Mahfud Cari Cara Reformasi Peradilan, Profesor UGM: Pengawasan MA Harus Terbuka

Konten Media Partner
28 September 2022 16:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam, Mahfud MD Gelar Rapat Lintas Kementerian. Foto: Dok. Humas Menkopolhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam, Mahfud MD Gelar Rapat Lintas Kementerian. Foto: Dok. Humas Menkopolhukam
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkapkan dirinya sedang mencar formula untuk mereformasi bidang hukum peradilan menyusul dengan ditangkapnya hakim agung Sudrajad Dimyati oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, upaya reformasi lembaga peradilan itu merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden menurut dia sangat kecewa dengan institusi peradilan yang justru di dalamnya justru masih marak terjadi praktik jual-beli perkara.
Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, mengatakan bahwa ada dua hal penting yang harus dipikirkan jika Indonesia mau memperbaiki keadaan ini.
Pertama dari sisi internal, kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung (MA) harus mampu mengembangkan sistem pengawasan yang mencakup pencegahan (preventif), proses penanganan perkara oleh hakim dan pejabat di lingkungan pengadilan.
“Juga kuratif, ketika terjadi pelanggaran baik etik, administrasi, dan hukum, sekecil apapun MA harus mengambil sikap dan Tindakan yang tegas dan konsisten,” kata Sigit Riyanto, Selasa (27/9).
Profesor Sigit Riyanto. Foto: Dok. Antara
Dari sisi eksternal, MA dan kekuasaan kehakiman di bawahnya menurut Sigit harus berani terbuka. Prinsip keterbukaan menurut dia adalah keniscayaan jika memang dunia peradilan di Indonesia ingin berbenah jadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, prinsip keterbukaan ini juga tidak akan mengurangi independensi MA sebagai lembaga peradilan yang netral dan objektif. Sebaliknya, prinsip keterbukaan ini justru akan meningkatkan kapasitas, kredibilitas, serta akuntabilitasnya sebagai lembaga peradilan di hadapan sistem hukum dan ketatanegaraan yang beradab dan berkeadilan.
“Jangan karena alasan independensi, sehingga mereka tidak mau terbuka, justru itu keliru,” kata dia.
Keterbukaan ini, salah satunya bisa dilakukan MA dengan cara mereka harus berani dan siap untuk bersinergi dengan Komisi Yudisial (KY) dalam melakukan pengawasan.
Dua lembaga tersebut menurut Sigit harus saling mendukung dan menguatkan untuk mewujudkan sistem peradilan dan kekuasaan kehakiman yang benar-benar merdeka namun tetap kredibel dan akuntabel.
“Tanpa keterbukaan dan kesiapan untuk bekerja sama dengan pihak eksternal, lembaga peradilan kita akan kehilangan kepercayaan dari publik dan pencari keadilan. Bahkan bisa mengalami pembusukan dan korosi,” kata Sigit Riyanto.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mahfud MD mengungkapkan kekecewaan Presiden Jokowi kepada lembaga peradilan di Indonesia setelah ditangkapnya Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Pasalnya, ketika pemberantasan korupsi sudah dilakukan cukup baik di ranah eksekutif, justru masih sering terjadi penggembosan di lembaga yudikatif dengan tameng hakim harus merdeka dan independen sehingga tidak boleh ada intervensi apapun dari pihak luar.
“Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan,” kata Mahfud MD dilansir Kumparan News, Selasa (27/9).
Lebih lanjut, pemerintah menurut dia juga sudah bertindak tegas termasuk untuk mengamputasi bagian tubuhnya sendiri seperti menindak pelaku kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Asabri, Garuda, Satelit Kemhan, Kementerian, dan sebagainya. Kejaksaan Agung dan KPK juga dinilai sudah bekerja keras dan cukup berhasil dalam memberantas korupsi.
ADVERTISEMENT
Tapi dengan dalih bahwa hakim harus merdeka, ternyata lembaga peradilan justru menjadi sarang jual-beli perkara karena tidak tersentuh oleh pihak luar.
“Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sementara mereka yudikatif,” ujarnya.
“Mereka selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri. Eh, tiba-tiba muncul kasus hakim agung Sudrajad Dimyati dengan modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum gila-gilaan yang sudah sering saya peringatkan di berbagai kesempatan," tegas Mahfud MD.