Konten Media Partner

Lindungi Cagar Budaya, Rekayasa Lalin di Plengkung Gading Diterapkan Bulan Depan

24 Februari 2025 13:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) diambil dari sisi selatan. Foto: Tepas Tandha Yekti Karaton Ngayogyakarta/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) diambil dari sisi selatan. Foto: Tepas Tandha Yekti Karaton Ngayogyakarta/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Dinas Perhubungan (Dishub) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan segera menerapkan Uji Coba Sistem Satu Arah (SSA) di area cagar budaya Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya pada pekan kedua Maret 2025 mendatang.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub DIY, Rizki Budi Utomo, mengatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif arus lalu lintas terhadap struktur bangunan bersejarah yang telah mengalami deformasi akibat pelapukan biologis dan aktivitas manusia.
Kebijakan tersebut diputuskan setelah melalui FGD Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Alun-alun Kidul Yogyakarta bersama dengan stakeholder terkait, termasuk juga dari BPBD DIY dan BASARNAS Yogyakarta, Senin (24/02) di Kantor Dinas Perhubungan DIY. Nantinya, arus lalu lintas di kawasan ini hanya diperbolehkan dari utara (dalam beteng) menuju selatan (luar beteng).
Rizki mengatakan aturan ini akan diberlakukan selama satu bulan. Selama periode ini pengawasan ketat akan diterapkan, termasuk larangan bagi kendaraan besar seperti bus pariwisata untuk memasuki area Plengkung Nirbaya.
ADVERTISEMENT
“Beberapa kejadian sebelumnya, ada kendaraan berdimensi cukup besar masuk di Plengkung Nirbaya, meskipun sudah dipasang rambu-rambu larangan. Sering pula terjadi kendaraan roda 4 terjebak karena berpapasan dengan kendaraan roda 2 yang menunggu antrean lampu lalu lintas di dalam bangunan. Ini berpotensi menyerempet dinding plengkung secara langsung,” ungkap Rizki, Senin (24/2).
Hasil kajian Dinas Kebudayaan DIY pada tahun 2018 menunjukkan bahwa Plengkung Nirbaya mengalami kerusakan serius, termasuk retakan yang dapat mengancam keselamatan bangunan. Kerusakan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk getaran dari kendaraan yang melintas. Untuk mencegah perluasan deformasi, langkah-langkah pencegahan telah dilakukan sejak 2019, termasuk perbaikan fisik dan biologis pada struktur bangunan.
“Penanganan karena faktor manusia secara langsung juga telah dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan memasang pagar pembatas meskipun belum efektif. Bahkan, sering terjadi pembobolan gembok pagar pembatas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk upaya penanganan penyebab karena aktivitas manusia dan kendaraan yang bersifat langsung dan repetitif belum dilakukan. Hal ini karena berhubungan dengan mobilitas masyarakat di jalan raya. Untuk itu, setelah melalui berbagai kajian, Rizki menyebut, harus segera dilakukan rekayasa lalu lintas untuk mencegah deformasi semakin meluas.
“Beberapa kejadian sebelumnya menunjukkan bahwa kendaraan berdimensi besar sering kali melanggar rambu-rambu larangan, berpotensi merusak dinding plengkung. Dengan adanya rekayasa ini, beban lalu lintas di sekitar Plengkung Nirbaya dapat diminimalisasi, sehingga struktur bangunan dapat terjaga dengan baik," kata Rizki.
Kajian tersebut mendapat perhatian juga dari Akademisi UGM, Bakti Setiawan dan Ikaputra yang mengindikasikan adanya peningkatan beban kegiatan dalam bentuk jumlah kunjungan dan perubahan fungsi ruang pada Kawasan Keraton, sedangkan kapasitas daya tampung ruang sangat terbatas. Hal ini penting diperhatikan untuk menjamin keberlanjutan pelestarian cagar budaya di kawasan Keraton dalam menghadapi dampak tekanan perkembangan kota.
ADVERTISEMENT
Ikaputra mengatakan, Plengkung Nirbaya menghadapi tantangan serius terkait kondisi fisiknya. Terdapat potensi kerusakan struktur bangunan dinding Baluwarti di sisi selatan yang berupa retakan, hingga pada area Plengkung Nirbaya. Kerusakan ini tidak hanya mengancam keindahan arsitektur, tetapi juga keselamatan pengunjung.
Identifikasi telah dilakukan Dinas Kebudayaan DIY bahwa ada retakan pada lantai yang menyebabkan amblas hingga sekitar 10 cm. Selain itu, bagian tepi lantai Plengkung Nirbaya juga mengalami kerusakan, dengan pecahan dan kelupasan di beberapa sudut.
Peningkatan kegiatan pemanfaatan ruang, termasuk untuk kegiatan pariwisata, meningkatkan kegiatan lalu lintas di seluruh kawasan. Ini berlawanan dengan upaya untuk menurunkan emisi karbon dan iklim mikro kawasan. Konsep ‘traffic calming’ yakni pengurangan intensitas lalu lintas, yang juga termasuk mendukung digunakan moda transportasi bukan motor serta pedestrian, menurutnya harus diprioritaskan di kawasan ini.
ADVERTISEMENT
“Konteks penanganan Plengkung Nirbaya tidak saja sebagai solusi struktur plengkung terhadap faktor-faktor tersebut. Namun juga mempertimbangkan atribut-atribut pusaka budaya di dalam jeron benteng yang juga perlu dilindungi dari ancaman-ancaman kerusakan tanpa mengurangi kemanfaatan atribut bagi masyarakat,” jelasnya.
Getaran yang dihasilkan oleh kendaraan menurutnya berdampak negatif pada struktur bangunan yang telah berusia ratusan tahun itu. Langkah mengurangi arus lalu lintas di wilayah ini menjadi upaya preventif awal yang perlu dilakukan, sambil menyiapkan masterplan penataan dan pengembangan kawasan tersebut.
“Strategi pertama yang harus dilakukan adalah pengaturan jumlah kunjungan untuk menghindari kepadatan yang dapat merusak objek cagar budaya. Salah satu langkah konkret adalah membatasi kendaraan yang masuk ke kawasan Keraton, terutama di akses Plengkung Nirbaya," ujar Ikaputra.
ADVERTISEMENT