Konten Media Partner

Kualitas Pendidikan Pelajar Miskin Tertinggal 2 Tahun Dibanding Pelajar Kaya

29 April 2022 17:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelajar. Foto: Worldbank.org
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelajar. Foto: Worldbank.org
ADVERTISEMENT
Kesenjangan kualitas pendidikan antara pelajar dari keluarga miskin atau kelompok sosial ekonomi bawah dengan pelajar dari keluarga kaya di Indonesia masih sangat jauh. Berdasarkan data PISA sejak 2006 sampai 2018, kesenjangan literasi antara 25 persen pelajar dengan perekonomian terbawah dan 25 persen pelajar dengan perekonomian tertinggi, mencapai 40 sampai 50 poin.
ADVERTISEMENT
“40 sampai 50 poin itu setara dengan sekitar 1,5 sampai 2 tahun pembelajaran,” kata Kepala Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud RI, Anindito Aditomo, dalam webinar yang diadakan Kemendikbud, Selasa (26/4).
Artinya, jika ada dua siswa yang usianya sama dan berada di kelas yang sama, namun berasal dari keluarga dengan kemampuan sosial ekonomi berbeda, kemungkinan besar kedua anak tersebut memiliki kesenjangan kemampuan literasi baik dalam matematika, sains, maupun membaca, setara dengan hampir dua tahun pembelajaran.
“Sayangnya kita juga belum berhasil menutup kesenjangan itu dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 2018 kesenjangannya tampak semakin melebar,” lanjutnya.
Anindtio Aditomo. Foto: Widi Erha Pradana
Meledaknya pandemi COVID-19, membuat krisis atau permasalahan itu makin parah, meskipun pandemi bukanlah penyebab krisis pembelajaran yang ada. Sebab, krisis pembelajaran sudah terjadi di dunia pendidikan Indonesia sejak lama. Namun pandemi menurut Anindito, membuat krisis pembelajaran yang ada jadi semakin parah karena mengganggu berbagai program yang sudah disiapkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Sebelum pandemi, kemajuan belajar selama satu tahun (kelas 1 SD) adalah sebesar 129 poin untuk literasi dan 78 poin untuk numerasi. Sedangkan setelah pandemi, kemajuan belajar selama kelas 1 berkurang secara signifikan. Kemajuan literasi jadi 77 poin, sedangkan kemajuan untuk numerasi jadi 34 poin.
“Itu artinya ada pengurangan sekitar 5 sampai 6 bulan pembelajaran,” ujar Anindito Aditomo.
Dan efek dari pandemi berdampak lebih parah terhadap pelajar yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke bawah. Sebab, banyak dari mereka yang belum memiliki akses yang layak terhadap sumber pembelajaran, dalam hal ini gawai atau laptop dan jaringan internet.
“Kalau di rumah gadget saja harus gentian dengan kakak atau adiknya, meja belajar saja tidak ada, ruang khusus tidak punya, tentu saja pembelajarannya akan sulit sekali untuk menjadi efektif,” ujarnya.
Ilustrasi pelajar. Foto: Worldbank.org
Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kesenjangan ini menurut Anindito adalah intervensi asimetris. Salah satu intervensi asimetris yang dimaksud adalah terkait kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional pendidikan (BOP) tahunan. Sebelumnya, besaran BOS diseragamkan untuk seluruh siswa di seluruh Indonesia. Satuan biaya per kepala atau per anak di seluruh sekolah di Indonesia, semua sama.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya intervensi asimetris ini, sekolah-sekolah yang berada di tempat-tempat yang prasarananya lebih terbatas, justru akan mendapatkan BOS dan BOP lebih tinggi.
“Sehingga harapannya pelajar di sekolah-sekolah yang prasarananya terbatas, bisa mengejar ketertinggalan mereka,” kata Anindito Aditomo.