Konten Media Partner

Mantram Wirosuto: Tak Ada Kraton Ambarketawang, Tak Akan Ada Jogja

14 Maret 2021 18:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara sarasehan seni budaya Komunitas Wirosuto. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Acara sarasehan seni budaya Komunitas Wirosuto. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kelompok nguri-uri budaya bernama Komunitas Wirosuto yang berkedudukan di Gamping, Sleman, menggelar acara ‘Mantram Wirosuto’ pada Sabtu (13/3) malam sebagai peringatan tanggal Hadeging Nagari Ngayogyokarto Hadiningrat (berdirinya Kasultanan Yogyakarta).
ADVERTISEMENT
Acara yang digelar di Petilasan Kraton Ambarketawang itu diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur dan sekaligus mengingat semangat kewiratamaan Pangeran Mangkubumi yang berjuang dalam mendirikan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ketua Komunitas Wirosuto, Mugiono Cahyadi mengatakan bahwa prosesi di Petilasan Kraton Ambarketawang bukanlah tanpa alasan yang jelas.
“Ahli sejarah Kraton Ngayogyokarto KPH Yudhodiningrat sebagai narasumber riset yang dilakukan Wirosuto, menyatakan bahwa kalau tidak ada Kraton Ambarketawang, maka tidak akan ada Jogja. Artinya bahwa Petilasan Kraton Ambarketawang ini punya nilai historis sejarah tinggi, sebagai cikal bakal berdirinya Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat atau secara kewilayahan hari ini sebagai Yogyakarta,” papar Yoyon, panggilan sehari-hari Mugiono Cahyadi.
Ketua Komunitas Wirosuto, Mugiono Cahyadi, (kanan pegang mix) saat memberi sambutan acara. Foto: Istimewa.
KPH Yudhadiningrat, disampaikan Yoyon, juga mengungkapkan bahwa selepas perjanjian Giyanti ditandatangani, tanggal 13 Maret 1755 (29 Jumadil Awal) Pangeran Mangkubumi beserta pasukannya boyong ke Ambarketawang yang kemudian mendeklarasikan Kekuasaan Ngayogyakarto Hadiningrat.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, tanggal 13 Maret merupakan tanggal istimewa yang secara kebudayaan perlu diperingati, yang akan menjadi agenda rutin Wirosuto setiap tahunnya untuk ditirakati,” jelas Yoyon.
Melalui acara tirakat “MANTRAM WIROSUTO”, kelompok nguri-uri budaya Wirosuto ingin mengajak masyarakat untuk belajar sejarah bersama, menggali nilai-nilai adiluhung serta tradisi-tradisi leluhur yang syarat akan makna berkehidupan. Nilai-nilai atau “Ngelmu” yang ditinggalkan Pangeran Mangkubumi di antaranya, konsep Watak Satriyo: Nyawiji (konsentrasi total), Greget (semangat), Sengguh (percaya diri), dan Ora Mingguh (penuh tanggungjawab).
Beda Sudirman melafalkan tembang Manunggal (listianing Hyang) dalam prosesi penyambutan peserta ritual. Foto: Istimewa.
Acara “MANTRAM WIROSUTO” pada Sabtu (13/3) malam diselenggarakan dengan prosesi sakral, dimulai dari ruwatan sumur tua dilokasi Kraton Ambarketawang, yang sumur tersebut dipercaya ada sejak pertama kali berdirinya Petilasan Kraton Ambarketawang dan sampai hari ini masih digunakan airnya untuk acara-acara ritual. Air merupakan sarana untuk membersihkan diri bagi para peserta “MANTRAM WIROSUTO”, yang dalam acara ini Wirosuto menggunakan air tersebut untuk simbol bersih diri dan menimba air dari sumur sebagai simbol “Ngangsu Kaweruh” (menimba ilmu) dari sejarah Hadeging Nagari Ngayogyokarto Hadiningrat.
ADVERTISEMENT
Setelah prosesi bersih diri, dilanjutkan dengan menuju tempat yang sudah dipersiapkan dengan para peserta “Mantram Wirosuto” melakukan laku “Topo Bisu” sampai menunggu acara dibuka. Kemudian acara dilanjutkan dengan prosesi Tirakatan Mantram Wirosuto yaitu berkatan ingkung sebagai wujud rasa syukur sekaligus doa bersama lintas agama sebagai bentuk ngalab berkah. Acara selanjutnya adalah sarasehan kebudayaan dengan tema Hadeging Nagari Ngayogyokarto Hadiningrat, yang kemudian sebagai penghujung acara “MANTRAM WIROSUTO” adalah laku “Melek” sampai pagi.
Pelaksanaan acara ini dihadiri segenap penyitas Wirosuto, jaringan Wirosuto dari Betbah, Prambanan, Sedayu, Condong Catur, Lurah Ambar Ketawang, pengiat Budaya Nusantara, Kawula Mataram, Ansor, dan masyarakat Ambar Ketawang.
Prosesi bersih diri sebelum acara dimulai. Foto: Istimewa
Ary Fatanen sebagai pelaku kajian sejarah memaparkan sejarah petilasan kraton ambarketawang yang memiliki peran besar berdirinya kraton kasultanan ngayovyokarto. Sebagai upaya memperkaya kajian tersebut Nono Karsono sebagai moderator mengajak Pak Lurah, Seniman, Nano Asmorondono, Pakde Usman, sebagai tokoh setempat untuk memberikan tambahan informasi dan pengetahuan terkait sejarah Kraton Ambarketawang.
ADVERTISEMENT
Selain penambahan informasi dan pengetahuan ada juga pesan dan tantangan bagaimana kita semua bisa berkolaburasi untuk melakukan tranformasi nilai kepahlawanan dan intelektualitas Pangeran Mangkubumi untuk anak cucu kita semua dari sodara Adam, pengiat kawulo Mataram dan penggiat Budaya Nusantara. (Sarivita / YK-1)