar amanat UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan PP No 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.
“Jadi Komnas HAM tugasnya memverifikasi korban apakah benar ia adalah korban pelanggaran HAM yang berat tersebut. Konteks Jogja ada 2 peristiwa yang masuk dalam pelanggaran HAM yang berat yakni peristiwa 1965 dan Penembakan Misterius (Petrus-red) 1980-an,” jelas Beka.
ADVERTISEMENT
Jika proses verifikasi selesai maka Komnas HAM akan mengeluarkan SKKPHAM yang dengan ini korban bisa mendapat layanan medis dan psikososial di bawah kewenangan LPSK.
Berbagai hak yang akan diterima korban HAM pemegang SKKPHAM antara lain layanan BPJS Kelas 1 gratis tanpa iuran seumur hidup. Korban juga berhak mendapat assessment kesehatan dari dokter yang ditunjuk LPSK untuk mendapat perawatan sesuai kebutuhan. Jika korban menderita sakit jantung maka ia berhak mendapat perawatan dokter spesialis jantung. Dan jika perlu kacamata atau kursi roda dan sebagainya, korban juga berhak mendapatkannya secara gratis.
Korban juga berhak mendapat layanan psikosial atau pendampingan psikolog atau psikiater jika memang berdasar assessment kesehatannya membutuhkan hal itu.
“Dan sampai setahun pertama korban pemegang SKKP juga berhak pergantian ongkos transport ke rumah sakit maksimal 180 ribu per kedatangan, sebulan dua kali akan ditanggung negara. Tapi memang dari 5.858 penerima SKKPHAM itu belum semua yang mengajukan layanan kesehatan ke LPSK, ada beberapa alasan, salah satunya misalnya karena orangnya memang tidak memerlukan layanan medis,” terang Beka.
ADVERTISEMENT
Beka menambahkan, selain korban, yang berhak dapat layanan medis di antaranya, orangtua korban, istri dan istri sambung, dan anak.
"Satu ke atas, satu ke samping, dan satu ke bawah, berhak semua mendapat layanan kesehatan dari LPSK," katanya.
Mayoritas Masih Korban Peristiwa 1965
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, di kesempatan itu juga menyatakan bahwa di tahun ini dan tahun-tahun mendatang Komnas HAM akan makin meluaskan verifikasi korban pelanggaran HAM.
Untuk diketahui, dari 5858 korban HAM penerima Surat Keterangan Korban Pelanggaran SKKP HAM yang berat (SKKPHAM) 70 persen di antaranya adalah korban pelanggaran HAM yang berat peristiwa 1965-1966.
Hal tersebut karena memang sudah sejak lama korban Peristiwa 1965-1966 mendapat pendampingan dari banyak lembaga sosial masyarakat sehingga memudahkan untuk proses verifikasi.
ADVERTISEMENT
“Korban pelanggaran HAM yang berat lainnya kita terus berupaya untuk segera mendapat SKKPHAM. Kita kerjasama dengan banyak pihak, bahkan dengan jurnalis untuk mendapat data sehingga kita bisa verifikasi. Prinsipnya kita ingin memudahkan korban, jadi Komnas HAM yang akan pro aktif,” kata Beka.
Total ada 15 peristiwa pelanggaran HAM yang berat yang saat ini sudah diakui negara sebagai pelanggaran HAM yang berat sehingga korban berhak mendapat SKKPHAM.
Di antaranya peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Timor Timur 1999, Kerusuhan Mei 1998, Tri Sakti, Semanggi 1 dan Semanggi 2, Penculikan Aktivis, Peristiwa Santet, Paniai, Wasior dan Wamena, Abepura, dan di Aceh ada beberapa peritiswa Jambo Keupok Aceh Selatan 2003, Simpang KAA Aceh Utara 1999, Rumoh Geudong 1989-1998.
ADVERTISEMENT
Beka Ulung menyatakan Komnas HAM akan terus berusaha meluaskan sasaran penerima SKKPHAM sekaligus penambahan layanan yang diterima oleh korban dari negara.
“Sebab ini semangatnya adalah pengakuan dari negara bahwa ini adalah pelanggaran HAM, yang dengan SKKPHAM ini korban ditinggikan dan diakui sebagai korban sehingga berhak dapat kompensasi dari negara,” jelas Beka Ulung Hapsara.