Kuliah Lama-Lama, Mengapa Masih Banyak Sarjana dan Diploma Menganggur?

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI, Ida Fauziah, mengungkapkan masih tingginya angka pengangguran di kalangan diploma dan sarjana. Beberapa waktu lalu, Ida menyampaikan bahwa angka pengangguran lulusan diploma dan sarjana di Indonesia mencapai 12 persen.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hermawan Ardiyanto, mengatakan bahwa tingginya pengangguran di tingkat diploma dan sarjana terjadi karena beberapa hal. Pertama karena belum adanya kesesuaian antara kompetensi lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi dengan yang dibutuhkan dunia industri.
“Masalah link and match memang sampai sekarang masih terjadi. Jadi antara yang dihasilkan oleh kampus dengan yang dibutuhkan oleh pasar itu masih ada miss-nya,” kata Hermawan Ardiyanto saat ditemui usai peresmian Badan Pengembangan Inovasi dan Hilirisasi Industri (BPIHI) di Fakultas Teknik UGM, Jumat (3/3).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut dia juga masih relatif lambat. Hal itu membuat kemampuan dunia industri menciptakan lapangan tenaga kerja juga masih lambat.
“Sehingga lulusan-lulusan yang terus dihasilkan oleh kampus tidak bisa langsung ditampung oleh dunia kerja,” kata dia.

Masalah lain adalah adanya perubahan industri yang sangat cepat. Di sisi lain, seringkali kampus kurang responsif dalam menyesuaikan materi pembelajarannya terhadap perubahan itu.
Untuk mengatasi masalah tersebut, KADIN saat ini menurut dia juga tengah menggencarkan komunikasi dan kerja sama dengan perguruan tinggi.
“Terutama untuk risetnya, supaya riset yang dilakukan kampus bisa match dengan yang dibutuhkan pasar,” kata Hermawan Ardiyanto.
Dekan Fakultas Teknik UGM, Selo, mengatakan bahwa saat ini perguruan tinggi terus berusaha untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten dan dibutuhkan dunia kerja. Di FT UGM misalnya, dia mengatakan bahwa kurikulum pembelajaran selalu disesuaikan dengan perkembangan yang ada di dunia industri.

Selain itu, dalam kurikulum di kampus juga mulai dimasukkan pembelajaran tentang kewirausahaan.
“Sehingga lulusan tidak hanya bergantung pada lapangan kerja yang tersedia di lapangan, tetapi sudah bisa punya jiwa entrepreneur,” kata Selo.
Dia mengatakan bahwa yang saat ini masih jadi kendala di perguruan tinggi adalah kepercayaan dunia industri terhadap lulusan perguruan tinggi yang belum terbangun secara kuat.
“Sebetulnya kalau trust itu bisa dibangun, industri percaya kepada perguruan tinggi, perguruan tinggi percaya pada industri, maka link and match itu bisa dibangun bersama-sama sampai bisa menghasilkan lulusan yang kompeten,” ujarnya.

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek, Nizam, mengatakan bahwa sebetulnya kondisi ketenagakerjaan di tingkat sarjana dan diploma relatif membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2022 misalnya, lulusan diploma dan sarjana di Indonesia menyumbang angka pengangguran mencapai 14 persen.
“Sebetulnya membaik, dalam tiga, empat tahun ini angka pengangguran sarjana dan diploma itu menurun cukup signifikan,” kata Nizam.
Meski begitu, perguruan tinggi menurut dia harus terus mengembangkan lulusan-lulusan yang memiliki semangat kewirausahaan yang bisa mandiri bahkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
“Tentu ini tidak mudah, tapi ini harus kita mulai karena itu akan menjadi masa depan,” ujarnya.