Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Paguyuban dan Komunitas Keris Tolak Pencanangan 19 April Hari Keris Nasional
20 April 2025 13:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Pencanangan 19 April sebagai Hari Keris Nasional oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Universitas Brawijaya pada Sabtu (19/4) menuai penolakan dari sejumlah organisasi dan komunitas perkerisan nasional. Mereka menilai langkah tersebut dilakukan secara sepihak tanpa proses musyawarah yang melibatkan para pelaku budaya dan organisasi keris di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Wakil Sekretaris Jenderal Senapati Nusantara, Nurjianto, menyampaikan kekecewaannya atas keputusan itu. Ia menilai pencanangan tersebut tidak menghormati proses panjang yang telah ditempuh komunitas keris sejak bertahun-tahun lalu, termasuk kajian akademik yang pernah disusun atas permintaan resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018.
“Apa yang dilakukan Menteri Kebudayaan saat ini adalah bentuk arogansi kekuasaan. Proses musyawarah yang menjadi roh masyarakat berbudaya justru diabaikan,” ujar Nurjianto dalam keterangan tertulis kepada media, Minggu (20/4/2025).
Senapati Nusantara menegaskan kembali bahwa tanggal 25 November jauh lebih tepat untuk dijadikan Hari Keris Nasional karena bertepatan dengan pengakuan keris Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2005.
Penolakan serupa datang dari Mambaudin, Ketua Paguyuban Panji Patrem Trenggalek, yang menyebut keputusan ini sebagai tindakan elitis yang tidak mencerminkan semangat pelestarian budaya secara kolektif.
ADVERTISEMENT
“Kami di daerah sudah lama memperingati 25 November sebagai Hari Keris, karena itu punya legitimasi sejarah internasional. Kenapa harus diubah hanya karena kepentingan satu organisasi tertentu?” tegas Mambaudin.
Sementara itu, Bambang Kabdono, Ketua Paguyuban Keris Purwakarta, menegaskan bahwa Indonesia memiliki banyak organisasi keris yang sah dan aktif, bukan hanya satu. Menurutnya, menjadikan hari lahir SNKI (Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia) sebagai Hari Keris Nasional berarti menghapus keberadaan para pelaku budaya keris lainnya di Indonesia.
“Kalau hari keris ditetapkan berdasarkan hari lahir SNKI, artinya negara ini hanya mengakui satu organisasi dan menganggap semua pelaku budaya keris di luar SNKI tidak ada. Itu kejahatan besar dari pemerintah, menganggap rakyatnya tidak ada,” ujar Bambang.
ADVERTISEMENT
Demo dan Gelombang Penolakan Daerah
Sebagai bentuk protes, puluhan anggota Senapati Nusantara melakukan aksi demonstrasi damai di depan Universitas Brawijaya, Malang, pada Minggu (20/5) pagi. Massa membentangkan poster bertuliskan “Tolak 19 April Tegakkan 25 November sebagai Hari Keris Nasional” dan “Jangan Hilangkan Sejarah Kami”.
Aksi penolakan juga berlangsung di Trenggalek, Jawa Timur, di mana komunitas keris lokal menggelar pernyataan sikap terbuka dan menyampaikan surat penolakan resmi kepada DPRD setempat.
Tuntutan: Kembalikan Proses ke Jalur Budaya dan Musyawarah
Senapati Nusantara dan 87 paguyuban keris serta ratusan komunitas tosan aji, mendesak agar pemerintah meninjau ulang pencanangan 19 April dan membuka kembali ruang dialog partisipatif dengan komunitas keris nasional.
Mereka berharap pencanangan Hari Keris Nasional 19 April oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon ditarik kembali dan segera dimulai musyawarah nasional yang melibatkan semua organisasi keris di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan hanya soal tanggal. Ini soal nilai. Jangan lukai budaya dengan cara yang tidak berbudaya,” tutup Nurjianto.