Konten Media Partner

Mengenal Buah UFT, Buah-buahan Indonesia yang Terabaikan

30 September 2021 14:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Berturut dari kiri, buah Menteng, Sawo Kecik, Buni, dan buah Gowok. Olaah gambar: Danang Bakti K
zoom-in-whitePerbesar
Berturut dari kiri, buah Menteng, Sawo Kecik, Buni, dan buah Gowok. Olaah gambar: Danang Bakti K
ADVERTISEMENT
Ada banyak buah-buahan di Indonesia yang masuk dalam kategori Underutilized Fruit Trees (UFT) atau buah-buahan yang terabaikan. Sebutlah buah Nona, Kenitu, Sawo Kecik, Buni, Saninten, Kokosan, Kecapi, Kupa Gowok, Duwet, Menteng, Bisbul, atau Burabol.
ADVERTISEMENT
Mana yang pernah kamu makan? Atau tidak perlu makan, mana dari nama-nama buah tersebut yang pernah kamu dengar namanya?
Sebenarnya, buah-buahan tersebut dapat dikonsumsi, bahkan punya rasa yang lezat namun jarang dimanfaatkan karena biasanya kurang populer dan jarang ada di pasaran. Biasanya pohon buah UFTs ini tumbuh secara liar di hutan dan lahan masyarakat di sekitar hutan sehingga belum banyak dikenal dan mayoritas merupakan buah lokal.
Peneliti dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB), Mochammad Fikry Pratama mengatakan di Indonesia banyak sekali buah-buah lokal yang terabaikan. Apalagi jika mengingat Indonesia memiliki 329 jenis tumbuhan buah atau sekitar 65,8 persen dari spesies tanaman penghasil buah yang ada di Asia. Dari 329 jenis itu, 203 merupakan jenis pohon buah asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Namun baru 62 jenis yang dibudidayakan dan hanya minoritas saja yang jadi buah populer,” kata Fikry dalam Webinar yang diadakan oleh Generasi Biologi, Sabtu (25/9).
Buah Gowok. Foto: Istimewa
Mayoritas buah asli Indonesia yang dibudidayakan tersebut masih jadi buah yang tidak populer karena tidak dibudidayakan secara luas, ketersediaannya terbatas, pemanfaatannya hanya bersifat lokal, serta jarang ada di pasaran.
Di Jawa Barat saja, spesifiknya di tujuh kampung adat yang ada di Jawa Barat, ditemukan 21 pohon penghasil UFT dalam penelitian yang dilakukan oleh SITH ITB sejak 2018 sampai 2021. Tujuh kampung adat itu dipilih dengan asumsi masih banyak pohon buah lokal karena lokasinya berada di sekitar hutan, yaitu Cipatat, Ciptagelar, Dukuh, Kuta, Naga, Pulo, serta Urug.
ADVERTISEMENT
Adapun 21 jenis pohon buah itu di antaranya ada nona, Srikaya, Buni, Onyam, Teureup, Menteng, Saninten, Sawo Hejo, Rukem, Pisitan, Kokosan, Mangga kukulu, Mangga Piit, Gandarasa, Binglu, Cereme, Sawo Mentega, Kecapi, Kupa Gowok, Jambu Kopo, serta Tundun.
Jika kamu tak pernah mendengar nama-nama buah itu, sangat wajar. Sebab, dari penelitian yang dilakukan oleh Fikry dan rekannya, mayoritas generasi muda kota memang tidak mengetahui buah-buah tersebut. Dari 345 responden, hanya sebagian kecil saja yang tahu buah tersebut, itupun mereka belum pernah melihat wujudnya apalagi mencicipinya.
“Mayoritas itu tidak tahu buah-buah UFT yang kami tanyakan,” ujarnya.
Perlahan Menghilang dan Dihilangkan
Buah Menteng. Foto: Ist
Dalam satu abad terakhir, ada sekitar 75 persen kekayaan tumbuhan di dunia ini telah menghilang. Dan dengan kondisi seperti ini, FAO pada 2011 memprediksi pada 2050 nanti hanya akan tersisa sepertiga dari yang tersisa itu.
ADVERTISEMENT
Deforestasi, alih fungsi lahan, hilangnya habitat, serta pemanfaatan berlebihan dan tidak berkelanjutan menjadi sebab utama hilangnya spesies tumbuhan tersebut. Ada satu lagi, yakni pemanfaatan yang minim ternyata juga mendorong spesies tumbuhan tertentu untuk punah.
Hal ini menurut Fikry mulai terjadi pada buah-buah UFT di daerah penelitiannya di Jawa Barat. Penelitian mereka menemukan bahwa buah-buah UFT yang mereka temui semakin berkurang dan ditinggalkan oleh masyarakat.
Ada beberapa sebab yang membuat buah-buahan ini makin sulit ditemukan, pertama makin menurunnya minat generasi muda terhadap buah-buah UFT karena adanya perubahan pola pangan. Menurut Fikry, mereka lebih menyukai produ makanan introduksi karena mudah dibeli dan rasanya lebih disukai.
“Mereka juga cenderung malas ke kebun serta merasa keren jika mengonsumsi buah impor,” ujar Fikry Pratama.
ADVERTISEMENT
Karena itu, mayoritas orang-orang yang masih mengonsumsi buah UFT adalah orang dewasa serta para sesepuh. Dari sudut pandang pemilik lahan, UFT juga tidak menjadi prioritas tanaman untuk ditanam karena tidak memiliki nilai ekonomi. Sehingga, populasi yang tersisa cenderung terancam karena penebangan untuk kayu bakar, bahan bangunan, serta penyedia ruang tumbuh untuk spesies lain yang lebih punya nilai ekonomi. Maka tak heran jika pohon kayu atau buah yang bisa dijual menjadi pilihan ketimbang lahannya ditumbuhi pohon buah UFT.
“Sebagian besar buah UFT juga memiliki rasa yang kurang menarik, sehingga banyak UFT tidak dimanfaatkan, sering jadi sampah walaupun ada beberapa yang bisa dijual,” ujarnya.
Mungkinkah yang Tersisa Bisa Diselamatkan?
Buah Sawo Kecik. Foto: Istimewa
Terlambat menyelamatkan buah-buah UFT, bukan tidak mungkin kita akan kehilangan mereka selamanya. Karena itu, menurut Fikry perlu ada upaya pelestarian buah-buah ini sebelum nantinya kita sibuk mencari mereka justru setelah punah.
ADVERTISEMENT
“Kebiasaan kita kan begitu, setelah langka saja kita sibuk cari ke mana-mana,” ujarnya.
Ada dua cara konkret yang bisa dilakukan untuk melestarikan tanaman-tanaman buah tersebut, pertama dengan penanaman dan kedua dengan mempertahankan atau memproteksi yang masih ada. Sayangnya, eksekusinya tidak sesederhana itu.
“Sebab, selama belum punya nilai ekonomi maka yang tertarik menanam hanya orang-orang tertentu saja,” lanjutnya.
Untuk meningkatkan nilai ekonomi buah-buah UFT, menurutnya perlu menumbuhkan minat konsumsi dulu, terutama kepada generasi muda, selain tentunya pengetahuan tentang pentingnya tanaman-tanaman buah ini. Caranya adalah dengan membuat inovasi olahan buah UFT serta pengenalan atau promosi.
Ketika buah-buah UFT tersebut sudah diolah sehingga memiliki rasa yang lebih menarik, maka dalam jangka panjang aka nada kebutuhan pasar untuk buah UFT. Dari situ, penanaman buah ini tidak hanya dilakukan dalam skala kecil tapi juga oleh petani atau produsen untuk memenuhi kebutuhan pasar.
ADVERTISEMENT
“Buah UFT sangat mungkin dibuat produk olahan, misalnya es krim dari sawo mentega yang rasanya ternyata enak, kemudian bisa juga dibuat manisan, minuman, campuran kue, dan masih banyak lagi,” kata Fikry Pratama.