Mengapa Rumah Orang-orang Jawa Selalu Menghadap Utara atau Selatan?

Konten Media Partner
12 April 2021 16:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rumah limasan. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumah limasan. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Masyarakat Jawa dikenal penuh perhitungan dalam melakukan segala hal, termasuk dalam menentukan arah rumah tempat tinggal. Rumah-rumah masyarakat Jawa pada zaman dahulu selalu menghadap ke utara atau selatan. Sampai sekarang, mayoritas rumah orang-orang Jawa juga masih sama, jarang ada rumah yang menghadap ke barat atau timur.
ADVERTISEMENT
Aturan tidak tertulis yang dibuat oleh leluhur Jawa itu ternyata bukan tanpa alasan yang kemudian menjadi karakteristik arsitektur bangunan Jawa. Karakteristik ini dipengaruhi oleh adanya akulturasi budaya ketika ajaran Hindu-Budha masuk ke Jawa yang kemudian mempengaruhi arsitektur lokal melalui ragam, pola ruang, dan tatanannya sehingga membentuk citra baru masyarakat lokal.
Risqi Cahyani dari Universitas Brawijaya Malang dalam jurnal ilmiahnya menuliskan bahwa dalam budaya Hindu Jawa dikenal empat penjuru mata angin sebagai arah orientasi yang masing-masing bernaung sebagai unsur keseimbangan kosmologis budaya Jawa.
“Orientasi rumah masyarakat Jawa umumnya memakai sumbu kosmis utara-selatan, sedangkan timur-barat adalah sumbu kosmis milik bangsawan dan keraton yang harus dibedakan,” tulis Risqi Cahyani dalam jurnalnya.
Di Selatan diyakini sebagai tempat tinggal penguasa laut selatan, yakni Nyai Roro Kidul. Sementara di utara diyakini bernaung dewa Wisnu sebagai pelindung kerajaan Mataram. Sementara arah timur dipercaya sebagai tempat tinggal dewa Yamadipati, yang dalam cerita pewayangan bertugas untuk mencabut nyawa.
ADVERTISEMENT
“Sehingga orientasi terhadap sumbu kosmis dari arah barat-timur untuk rakyat basa adalah tidak mungkin,” tulis Agung Prihantoro dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Umum Arsitektur Tradisional Jawa sebagai tertera dalam dokumen studi arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII).
Menurut Agung, arsitektur tradisional Jawa juga merupakan suatu perjalanan pengalaman sejarah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Arsitektur tradisional Jawa memandang gedung bukan saja sebagai obyek fisis, melainkan sebagai interpelasi simbol-simbol dan ritual.
“Unsur rahasia dapat dihayati jika aktivitas ritual dapat diterima dan dimengerti masyarakat, dan arsitektur melambangkan aspek rahasia tersebut,” tulisnya.
Pemaknaan sebuah bangunan jika dilihat dari kacamata budaya akan disandingkan pada dua sudut pandang, yakni adat istiadat atau budaya dan bentuk bangunannya. Adat istiadat yang dimaksud mencakup ide, gagasan, norma, nasihat, serta pitutur yang bersifat abstrak yang merupakan sistem sosial masyarakat. Sedangkan bentuk yang dimaksud merupakan wujud fisik dari kebudayaan yang bersifat konkret.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam konsep budaya Jawa merupakan hasil representasi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, serta manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial.
“Arah orientasi yang benar dipercaya akan mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan, begitu juga sebaliknya apabila tidak tepat, akan mendatangkan kesialan, kesakitan, dan kesedihan,” tulis Risqi Cahyani.
Rumah dalam Konsep Kejawen
Ilustrasi rumah orang Jawa. foto: istimewa
Dalam khazanah kebudayaan Jawa, dikenal istilah sedulur papat lima pancer, yang merupakan filosofi pembentuk energi manusia. Dalam kaitannya dengan arsitektur, sedulur papat dapat diartikan sebagai arah mata angin, yakni utara, selatan, timur, dan barat, sedangkan pancer adalah titik rumah itu sendiri.
Karena itu, Bintang Padu Prakoso dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Konsep Kejawen pada Rumah Tradisional Jawa memaknai bahwa konsep sedulur papat lima pancer merupakan bagaimana posisi rumah merespons keempat arah mata angin untuk menciptakan energi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Masyarakat jawa menyebut rumah dengan istilah omah, yang terdiri atas dua kata: Om dan Mah. Om berarti bapa angkasa yang memiliki sifat laki-laki, sedangkan mah berarti lemah (tanah) yang melambangkan sifat perempuan. Dari istilah tersebut, omah merupakan representasi bumi dan langit yang merupakan pasangan yang saling melengkapi. Rumah Jawa juga dikenal dengan istilah ndalem yang berasal dari kata dalem, artinya hakikat diri.
“Maka dalam mengukur dan merancang rumah tidak boleh sekadar menduga-duga atau asal mengukur semata, ada nilai-nilai filosofis yang harus dipahami, dihayati, dan diterapkan pada elemen-elemen desain,”tulis Bintang Padu Prakoso.
Dari sudut pandang pengetahuan modern, ternyata arah rumah paling baik, khususnya rumah-rumah di Jawa adalah menghadap utara atau selatan. Hal itu dikaitkan dengan arah terbit dan tenggelamnya matahari. Rumah yang menghadap selatan atau utara akan mendapat pencahayaan yang cukup.
ADVERTISEMENT
Sedangkan jika rumah menghadap ke barat atau timur, maka akan mendapat paparan sinar matahari terlalu banyak.
“Sebaiknya bukaan tidak menghadap langsung ke arah matahari, lebih tepat berada di sisi utara dan selatan sehingga sirkulasi lancar,” tulis Widji Indahing Tyas dalam jurnal ilmiahnya Orientasi Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal. (Widi Erha Pradana / YK-1)