Pakar Jelaskan Kenapa Bumbu Masakan yang Diulek Lebih Enak daripada Diblender

Konten Media Partner
14 September 2021 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bumbu siap diulek. Foto: Blog Transparent
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bumbu siap diulek. Foto: Blog Transparent
ADVERTISEMENT
Kamu tim ulek atau tim blender? Bumbu atau sambal yang dibuat dengan cara diulek manual ternyata memiliki citarasa yang lebih enak daripada diblender.
ADVERTISEMENT
Pakar Gastronomi yang juga Tim Kosmopolis Rempah UGM, Murdijati Gardjito, mengatakan bahwa bumbu atau rempah yang diulek akan memberikan luka yang berbeda pada jaringan rempah yang digunakan. Perbedaan perlukaan jaringan itu kemudian menimbulkan aktivitas senyawa-senyawa dalam sel rempah yang berebeda juga. Hal itulah yang mengakibatkan perbedaan reaksi pada bahan-bahan yang diolah.
“Sebagai contoh, nyambel diulek dengan nyambel diblender, itu pasti hasilnya pasti berbeda,” ujar Murdijati dalam acara Melacak Jejak Budaya Rempah pada Kuliner Tempo Dulu, di Yogyakarta, Senin (13/9).
Mengulek bumbu rempah secara manual akan memberikan tekanan yang tidak terlalu besar, sehingga aroma rempahnya tidak rusak. Lain jika mengolahnya menggunakan blender apalagi dengan kecepatan tinggi, membuat rempah terlalu hancur menyerupai bubur sehingga banyak karakter dari rempah yang hilang atau berubah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, proses mengulek yang lebih lama dibandingkan memblender juga membuat minyak alami pada bumbu keluar sehingga aroma dan cita rasanya lebih optimal. Hal ini tidak terjadi pada proses pemblenderan yang hanya membuat bumbu menjadi halus saja. Apalagi selama proses pemblenderan, bumbu-bumbu tersebut akan terpapar panas dari putaran pisau blender sehingga membuat beberapa karakternya jadi hilang.
Ilustrasi persiapan memasak. Foto: Pexels
Teknik memasak memang sangat berpengaruh terhadap citarasa masakan yang dihasilkan. Selain metode ulek, teknik memasak menggunakan kayu bakar dengan kompor gas atau kompor listrik juga akan menghasilkan rasa yang berbeda. Banyak faktor yang berpengaruh, seperti panas, aroma kayu, durasi memasak, dan sebagainya.
Memasak menggunakan kompor mungkin membutuhkan waktu yang lebih cepat, tapi jika seseorang telaten memasak dengan api kecil dari kayu bakar atau arang, aroma yang dihasilkan akan lebih optimal.
ADVERTISEMENT
“Karena yang tiba-tiba kena panas perubahannya cepat, yang lezat justru sudah terlewat,” ujarnya.
Metode memasak secara tradisional yang diwariskan turun-temurun oleh leluhur Nusantara memang jadi salah satu kunci kelezatan kuliner nusantara tempo dulu. Namun saat ini, teknik memasak tersebut terus terkikis seiring berkembangnya teknologi. Apalagi dalam industri kuliner berskala besar, teknik masak seperti ini sudah jarang sekali digunakan.
Menurut Murdijati, hal itu adalah keniscayaan yang tak mungkin dihindari. Tapi kita bisa menjaga metode memasak itu supaya tidak punah dengan mengaplikasikannya ketika memasak di rumah.
“Karena metode memasak itu juga termasuk kearifan lokal yang perlu dipelihara supaya tidak punah,” kata Murdijati Gardjito.
Ilustrasi tengkleng dan sate kambing. Foto: ESP
Di kesempatan yang sama, Sejarawan yang juga dosen sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, menggarisbawahi kemampuan orang-orang zaman dulu dalam mengolah kuliner-kuliner yang istimewa bahkan di tengah situasi sulit.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, bagaimana orang-orang dulu menemukan tengkleng solo yang terbuat dari tulang belulang kambing. Saat itu, kondisi perekonomian pada zaman penjajahan Jepang sedang sangat sulit. Di sisi lain, para bangsawan sudah telanjur punya gaya hidup makan enak, sehingga ketika memasak kambing jangan sampai ada bagian daging yang tersisa.
“Makanya tulang belulangpun dimasak, akhirnya muncul inovasi kuliner baru,” ujar Heri Priyatmoko.
Saat ini, tengkleng kambing justru jadi salah satu kuliner lezat yang jadi idola banyak orang. Kecerdasan orang-orang zaman dulu inilah yang menurut dia perlu terus diwarisi oleh generasi saat ini, sehingga akan terus tercipta inovasi kuliner baru tanpa melupakan resep-resep dan cara memasak yang sudah ada sebelumnya.