Mencicipi Buah Gayam yang Ditunggui Genderuwo

Konten Media Partner
17 September 2021 13:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pohon gayam yang dipercaya banyak ditunggu genderuwo ini punya tempat yang istimewa di Kraton Yogyakarta, yakni di area antara Pagelaran dan Siti Hinggil.
Buah gayam. Foto: Danang Bakti Kuncoro
Pohon gayam di belakang rumah Suratman, 63 tahun, sedang berbuah lebat. Banyak tetangganya yang datang untuk meminta buah gayam yang sudah berjatuhan ke tanah. Karena tak berbuah setiap hari, buah gayam menjadi sesuatu yang istimewa.
ADVERTISEMENT
“Mungkin karena sudah makin langka, enggak banyak yang punya pohon gayam,” kata Suratman, Jumat (10/9).
Di belakang rumahnya yang berada di desa Ringinharjo, Bantul, memang ada satu pohon gayam yang cukup besar. Usianya sudah sekitar 20 tahun. Di sekitarnya, tumbuh beberapa pohon gayam yang tumbuh liar begitu saja. Beberapa di antaranya juga sudah mulai berbuah.
Dulu, ketika Suratman masih kecil, dia ingat betul kalau masih banyak pohon gayam di sekitar rumahnya. Hampir setiap orang, punya pohon gayam di kebun mereka. Dan setiap musim buah gayam seperti sekarang, anak-anak di kampungnya selalu berburu buah gayam setiap pukul tiga dini hari.
“Gelap-gelap pakai senter, cari gayam yang pada jatuh terus dijual,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Kini, tak banyak orang yang masih makan buah gayam. Bahkan, tak banyak anak muda yang tahu bahwa buah gayam bisa dimakan. Lebih lagi, tak semua anak muda kini tahu kalau ada tanaman bernama gayam.
Padahal, gayam merupakan tanaman asli Indonesia. Mengutip buku yang ditulis Albert Husein Wawo dkk. dengan judul ‘Mengenal Gayam: Tanaman Multimanfaat’ yang diterbitkan oleh LIPI, tanaman gayam memang berasal dari kawasan Malesiana bagian timur, terutama di Indonesia. Tanaman ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia, karena itu gayam juga dikenal sebagai tanaman nusantara. Bahkan, gayam telah menjadi flora identitas bagi Kota Cirebon dan Bojonegoro.
“Gayam juga kan banyak aslinya di Jogja, sampai ada desa Gayam kan,” ujar Suratman.
ADVERTISEMENT
Mitos Genderuwo Penunggu Pohon Gayam
Suratman menunjukkan buah gayam panen dari pohon di pelataran rumahnya. Foto: Danang Bakti Kuncoro
Suratman tak tahu pasti kenapa makin sedikit orang yang menanam pohon gayam di rumah atau kebun mereka. Tapi ada kemungkinan, orang-orang enggan menanam pohon gayam di halaman rumah mereka karena sering dikaitkan dengan hal-hal mistik.
Ya, pohon gayam identik dengan keberadaan makhluk halus. Konon, pohon gayam adalah rumah genderuwo. Kuatnya stigma itu sampai membuat buah gayam dijuluki sebagai buah genderuwo.
“Enggak itu, cuma mitos,” kata Suratman yakin sembari terkekeh.
Selama puluhan tahun dia tinggal berdekatan dengan pohon gayam, tak pernah sekalipun dia melihat penampakan genderuwo maupun hal-hal mistik lain. Padahal, persis di belakang rumahnya juga terdapat kuburan yang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari pohon gayam.
ADVERTISEMENT
“Dari dulu enggak pernah lihat, padahal kan waktu kecil jam tiga pagi sudah sering cari gayam, kalau memang ada harusnya kan pernah lihat. Paling cuman buat rumah tokek,” ujarnya.
Buah gayam masih tergantung di batangnya. Foto: Danang Bakti Kuncoro
Justru sebaliknya, pohon gayam yang ada di dekat rumahnya malah memberikan berkah tersendiri untuknya. Selain memberikan buah yang bisa dimakan tiap tahun, keberadaan pohon gayam juga membuatnya dan tetangga sekitar tak pernah kekurangan air. Kedalaman air tanah di sekitar pohon gayam menurutnya hanya sekitar satu sampai dua meter. Dia percaya, pohon-pohon gayam itu sangat hebat dalam menyimpan air sehingga sumurnya tak pernah kering.
“Musim kemarau begini satu meter sudah keluar air, kalau musim hujan dicangkul sekali aja sudah keluar airnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lantas, kenapa pohon gayam identik dengan genderuwo? Mengutip artikel yang dimuat dalam laman Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, pohon gayam yang distigmakan sebagai rumah genderuwo disebabkan karena pohon ini kerap ditanam di kawasan pemakaman. Apalagi, pohon gayam sangat menyukai kawasan berair sebagai habitatnya seperti tepi rawa dan sungai. Hal itulah yang membuat pohon gayam menjadi terkesan angker dan sering dimitoskan sebagai rumah genderuwo.
Ditambah, pohon gayam punya batang yang tak biasa. Pohon gayam memiliki batang beralur yang tidak teratur dan dalam. Ketika semakin besar, alur pada batang pohon gayam membuatnya terkesan seperti pohon yang sudah sangat tua dan angker.
Padahal, pohon gayam punya makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Jawa, terutama Yogyakarta. Bahkan pohon ini mendapat tempat yang istimewa di Kraton Yogyakarta, yakni di area antara Pagelaran dan Siti Hinggil.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Jawa, pohon gayam berasal dari kata ‘nggayuh’ yang bermakna mencari atau meraih sesuatu. Kayu pohon gayam juga melambangkan jiwa pendeta. Karena itu, pohon gayam dipercaya sebagai pesan bahwa manusia harus mempunyai keinginan untuk mencapai keutamaan hidup. Pohon gayam juga kerap dimaknai sebagai ‘gegayuh ayem’, yang artinya mencari ketenangan.
Tekstur Mirip Jengkol, Rasa Mirip Biji Nangka
Buah gayam dibelah dari kulitnya. Foto: Danang Bakti Kuncoro
Buah gayam yang sudah masak memiliki warna kulit kekuningan. Meski sudah masak, tapi buah ini tidak bisa langsung dimakan. Buah gayam harus diolah dulu, bisa direbus dengan tambahan sedikit garam untuk menambah gurihnya, bisa juga digoreng menjadi keripik.
“Tanpa bumbu sebenarnya sudah enak,” kata Suratman.
Mengolah buah gayam membutuhkan waktu yang cukup lama. Pertama, buah gayam harus dikupas dulu. Karena memiliki kulit yang cukup keras, maka mengupasnya perlu bantuan pisau atau golok. Bagian yang bisa dimakan adalah daging buahnya yang berbentuk mirip jengkol.
ADVERTISEMENT
Setelah dikupas, buah gayam kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk membersihkan getahnya. Setelah itu, gayam bisa langsung direbus dengan tambahan garam. Proses perebusan ini paling tidak memakan waktu dua sampai tiga jam supaya daging buahnya memiliki tekstur yang empuk.
“Kalau digoreng lebih cepat, tapi agak keras, kalau kayak saya ini ya sudah enggak kuat,” ujarnya.
Meski memiliki bentuk seperti jengkol, tapi buah gayam memiliki tekstur dan rasa yang sangat mirip dengan biji nangka yang direbus. Tapi hati-hati kalau terlalu banyak makan buah gayam rebus, karena memiliki kandungan gas yang cukup tinggi, buah gayam bisa bikin orang jadi sering kentut.
Selain buahnya, daun gayam yang masih muda menurut Suratman juga bisa dimakan. Saat kecil, orangtuanya sering mengolah daun gayam muda jadi sayuran.
ADVERTISEMENT
“Rasanya ya enak, cuman agak berlendir,” kata Suratman.
Masih dari buku ‘Mengenal Gayam: Tanaman Multimanfaat’, disebutkan bahwa daging buah gayam kering mengandung 7% lemak, 10% albumin, 2,5% abu, dan sekitar 80% sisanya belum teridentifikasi. Dalam buku tersebut juga dilaporkan bahwa kandungan karbohidrat pada tepung daging buah gayam mencapai 76% dari berat keringnya. Tingginya kandungan karbohidrat ini menjadikan daging buah gayam sebagai sumber pangan alternatif.