Mungkinkah "Paspor Kebal Virus Corona" Jadi Nyata ?

Konten dari Pengguna
6 April 2020 20:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : futurims
zoom-in-whitePerbesar
Foto : futurims
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemik coronavirus menyebabkan aktifitas perekonomian terganggu. Kebijakan pembatasan sosial dan karantina wilayah memaksa beberapa bidang pekerjaan yang tidak bisa di lakukan di rumah harus berhenti. Wabah sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat, pembatasan gerak orang-orang masih akan berlangsung setidaknya hingga wabah benar-benar berakhir. Banyak tenaga kerja yang saat ini “dirumahkan” mulai bertanya-tanya kapan mereka bisa keluar mencari uang lagi.
ADVERTISEMENT
Apa itu Surat Kebal
Para peneliti di Jerman sedang mempersiapkan studi untuk melihat berapa banyak orang yang sudah memiliki kekebalan terhadap SARS-CoV-2, hal ini memungkinkan otoritas publik untuk memberikan pengecualian pada orang-orang tersebut untuk bisa kembali bekerja.
Idenya adalah untuk memberi mereka "surat keterangan sudah kebal" atau "paspor imunitas" yang menerangkan bahwa mereka memiliki antibodi pada virus ini, tidak akan memberikan ancaman pada komunitas sehingga aman untuk kembali bekerja.
Semakin banyak pemegang kartu yang beneran sakti ini di suatu wilayah, kekebalan komunitas di wilayah tersebut telah tercapai dan pembelakukan pembatasan sosial bisa dikurangi untuk kembali menggerakkan roda perekonomian.
Inggris berencana untuk meluncurkan 'paspor imunitas' ini kepada warga Inggris yang telah tertular dan pulih dari penyakit Covid-19 untuk memungkinkan mereka kembali ke 'kehidupan normal', kata Menteri Kesehatan negara itu Matt Hancock seperti yang dikutip dari The Guardian.
ADVERTISEMENT
Dari mana Ide itu Muncul
Paspor kekebalan adalah sertifikat yang menyatakan bahwa seseorang tidak lagi berisiko tertular virus corona karena mereka tubuh mereka telah mengalahkan virus. Itu akan membebaskan pemegang dari pembatasan pada aktivitas yang diberlakukan untuk membendung penyebaran virus.
Konsep ini muncul dari badan kesehatan masyarakat Jerman, Robert Koch Institute, Pusat Penelitian Infeksi Jerman, Institut Virologi di rumah sakit Charite Berlin dan layanan donor darah, yang akan memudahkan untuk memutuskan kapan dan di mana sekolah di negara ini yang dapat dibuka kembali, dan orang-orang yang mana saja yang aman untuk kembali bekerja. Namun, Pemerintah Jerman belum secara resmi menanggapi ide paspor imunitas ini.
Penelitian ini akan melibatkan lebih dari 100.000 sukarelawan yang akan pengujian darah untuk mengetahui kadar antibodi coronavirus mulai pertengahan April. Tes kemudian akan diulang secara berkala pada sampel populasi yang lebih besar secara akumulatif, untuk melacak kemajuan pandemi.
ADVERTISEMENT
Apa Keuntungannya
Ini kabar baik bagi Indonesia yang memiliki jumlah pekerja informal yang banyak. Membayangkan pedagang keliling yang gerobaknya memiliki stempel ‘sehat’ resmi dari otoritas terkait. Jumlah kartu ‘sakti’ di dompet memang akan bertambah, namun itu adalah konsekuensi dari perkembangan jaman yang semakin rumit dalam masalah standarisasi.
Pekerja yang sudah mendapat kartu ini akan kembali bekerja tanpa takut akan terinfeksi atau menularkannya pada keluarga di rumah, karena mereka sudah pernah terinfeksi dan mendapat kekebalan. Orang-orang yang berinteraksi dengan mereka pun tidak merasa kuatir akan kesterilan orang yang ada di hadapannya.
Dr Philippa Whitford, seorang anggota parlemen SNP dan mantan ahli bedah, mengatakan paspor imunitas dapat digunakan secara khusus untuk pekerja utama di bidang kesehatan di Inggris tetapi akan sulit untuk diluncurkan secara lebih luas di seluruh negara karena kerumitan administrasi yang dilibatkan.
ADVERTISEMENT
Pekerja kunci lainnya, seperti guru, juga dapat diprioritaskan, yang memungkinkan sekolah dibuka kembali dan membebaskan orang tua dari tugas mengasuh anak untuk terfokus pada mencari uang.
Apa Kendalanya
Gagasan paspor kekebalan didasarkan pada harapan bahwa orang-orang yang telah pulih dan dinyatakan positif untuk antibodi coronavirus akan dilindungi untuk jangka waktu yang lama - tetapi, saat ini, itu tetap hanya sebuah premis.
Pasien dengan Sars, yang juga merupakan coronavirus, tidak memiliki kekebalan jangka panjang, dengan potensi hanya hingga satu tahun setelah infeksi. Pada bulan Februari, seorang pemandu wisata Jepang dites positif mengidap COVID-19 untuk kedua kalinya, yang diyakini sebagai kasus pertama dari jenisnya.
Keberadaan surat sakti ini harus benar-benar dikontrol untuk tidak menimbulkan masalah. Paul Hunter, seorang profesor kedokteran di Universitas East Anglia mengatakan jika mereka tidak dibatasi hanya pada pekerja sektor kunci saja, mereka dapat memancing pekerja lainnya untuk melakukan tindakan nekat yang berbahaya.
ADVERTISEMENT
Para pekerja yang butuh pemasukan, entah untuk keperluan bertahan hidup sehari-hari atau karena dikejar cicilan atau hutang bisa nekat dengan sengaja mendapatkan infeksi. Harapannya bisa sembuh dan mendapatkan kekebalan sehingga bisa segera kembali beraktifitas secara normal.
Tingkat kekebalan yang dikembangkan orang yang terinfeksi masih belum diketahui. Seseorang yang terkena SARS, yang juga masih keluarga besar coronavirus, tidak memiliki kekebalan jangka panjang - berpotensi hanya sampai satu tahun setelah infeksi. Dan yang harus diingat, COVID-19 belum memiliki vaksin. Masalah lain adalah bahwa tes idealnya dilakukan 28 hari setelah infeksi.
Sementara skenario kasus terbaik menunjukkan kekebalan seumur hidup yang lengkap seperti dengan kasus polio, dalam skenario kasus terburuk dapat melihat pasien hanya mengembangkan resistansi parsial terhadap virus selama sekitar tiga bulan.
ADVERTISEMENT
Peter Openshaw, profesor kedokteran eksperimental di Imperial College London, memperingatkan bahwa, "ini akan membahayakan hidup Anda untuk dicoba saat ini." Lebih baik, ia berpendapat, "untuk mematuhi jarak sosial dan untuk menunggu vaksin."
Masalah kekebalan pada coronavirus memang masih butuh peneliatan lebih lanjut. Namun setidaknya, ini adalah ide yang harus dijelajahi oleh para pengambil kebijakan, terutama mereka yang resah pada perekonomian. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)