Konten Media Partner

Obituari untuk Eko Prawoto: Arsitek yang Ayu, Ayem, dan Ayom

14 September 2023 18:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana persemayaman terakhir Eko Prawoto di Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Suasana persemayaman terakhir Eko Prawoto di Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Kamis, 14 September 2023, Yogya mendung sejak pagi. Semalam, kabar duka tersiar. Arsitek Yogya, Eko Agus Prawoto, berpulang untuk selamanya. Kamis pagi, tak kurang dari 50 karangan bunga ucapan belasungkawa sudah terpasang di halaman Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), tempat persemayaman terakhir Eko Prawoto.
ADVERTISEMENT
“Indonesia sangat kehilangan, bahkan dunia sangat kehilangan,” kata Ahmad Saifudin Mutaqi, Kamis (14/9).
Ahmad Saifudin adalah adik tingkat Eko Prawoto saat berkuliah di Arsitektur Universitas Gadjah Mada. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DIY periode 2019-2022.
Jika umumnya arsitek berlomba-lomba menampilkan keindahan visual pada setiap karyanya, Eko Prawoto di matanya adalah arsitek yang lain. Seperti gurunya, Romo Mangunwijaya, Eko Prawoto adalah arsitek dengan pemikiran tentang lokalitas yang sangat kuat.
“Di mata Pak Eko Prawoto, indah tidak hanya sekadar keindahan visual. Untuk menggambarkan Beliau, saya menggunakan istilah ayu, ayem, dan ayom,” ujarnya.
Suasana persemayaman terakhir Eko Prawoto di Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Ayu, dalam Bahasa Jawa berarti cantik. Eko Prawoto menampilkan keayuan ini dengan keteraturan yang kontekstual dalam karyanya. Bukan keteraturan yang rigid atau kaku, namun mengikuti apa yang sudah ada lebih dulu di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Lalu ayem, yang berarti tenang, tercermin dalam karya-karya Eko Prawoto yang bisa membuat siapapun merasa tenang. Di dalam karyanya tercermin keikhlasan, keyakinan, dan rasa aman yang menjadi satu kesatuan.
“Tapi di sisi yang lain juga ada ayom. Yang mana di situ orang merasa diayomi dan sebagainya. Jadi ayu, ayem, ayom, itu seperti itu kira-kira saya menggambarkan Beliau,” paparnya.
Ahmad juga melihat Eko Prawoto sebagai seorang arsitek yang menyerupai prisma segitiga, dengan tiga sudut kaki dan satu puncak. Ketika digulingkan ke manapun, prisma segitiga itu akan tetap memiliki empat sudut, yakni tiga kaki dan satu puncak di atas.
Tiga sudut pada kaki ini menggambarkan kemandirian, inklusifitas, dan kerja sama. Eko Prawoto, adalah seorang arsitek yang kompeten dengan kemampuannya sendiri. Meski begitu, dia sangat terbuka dan inklusif terhadap kritik dan saran dari orang lain. Inklusifitas itulah yang membuat siapapun kemudian bisa bekerja sama dengannya.
ADVERTISEMENT
“Dengan tiga ujung fondasi, kemandirian, inklusif, dan kerja sama itulah yang membuat beliau mencapai derajat kemerdekaan, ibaratnya sebagai manusia itu sudah sempurna,” ujar Ahmad Saifudin Mutaqi.
Karangan bunga di tempat persemayaman terakhir Eko Prawoto di PUKJ Yogyakarta, Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Priyo Mustiko, pegiat budaya yang pernah menjadi Dewan Kebudayaan DIY bersama Eko Prawoto pada periode 2020-2022, melihat sosok Eko Prawoto sebagai arsitek yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Sebagai murid Romo Mangun, Pak Eko benar-benar menjunjung dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang ditumbuh kembangkan oleh Romo Mangun,” kata Priyo Mustiko.
Eko Prawoto adalah arsitek yang langka. Sebab, selain menjadi arsitek dia juga seorang seniman sekaligus budayawan. Sepanjang hidupnya sebagai arsitek, ia banyak terlibat dalam pelestarian budaya lokal pada setiap karyanya.
Apa yang dia kerjakan bukanlah sesuatu yang ndakik-ndakik, tapi tentang kesederhanaan yang menjadi bahasa dan realitas sehari-hari di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Beliau menyadarkan kita, bahwa arsitek tidak sekadar merancang bangunan-bangunan tinggi pencakar langit, Pak Eko juga mengurusi budaya-budaya desa, misalnya dengan mengangkat bambu dan kayu sebagai material utama dalam karya-karyanya,” ujarnya.
Ucapan duka untuk arsitek Eko Prawoto di PUKJ Yogyakarta, Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Eko Prawoto selama ini dikenal sebagai arsitek kontemporer yang menampilkan detail-detail tradisional dalam setiap karyanya. Beberapa karya arsitektur yang ia buat di antaranya adalah rumah dan museum Nasirun, rumah Eko Nugroho, Galeri Seni Cemeti, rumah Butet Kartaredjasa, Bumi Langit Institute, hingga proyek revitalisasi Taman Budaya Yogyakarta (TBY).
Ia meninggal dunia pada Rabu (13/9) di Rumah Sakit Sardjito karena sakit di usianya yang ke-65. Jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka PUKJ Yogyakarta dan akan di kremasi di TPU Madurejo, Prambanan, pada Jumat (15/9).
ADVERTISEMENT