Numpang Saudara sampai Tukang Kebun, Cara Siswa Siasati Zonasi Sekolah di Jogja

Konten Media Partner
3 Juni 2022 19:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa SMP. Foto: Dok. Berita Anak Surabaya
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMP. Foto: Dok. Berita Anak Surabaya
ADVERTISEMENT
Kebijakan zonasi membuat calon pelajar di Jogja tak leluasa lagi memilih sekolah yang mereka inginkan. Mereka harus bersekolah di sekolah yang berada di dekat tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
Namun, mereka tak kehabisan akal untuk menyiasati kebijakan zonasi tersebut supaya bisa tetap bersekolah di sekolah impiannya, bahkan ketika mereka harus pindah domisili ke daerah tempat sekolah tujuannya berada. Hal itu menjadi salah satu penyebab angka perpindahan domisili ke Kota Jogja mengalami peningkatan cukup signifikan setiap musim penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dindukcapil) Kota Yogyakarta, Septi Sri Rejeki, mengatakan ada berbagai cara yang dilakukan calon peserta didik yang ingin bersekolah di Kota Yogyakarta. Sebagian besar memang ikut dengan keluarga atau saudaranya, tapi ada juga yang menumpang di rumah orang lain yang bukan bagian dari keluarga.
“Ada yang dengan orangtuanya, ada yang dengan eyangnya, bahkan ada yang bukan dengan siapa-siapanya,” kata Septi Sri Rejeki ketika ditemui di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (2/5).
Septi Sri Rejeki. Foto: Widi Erha Pradana
Septi mencontohkan, ada seorang tukang kebun yang hanya punya satu anak. Tapi di kartu keluarganya ternyata terdapat banyak family lain yang dicantumkan.
ADVERTISEMENT
“Atau mungkin dia numpang di rumah bapak kos, itu juga ada,” lanjutnya.
Dalam aturan kependudukan, hal tersebut menurut Septi memang memungkinkan untuk dilakukan sepanjang pemilik rumah bersedia alamatnya digunakan sebagai alamat orang lain. Sebenarnya Dindukcapil Kota Jogja sudah melakukan pengendalian supaya tidak terjadi perpindahan domisili secara jor-joran.
“Pengendaliannya dengan cara, kalau itu bukan rumahnya itu kita suruh membuat pernyataan di atas materai dan tanda tangan, rela enggak alamatnya dipakai,” ujarnya.
Jika semua syarat terpenuhi dan pemilik rumah sudah bersedia alamatnya dipakai, maka pemerintah tak punya alasan untuk menolak pengajuan perpindahan domisili tersebut.
“Kalau kami menolak dan mempersulit, kan malah kami melanggar aturan,” ujar Septi.
Pada Juni 2021 lalu, Dindukcapil Kota Jogja mencatat ada 726 permohonan perpindahan domisili ke Kota Jogja. Jumlah itu meningkat hingga 56 persen dari bulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Septi meningkatnya permohonan pindah domisili ini berkaitan erat dengan kebijakan dari dinas pendidikan setempat, bahwa untuk bisa bersekolah di Kota Jogja, maka calon siswa paling tidak sudah berdomisili selama setahun di Yogyakarta.
Karena itu, untuk bisa mendaftar ke sekolah yang ada di Kota Jogja pada tahun ajaran 2022 ini, banyak calon siswa yang rela pindah domisili pada tahun sebelumnya.
Sejak Januari sampai Juni, total ada 3.674 permohonan pindah domisili ke Kota Jogja yang masuk ke Dindukcapil. Meski tak semua kepindahan berkaitan dengan PPDB, namun menurut Septi PPDB menjadi salah satu penyebab meningkatnya permohonan perpindahan domisili. Sebab, peningkatan itu selalu terjadi setiap mendekati musim penerimaan siswa baru.
“Sekolah-sekolah unggulan kan banyaknya di Kota Jogja, jadi wajar jika jadi incaran lulusan terbaik dari daerah lain,” kata Septi Sri Rejeki.
ADVERTISEMENT