Konten Media Partner

NFT Hilangkan Kurator di Dunia Seni, Bagaimana Menilai Karya yang Bagus?

27 Maret 2022 18:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gathering para kreator NFT di Porta by Ambarukmo, di Jogja, Sabtu (26/3). Foto: Dokumen Sewon NFT
zoom-in-whitePerbesar
Gathering para kreator NFT di Porta by Ambarukmo, di Jogja, Sabtu (26/3). Foto: Dokumen Sewon NFT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teknologi Non-Fungible Token (NFT) diyakini akan membawa perubahan besar di dalam perkembangan dunia seni. Pasalnya, NFT akan meniadakan sistem kurasi untuk menilai kualitas suatu karya.
ADVERTISEMENT
Hari ini, penilaian kualitas sebuah karya seni sangat ditentukan oleh subyektivitas seorang kurator dengan semua ilmu pengetahuan yang dia miliki tentang sebuah seni. Tapi ketika karya seni dijadikan sebagai NFT, maka proses kurasi seperti itu tidak akan ada lagi.
Anggota Sewon NFT Club, salah satu komunitas di Yogyakarta yang berisi para creator NFT, Rain Rosidi, mengatakan bahwa fenomena seperti itu terjadi karena adanya desentralisasi dalam menilai suatu karya.
Jika dalam seni modern tersentralisasi untuk menampilkan peran-peran tertentu untuk menilai suatu karya, di dalam NFT peran itu diambil oleh publik yang lebih luas.
Dengan begitu, setiap orang jadi punya kesempatan untuk menilai sebuah karya seni yang semula hanya bisa dilakukan oleh seorang kurator saja dan itu kemudian disepakati oleh komunitas seni modern. Di dalam NFT, publik luas jadi punya kesempatan juga untuk memproduksi value suatu karya seni secara langsung.
ADVERTISEMENT
“Jadi pada akhirnya tetap akan ada standar kualitas sebuah karya, tapi itu dibangun langsung oleh publik, tidak tersentralisasi pada peran orang-orang tertentu saja,” kata Rain Rosidi setelah acara gathering para kreator NFT di Porta by Ambarukmo, Sabtu (26/3).
Indo NFT Festiverse, festival pertama NFT di Indonesia akan berlangsung di Jogja pada 9-17 April nanti.
Meski nanti penilaian karya seni diserahkan ke publik, yang notabene tidak semuanya menguasai keilmuan tentang kurasi seni, namun menurut Rain hal itu tidak akan menurunkan kualitas karya tersebut. Sebab, orang yang menilai tidak hanya satu atau dua orang saja. Justru hal ini akan membuat nilai sebuah karya seni ditentukan dengan cara yang sangat demokratis.
“Kalau yang menilai hanya satu orang mungkin iya (menurunkan kualitas), tapi ini kan banyak orang, terbentuk oleh subyektivitas yang banyak, justru bisa lebih obyektif penilaiannya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, NFT menurut dia tidak akan menghilangkan atau mematikan seni modern dengan proses kurasinya. Seni modern menurut Rain akan tetap ada dan bertahan, terbukti meski ada perang dunia I, perang dunia II, ada banyak penjarahan dan pemusnahan lukisan, namun sampai saat ini seni modern masih bertahan hidup.
Sebaliknya, NFT justru akan menjadi pendukung untuk seniman terutama dalam mendistribusikan karyanya. Teknologi ini juga akan memperluas ruang bagi seniman, sehingga bisa memunculkan nama-nama seniman yang sebenarnya punya karya bagus tapi selama ini tidak terekspos.
“Seni modern tetap akan ada, museum tetap ada, galeri tetap ada, pameran tetap ada, NFT tidak akan menggantikan sepenuhnya, karena NFT ini juga bukan genre seni tapi teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh seniman,” kata Rain Rosidi.
Indo NFT Festiverse, festival pertama NFT di Indonesia akan berlangsung di Jogja pada 9-17 April nanti.
Creator NFT lain yang juga tergabung dalam Sewon NFT Club, Rudi Hermawan, menjelaskan secara umum ada beberapa hal yang dapat jadi acuan untuk melihat sebuah karya seni NFT itu bagus atau tidak. Karya NFT yang bagus dan tepat untuk dikoleksi menurutnya perlu memenuhi tiga unsur, yakni utility atau kegunaannya, roadmap, serta punya nilai yang jelas.
ADVERTISEMENT
Meski dibuat dalam bentuk NFT, karya dari setiap seniman juga selalu ada benang merah antara karya satu dengan yang lain. Seperti halnya dengan karya seni konvensional, karya seni yang di-NFT-kan juga mesti memiliki karakter yang tiap seniman tentu berbeda-beda.
“Kalau tidak ada benang merahnya, tidak ada karakter, misal karya yang satu dengan yang lain itu beda banget, bisa dicurigai itu adalah copy minting atau cuman nyomot karya orang lain. Jadi seniman itu harus sudah punya konsep lebih dulu sebelum minting karyanya jadi NFT,” kata Rudi Hermawan.
* Artikel ini merupakan wujud kerjasama Indo NFT Festiverse dengan Pandangan Jogja