Konten Media Partner

Order Ekspor dan Domestik di Pabrik Tekstik Yogya Mulai Tersendat

27 Oktober 2022 12:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pesanan baru maupun kiriman kontrak lama untuk ekspor dan domestik di pabrik tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai tersendat.
Ilustrasi buruh tekstil. Foto: Dok. Biro Humas Kemnaker
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buruh tekstil. Foto: Dok. Biro Humas Kemnaker
Industri tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), baik industri yang berorientasi ekspor maupun penyuplai pasar domestik, mulai merasakan dampak dari gejolak perekonomian global.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DIY yang juga Ketua Badan Pengurus Provinsi (BPP) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY, Iwan Susanto.
Padahal, industri tekstil di DIY telah menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Iwan mengatakan, saat ini ada sekitar 25.000 pekerja di bidang tekstil yang terdata oleh asosiasi.
“Data terakhir dari pendataan vaksin ada sekitar 25.000 pekerja,” kata Iwan Susanto saat dihubungi Pandangan Jogja @Kumparan, Kamis (27/10).
Dia mengatakan, kondisi industri tekstil di DIY sedang kurang baik. Misalnya industri yang berorientasi ekspor, sampai saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan pengurangan jam lembur dan jam kerja.
“Order-order baru dan kepastian untuk tahun depan juga masih tidak jelas, terutama dari negara tujuan Amerika dan Eropa,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi serupa juga terjadi di perusahaan-perusahaan tekstil yang berorientasi pada pasar domestik. Iwan mengatakan, saat ini baik pemesanan-pemesanan baru maupun kiriman untuk kontrak lama mulai tersendat. Pengurangan jam kerja juga sudah mulai diberlakukan di beberapa perusahaan.
Bahkan, sudah ada beberapa perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerjanya dan tidak memperpanjang kontrak karyawan karena kondisi pasar yang semakin tidak menentu.
“Sudah mulai ada yang merumahkan dan tidak memperpanjang kontrak karyawan, tetapi tidak ada informasi detailnya berapa kepastiannya,” kata dia.
Kondisi pasar domestik juga diperparah dengan banyaknya perusahaan-perusahaan yang awalnya berorientasi ke pasar ekspor, kini mulai masuk ke pasar domestik karena pasar domestik dianggap masih stabil. Hal ini membuat persaingan di pasar domestik semakin berat.
ADVERTISEMENT
“Ditambah impor dari negara lain yang masuk sangat-sangat luar biasa besar, karena market Indonesia dianggap masih stabil,” lanjutnya.
Berantas Mafia Impor
UMKM yang menjalankan usaha di bidang pembuatan baju. Foto: Dok. Kemenparekraf
Untuk mencegah situasi yang semakin buruk, Iwan mengatakan ada beberapa intervensi yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Di antaranya adalah menjaga pasar domestik dari produk-produk impor. Jika memang produk yang dibutuhkan bisa diproduksi dan dipenuhi oleh industri dalam negeri, maka keran impor harus dibatasi atau jika bisa disetop.
“Berantas mafia-mafia impor dan impor-impor ilegal, karena itu sangat mematikan industri-industri dalam negeri,” kata dia.
Iwan juga mengatakan perlunya pemerintah menggelontorkan bantuan-bantuan untuk masyarakat sehingga daya beli dan konsumsi dalam negeri bisa meningkat. Selain itu, pemangkasan biaya-biaya yang membebani industri dan membuat pembiayaan produksi membengkak juga perlu dilakukan untuk mencegah industri-industri lokal bertumbangan.
ADVERTISEMENT
“Tunda dulu kebijakan-kebijakan yang memperberat beban pengusaha. Dengan langkah-langkah itu, gelombang PHK dalam jumlah besar seperti yang kita khawatirkan sekarang bisa dicegah,” kata Iwan Susanto.