Masifnya Tambang Pasir di Muara Sungai Progo Ancam Habitat Burung Pantai Migran

Konten Media Partner
28 Mei 2023 13:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti dari Endemic Indonesia Society (IES), Rahmadiyono Widodo. Foto: PPBJ
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti dari Endemic Indonesia Society (IES), Rahmadiyono Widodo. Foto: PPBJ
ADVERTISEMENT
Muara Sungai Progo di kawasan Pantai Trisik menjadi salah satu tempat berlabuh bagi 40 lebih jenis burung pantai migran yang datang dari belahan Bumi utara setiap tahunnya. Kawasan ini menjadi tempat istirahat dan mencari makan burung-burung tersebut selama beberapa bulan sebelum kembali ke kampung halamannya untuk berkembang biak.
ADVERTISEMENT
Banyaknya jumlah dan jenis burung pantai yang bermigrasi ke muara Sungai Progo ini bahkan membuat kawasan ini dianggap penting di dunia internasional. Namun, kondisi muara Sungai Progo saat ini dinilai semakin mengkhawatirkan dengan adanya tambang-tambang pasir di kawasan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti dari Endemic Indonesia Society (IES), Rahmadiyono Widodo, dalam webinar peringatan World Migratory Bird Day (WMBD) 2023 yang digelar oleh IES dan Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) pada Sabtu (27/5).
Rahmadiyono mengatakan bahwa saat ini penambangan pasir di muara Sungai Progo semakin masif. Aktivitas penambangan tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sekitar secara manual seperti beberapa tahun lalu.
“Salah satu ancaman terbesar bagi burung-burung bermigrasi di sana adalah adanya penambangan pasir yang sangat masif dan dengan teknologi yang sudah tidak tradisional, seperti pakai alat berat, mesin sedot, dan sebagainya,” kata Rahmadiyono Widodo.
Merpati batu (Columbia livia) yang sedang ikut mencari makan bersama kawanan burung air di muara Sungai Progo. Foto: Naufal Seta/PPBJ
Padahal, keberadaan pasir di muara Sungai Progo tersebut menurut dia sangat penting bagi burung-burung pantai migran tersebut untuk beristirahat dan mencari makan. Sebab, meski kaki mereka relatif panjang, namun mereka tetap butuh tanah atau pasir untuk berpijak karena sebagian besar dari mereka tidak bisa berenang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pasir-pasir di muara Sungai Progo juga menjadi tempat tinggal berbagai jenis makanan mereka. Sehingga ketika permukaan pasir tersebut hilang, maka sumber makanan mereka juga hilang.
“Sehingga keberadaan pasir atau lumpur yang sehat di muara Sungai Progo itu sangat penting untuk mendukung keberlanjutan hidup mereka,” lanjutnya.
Saat ini, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY menurut dia sebenarnya juga telah menetapkan kawasan Pantai Trisik dan sekitarnya sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Perlindungan kawasan ini menurut dia sebenarnya sangat baik, karena tidak hanya melindungi jenis-jenis burung yang ada, tapi juga melindungi habitatnya.
“Jadi muaranya itu yang dilindungi. Jadi ini perlu kita kawal bersama-sama supaya implementasinya ke depan juga berjalan dengan baik,” kata dia.
Burung migran Dara Laut Jambul memutihkan delta di tengah muara Sungai Progo yang kini terancam oleh tambang. Foto oleh : Maya Vita
Meski begitu, solusi dari permasalahan ini menurut dia tidak bisa serta merta menutup tambang-tambang pasir tersebut. Sebab, kepentingan masyarakat sekitar yang biasa mencari penghidupan juga dari muara Sungai Progo, salah satunya dengan menambang pasir. Sehingga, ketika tambang-tambang pasir itu dipaksa untuk ditutup tanpa ada solusi lain, maka hanya akan menimbulkan masalah baru.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak bisa hanya fokus kepada burungnya saja, tapi juga harus melihat konteks yang lebih luas supaya bagaimana masyarakat itu tetap mendapat manfaat ekonomi tapi burung itu juga tetap lestari,” kata dia.
Pengamatan harus dilakukan dengan merangkak agar tidak membuat terbang burung migran yang sedang diamati. Foto oleh : Maya Vita
Ada beberapa mekanisme yang menurut Rahmadiyono bisa dilakukan supaya masyarakat bisa tetap mendapat manfaat ekonomi tapi habitat burung migran di muara Sungai Progo bisa tetap lestari. Misalnya dengan tetap mengizinkan praktik penambangan namun hanya untuk penambang-penambang tradisional dengan skala kecil.
Selain itu, keberadaan burung-burung migran tersebut sebenarnya menurut dia juga memiliki potensi ekonomi dengan menjadikannya sebagai daya tarik wisata minat khusus.
“Misalnya dengan menjadikannya sebagai tempat wisata pengamatan burung, sehingga masyarakat sekitar juga mendapat manfaat ekonomi. Di sini pemerintah juga harus memberikan insentif,” kata Rahmadiyono Widodo.
ADVERTISEMENT