Memahami Fakta Air yang Bisa Dikonsumsi di Bumi Tak Sampai 1 Persen

Konten Media Partner
8 Februari 2021 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tetes air. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tetes air. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 71 persen permukaan Bumi ditutupi oleh air. Tetapi, 97 persen dari seluruh air yang ada itu berada di lautan yang tidak dapat langsung dikonsumsi karena asin. Dan dari 3 persen yang tersisa memang berupa air tawar namun sebagian besar berupa gletser dan air di bawah permukaan tanah.
ADVERTISEMENT
“Akhirnya kurang dari 1 persen saja air di permukaan Bumi ini yang bisa dimanfaatkan, itu kan sangat kecil sebenarnya,” kata Ragil Satriyo Gumilang, Senior Communication and Policy Officer Wetlands Indonesia, Senin (1/2).
Kecilnya jumlah air di permukaan bumi yang bisa dikonsumsi langsung ini membuatnya harus dijaga benar. Bukan hanya karena populasi manusia yang semakin besar, tapi jika tidak dikelola dengan baik air yang sedikit ini juga akan terus berkurang.
Salah satu kunci untuk menjaga ketersediaan air adalah dengan menjaga lahan basah. Dengan luas sekitar 8,5 juta kilometer persegi atau 6 persen dari luas bumi, lahan basah memegang peran vital dalam menjaga ketersediaan sumber air yang bisa dimanfaatkan.
“Jika lahan basah itu dikelola, kita jaga, kita konservasi, kita lindungi, artinya itu juga menjaga air untuk kita,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, hari lahan basah tahun ini yang jatuh pada 2 Februari mengangkat tema ‘Lahan Basah dan Air - Tidak Dapat Dipisahkan dan Vital bagi Kehidupan’. Menurut Ragil, momentum Hari Lahan Basah tahun ini merupakan pengingat sekaligus alarm untuk umat manusia, akan pentingnya peran lahan basah sebagai penopang kehidupan manusia.
Ancaman Lahan Basah di Indonesia
Definisi lahan basah cukup luas, bisa berupa alami maupun buatan, bisa tergenang musiman bisa juga tergenang sepanjang tahun. Lahan basah bisa berupa gambut, rawa, danau, sungai, kawasan hutan mangrove, bahkan sampai kawasan perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari 6 meter ketika surut.
“Dan pada prinsipnya lahan basah ini adalah penyimpan air permukaan yang sangat besar,” kata Ragil.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, saat ini kondisi lahan basah di Indonesia semakin terancam keberadaannya. Sampai sekarang jumlah luas lahan basah di Indonesia secara keseluruhan memang belum ada data yang valid. Pasalnya, selama ini data yang ada masih tersebar dan belum menyeluruh.
“Jadi kadang mengeluarkan rilis informasi luasnya itu hanya parsial, misalnya luas lahan gambut berapa, mangrove berapa, dan sebagainya,” ujarnya.
Tapi dilihat dari fakta yang ada di lapangan, baik kualitas maupun kuantitas lahan basah di Indonesia memang terus mengalami penurunan. Indikasinya misal dengan semakin banyak lahan basah di sekitar pantai yang dialihfungsikan sebagai tambak budidaya ikan dan udang.
Hal yang sama juga terjadi di lahan gambut yang semakin banyak dikonversi menjadi lahan perkebunan sawit, lahan sawah yang dikonversi menjadi perumahan atau kawasan industri, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
“Dari indikasi semakin banyaknya lahan basah yang dikonversi, itu menunjukkan bahwa secara kualitas maupun kuantitas lahan basah memang mengalami penurunan,” ujarnya.
Degradasi lahan basah ini semakin dipercepat dengan lemahnya penegakan hukum, bencana alam, serta penggunaan teknologi yang gagal.
Butuh Gotong Royong
Guru Besar Fakultas Geografi UGM, Suratman, mengatakan bahwa selain mengancam ketersediaan air di Bumi, jika lahan basah tidak dikelola secara benar juga akan berdampak pada semakin besarnya potensi bencana.
Ketika lahan basah rusak, air permukaan menjadi sulit untuk dikendalikan. Jika musim penghujan, potensi banjir menjadi semakin besar, dan ketika tiba musim kemarau, maka bencana kekeringan sudah pasti akan menimpa.
Bahkan lahan gambut yang rusak karena dikeringkan, dapat memicu bencana kebakaran hutan yang hebat karena adanya serasah kering di bawah lapisan tanah sehingga membuat api semakin mudah menjalar sekaligus semakin sulit dipadamkan.
ADVERTISEMENT
“Jika dikelola dengan benar, lahan basah memang memberikan manfaat yang sangat besar. Namun sebaliknya, jika pengelolaannya gagal, maka berbagai bencana bisa menimpa,” kata Suratman.
Kondisi darurat lahan basah yang dialami Indonesia seperti sekarang, menuntut penanganan yang serius dan segera. Jika tidak, maka situasi akan semakin rumit dan pada akhirnya akan semakin sulit untuk diperbaiki.
Menurutnya, butuh keterlibatan semua pihak untuk mengelola lahan basah, mulai dar pemerintah, masyarakat, badan usaha, akademisi, hingga media. Semua komponen ini memegang peran penting dan mesti dilibatkan dalam pengelolaan lahan basah untuk memberikan keuntungan yang optimal kepada masyarakat tanpa harus merusaknya.
“Kalau basisnya investasi, rakyat tidak terlibat, rakyat hanya sebagai pekerja yang tidak memiliki kekuatan mengelola secara mandiri. Kalau basisnya investasi kan yang dilibatkan hanya pemerintah dan pengusaha saja,” ujar Suratman. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT