Menyebar Sangat Cepat, Lumpy Skin Disease Bisa Bikin Peternak Sapi Rugi Besar

Konten Media Partner
10 Maret 2022 16:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lumpy Skin Disease (LSD). Foto: Info Publik
zoom-in-whitePerbesar
Lumpy Skin Disease (LSD). Foto: Info Publik
ADVERTISEMENT
Ditemukannya sapi yang positif terinfeksi Lumpy Skin Disease (LSD) di Provinsi Riau, membuat Indonesia mesti lebih waspada terutama dalam memastikan kesehatan hewan ternak yang beredar di pasaran. Untuk mencegah menyebarnya LSD ke wilayah lain, maka lalu lintas perdagangan hewan ternak harus diperketat.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Kepala Seksi Informasi Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Basuki Rochmat. Basuki mengatakan bahwa sebenarnya tingkat kematian pada hewan ternak akibat penyakit ini relatif rendah.
“Tapi potensi kerugian secara ekonominya sangat besar,” kata Basuki Rochmat saat dihubungi, Kamis (10/3).
Hal ini karena penyakit yang menyerang sapi dan kerbau ini bisa menyebar sangat cepat dari ternak satu ke ternak lainnya. Memang, sapi atau hewan ternak yang terserang LSD tidak akan langsung mati, namun semakin lama luka berupa benjolan akan memenuhi tubuh ternak tersebut.
Luka yang menyebar di sekujur tubuh ternak itulah yang kemudian membuat sapi bisa mengalami demam, kurang nafsu makan, sehingga mengurangi produksi susunya. Hingga kemungkinan paling parah, hewan ternak akan mengalami kematian akibat penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
Cepatnya penyebaran LSD karena penyakit ini disebarkan melalui gigitan nyamuk, lalat, maupun kutu dimana hewan-hewan tersebut sangat sulit dikendalikan.
“Jadi kalau di satu peternakan ada satu yang terkena LSD, itu akan sangat cepat menyebar ke ternak lain sehingga potensi kerugiannya sangat besar, apalagi dagingnya kan tidak layak konsumsi,” lanjut Basuki.
Penjual memotong daging sapi di pasar Rangkasbitung, Lebak, Banten, Sabtu (26/2/2022). Foto: Muhammad Bagus Khoirunas/ANTARA FOTO
Meski begitu, persebaran penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan cara memperketat lalu-lintas hewan ternak serta menjaga kesehatan ternak melalui vaksinasi.
BBVet Wates menurutnya juga telah mendorong kepada dinas terkait, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk memperketat lalu-lintas perdagangan ternak serta memberikan sosialisasi terkait langkah-langkah pencegahan persebaran penyakit ini.
Mengutip laman Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian RI, Direktur Jenderal PKH Nasrullah mengatakan bahwa upaya pencegahan sebenarnya telah dilakukan oleh Kementan ketika penyakit ini mulai ditemukan di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja pada 2019 silam.
ADVERTISEMENT
Ketika LSD ditemukan di Riau, Kementan menurutnya juga langsung menerjunkan tim untuk menangani penyakit tersebut supaya tidak menyebar semakin luas.
“Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi,” kata Nasrullah seperti dikutip dari ditjenpkh.pertanian.go.id, Minggu (6/3).
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM), drh. Wasito, mengatakan bahwa peternak yang menemukan ternaknya terinfeksi LSD harus segera melakukan desinfektan kandang. Sedangkan untuk sapi yang sudah terinfeksi LSD, dia menyarankan supaya pemilik ternak mengisolasi ternak tersebut dari ternak lain yang masih sehat.
“Untuk sapi atau kerbau yang sakit bisa dilakukan stamping out atau pemusnahan. Sebab, dagingnya tidak layak dikonsumsi manusia,” kata Wasito seperti dikutip dari UGM.ac.id, Rabu (9/3).
ADVERTISEMENT