Konten Media Partner

Macan Tutul Jawa Sudah Tak Agresif tapi Masih Diburu dan Diracun sampai Mati

29 Mei 2022 16:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Macan tutul jawa yang terekam kamera jebak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Foto: Conservation International/TNGHS
zoom-in-whitePerbesar
Macan tutul jawa yang terekam kamera jebak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Foto: Conservation International/TNGHS
ADVERTISEMENT
Sejak 2016 sampai 2019, kasus eksploitasi macan tutul jawa (Panthera pardus melas), cenderung mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
Padahal macan tutul sebenarnya sudah beradaptasi menjadi tidak terlalu agresif kepada manusia. Ketimbang berkonflik dengan manusia, macan tutul akan lebih memilih menghindar.
“Karena mereka tahu juga, melihat dari saudaranya yang kemudian habis karena terlalu agresif atau cukup galak dalam menghadapi tekanan manusia,” kata Member of IUCN SSC Cat Specialist Group, Erwin Wilianto, dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan Yayasan Auriga Nusantara, pekan kemarin.
Namun, manusia menurutnya masih memperlakukan macan tutul dengan cara yang jauh dari kata ramah. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan macan tutul membuat tindakan kekerasan masih seringkali dilakukan setiap terjadi interaksi dengan macan tutul.
“Masyarakat yang kurang paham kemudian meracun, satu kasus juga di Soreang ditembak ramai-ramai akhirnya macannya tergantung di pohon, padahal dia sudah ketakutan,” lanjutnya.
Member of IUCN SSC Cat Specialist Group, Erwin Wilianto
Yayasan Sintas mencatat, pada 2016 terdapat satu kasus perdagangan macan tutul dan tiga kasus penangkapan, pada 2017 dan 2018 masing-masing terjadi satu kasus perdagangan dan dua kasus macan tutul dibunuh.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada 2019, jumlah kasus eksploitasi meningkat tajam, dimana kasus perdagangan menjadi lima kasus, penangkapan satu kasus, dan pembunuhan satu kasus.
Erwin juga menemukan masih adanya penggunaan kulit macan tutul untuk keperluan budaya, seperti membuat barongan dalam reog. Karena kulit harimau sudah semakin sulit ditemukan, akhirnya macan tutul menjadi sasaran berikutnya.
Interaksi atau perjumpaan antara macan tutul dan manusia memang masih cukup tinggi. Erwin mencatat, sejak 2008 sampai 2019, total tercatat ada 94 perjumpaan antara manusia dan macan tutul yang dilaporkan.
Sebanyak 37 kasus karena macan tutul masuk pemukiman, 41 kasus macan memangsa ternak, dua kasus masuk permukiman dan memangsa ternak, 10 macan terkena jerat, serta empat ekor ditemukan dalam keadaan mati.
ADVERTISEMENT
Dari total kasus itu, ada 31 macan tutul yang ditangkap dan dimasukkan ke kebun binatang atau pusat penyelamatan satwa.
“Tapi hanya sekitar lima ekor saja dari 31 yang bisa dikembalikan ke alam,” ujarnya.
Hal ini jadi catatan penting, sebenarnya ada masalah apa dengan penanganan pasca-konflik. Atau memang karena penangkapan bukanlah cara yang tepat dalam menangani konflik.
Merujuk catatan, masa kelam sang raja terakhir tanah jawa ini sebenarnya sudah dimulai sejak lama, baik sebelum maupun sepanjang masa kolonialisme.
Catatan Peter Boomgaard, selama 10 tahun saja sepanjang 1925 hingga 1935, baik pemburu orang-orang kolonial maupun lokal bisa berburu 135 ekor di Jawa Timur saja. Erwin memperkirakan, hal serupa juga terjadi di Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
“Karena pada waktu itu terjadi pembukaan hutan besar-besaran untuk pembukaan perkebunan, sehingga satwa-satwa liar yang dianggap buas mereka singkirkan,” ujarnya.
HS Bannert bahkan mencatat bahwa ada seorang taxidermist yang membuat sekitar 500 opsetan macan tutul hanya dalam kurun waktu 10 tahun. Yang tidak tercatat, sangat mungkin jauh lebih besar dari angka itu.
Konflik antara manusia dan macan tutul atau macan kumbang makin diperparah dengan adanya stigma bahwa macan dianggap sebagai binatang yang menakutkan, bahkan melebihi harimau, seperti yang digambarkan Eugene Sue dalam novel Le Juif Errant.
“Dari sekian tahun sampai sekarang tidak pernah tercatat ada kasus macan tutul menyerang manusia kecuali terpaksa,” tegas Erwin Wilianto.