Memilih Buah Semangka Terbaik, Makanan Para Malaikat

Konten Media Partner
15 Juni 2021 17:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Jika kamu sudah pernah mencicipi semangka, berarti kamu telah mengetahui apa yang dimakan para malaikat,” kata Mark Twain.
Trihasnuri, pedagang di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, Sleman. Foto: Widi Erha Pradana
Ratusan butir semangka tertata rapi di los buah Trihasnuri, 36 tahun, di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah Gamping, Sleman. Masih ada sekitar lima ton semangka di dua los masing-masing berukuran 4x6 meter itu. Jumlah yang kecil, karena di musim seperti ini, satu truk semangka dengan berat sekitar 7 ton biasanya bisa habis dalam sehari semalam.
ADVERTISEMENT
Memasuki musim kemarau seperti sekarang, permintaan semangka memang lebih tinggi. Lain halnya pada musim penghujan, biasanya penjualan buah semangka akan lesu. Apalagi saat ini belum memasuki musim panen raya, sehingga stok yang ada terbatas.
“Nanti malam paling sudah habis, paling mentok besok pagi,” kata Nuri, sapaan akrab Trihasnuri, Sabtu (12/6).
Menjual semangka bisa dibilang punya risiko yang kecil dalam dunia bisnis buah. Tak seperti buah lain yang akan busuk hanya dalam beberapa hari. Buah semangka, tanpa lemari pendingin bisa bertahan beberapa pekan, bahkan bisa sampai satu bulan. Dengan catatan semangka masih dalam kondisi baik dan utuh, belum dikupas. Sebaliknya, jika sudah dipotong semangka sangat cepat busuk sehingga mesti segera dimakan atau jika mau disimpan mesti dibantu dengan lemari pendingin.
ADVERTISEMENT
“Jadi enggak pernah busuk karena enggak laku,” lanjutnya.
Nuri lebih sering menjual semangka-semangka dari Jawa Timur, khususnya Banyuwangi. Semangka Banyuwangi menurut dia memiliki daging buah yang lebih merah, sehingga lebih menarik. Soal rasa, semangka dari Banyuwangi juga punya rasa yang lebih manis, meski hal ini sangat bergantung pada bagaimana cara petani merawat tanaman semangkanya. Dan yang paling penting bagi dia adalah, semangka Banyuwangi tidak mengenal musim. Kapanpun, stok semangka dari ujung Jawa Timur itu selalu tersedia.
Jogja sebenarnya juga memiliki semangka-semangka lokal khususnya dari petani-petani di Bantul dan Kulon Progo. Soal kualitas memang tak jauh beda, namun untuk ketersediaannya tidak menjamin selalu ada dan mencukupi permintaan pasar.
“Untuk jenisnya, sekarang nonbiji semua, pembeli udah enggak mau kalau yang biji,” kata Nuri.
ADVERTISEMENT
Dari Afrika ke Seluruh Dunia
Foto oleh Hong SON dari Pexels
“Jika kamu sudah pernah mencicipi semangka, berarti kamu telah mengetahui apa yang dimakan para malaikat,” kata Mark Twain.
Untuk menggambarkan nikmatnya rasa semangka dengan kandungan airnya yang sangat kaya, Mark Twain harus mencatut nama Malaikat. Tapi, jika Malaikat mencicipi semangka sekitar 5.000 tahun yang lalu, barang tentu Malaikat akan muntah.
Mengutip artikel National Geographic dengan judul ‘The 5.000-Year Secret History of the Watermelon’, leluhur semangka adalah tanaman liar dengan rasa pahit dan daging keras berwarna hijau pucat. Sejarah tentang siapa nenek moyang semangka sebenarnya sudah banyak hilang, namun seorang ahli hortikultura di Organisasi Penelitian Pertanian di Israel, Harry Paris, mencoba untuk mengumpulkan lagi petunjuk-petunjuk yang tersisa baik itu berupa teks ibrani kuno, artefak di makam Mesir, dan ilustrasi di abad pertengahan.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun menyusun ulang sejarah, Harry Paris menemukan bukti bahwa orang Mesir mulai menanam semangka sekitar 4.000 tahun yang lalu. Nenek moyang semangka modern yang saat ini ada di kulkas kita adalah Citrullus lanatus var. colocynthoides yang berasal dari Afrika bagian timur laut. Di Sudan, tanaman ini dikenal dengan nama gurum, sedangkan di Mesir dikenal sebagai gurma.
“Dan sampai saat ini masih tumbuh liar di gurun Mesir dan Sudan,” kata Paris.
Foto oleh Teddy tavan dari Pexels
Lantas, apa yang membuat orang Mesir membudidayakan buah yang keras dan pahit ini? Kata kuncinya adalah air. Tak seperti buah-buah pada umumnya, semangka dapat bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan jika disimpan di tempat yang sejuk.
Pada 1924, orang-orang Sudah diketahui masih mengumpulkan dan menyimpan buah semangka. Kemudian pada musim kemarau, mereka akan memukulnya untuk diambil airnya. Paris meyakini, orang-orang Mesir juga punya alasan yang sama ketika mereka mulai membudidayakan semangka.
ADVERTISEMENT
Begitu mulai dibudidayakan, Paris menduga sifat pertama yang ingin mereka ubah dari semangka adalah rasanya. Hanya satu gen dominan yang bertanggung jawab atas rasa pahit pada semangka, sehingga relatif mudah untuk menyeleksinya. Setelah itu, para petani mulai melakukan pembiakan secara selektif untuk sifat-sifat lainnya maka didapatkan semangka dengan bentuk lonjong, daging yang empuk, dan rasa yang tak lagi pahit. Namun tetap saja, semangka yang ada saat itu belum seperti semangka yang ada di Pasar Induk Buah Gamping saat ini.
Sebuah naskah dari tahun 400 SM hingga 500 SM menunjukkan bahwa semangka mulai menyebar dari timur laut Afrika ke negara-negara Mediterania. Paris berspekulasi, selain perdagangan dan barter, perluasan semangka juga dibantu karena mereka menjadi kantin alami untuk air tawar dalam perjalanan panjang, sehingga mereka banyak ditanam di sepanjang jalur perjalanan.
ADVERTISEMENT
Teks Ibrani tahun 200 M tentang persepuluhan (tradisi untuk menyisihkan sebagian dari hasil panen untuk para imam dan orang miskin) menempatkan semangka dalam buah persepuluhan bersama buah ara, anggur, dan delima. Semua buah itu punya kesamaan, yakni rasa yang manis. Hal itu menandakan bahwa pada tahun-tahun tersebut semangka sudah memiliki rasa yang manis. Dan jika pada abad ketiga semangka manis sudah ada di Israel, kemungkinan besar mereka juga sudah tersebar ke seluruh Mediterania.
Dan saat ini, 100 juta ton semangka telah ditanam setiap tahun di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dari buah gurun yang memiliki rasa pahit, kini semangka telah menjelma menjadi hidangan para malaikat setelah melewati proses sekitar 5.000 tahun lamanya.
ADVERTISEMENT
Memilih Semangka Terbaik
Semangka di Pasar Gamping. Foto: Widi Erha Pradana
Sementara sejarah semangka tak banyak diketahui oleh para pedagang di Pasar Buah Gamping, Sleman, Trihasnuri terus saja sibuk memilihkan semangka untuk pembelinya.
Dua buah semangka terbaik dengan bobot masing-masing sekitar 4 kilogram, suda ada di atas timbangan. Per kilogram, harganya Rp 6 ribu, harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan musim-musim biasanya.
“Semangka yang bagus kalau ditepuk itu bunyinya ting, padat. Kalau bunyinya bleg, berarti sudah kematengan, sudah rusak dalamnya,” kata Trihasnuri setelah mengembalikan uang kembalian kepada pelanggannya.
Buah semangka yang sudah masak juga bisa dilihat dari warna kulitnya. Semangka yang sudah matang sempurna memiliki warna hijau gelap dan cenderung kusam jika dibandingkan dengan semangka yang belum masak.
ADVERTISEMENT
Pada bagian kulit, perhatikan juga jaring berwarna cokelat yang melekat pada kulitnya. Sebab, jaring cokelat ini menandakan bahwa daging buah memiliki rasa yang manis. Hindari juga semangka dengan bercak putih pada kulitnya, ini menandakan kalau buah semangka kurang terkena sinar matahari dan kurang matang sehingga rasa manisnya tidak maksimal meski kandungan airnya sudah banyak.
”Kalau bentuknya, mau bulat apa lonjong itu cuman beda jenis, enggak pengaruh sama kualitas,” kata Nuri.