Pakar Kuliner UGM Jelaskan Kenapa Rendang Babi Viral dan Diprotes Banyak Orang

Konten Media Partner
12 Juni 2022 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ilustrasi rendang. Foto: Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rendang. Foto: Flickr
ADVERTISEMENT
Pakar Kuliner dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwi Larasatie Nur Fibri, mengatakan bahwa usaha restoran padang berbahan daging babi di Kelapa Gading, Jakarta Pusat, bernama ‘Babiambo’ yang akhir-akhir ini viral sebenarnya tidak melanggar aturan apapun. Pasalnya, mereka sudah memberikan keterangan secara jelas di media sosial dan di restorannya bahwa restoran mereka adalah restoran padang non-halal.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata restoran padang non-halal itu menimbulkan perdebatan panjang yang berujung pada pemanggilan pemilik Babiambo ke kepolisian untuk memberikan keterangan.
Dwi Larasatie mengatakan hal itu terjadi karena selama ini rendang, yang merupakan makanan khas Minang, selalu dibuat dari bahan-bahan yang halal. Meskipun sebenarnya rendang dapat dibuat dari banyak sekali jenis bahan makanan, mulai dari sayur sampai daging.
“Kebetulan yang digunakan oleh masyarakat Padang itu hampir selalu berbahan dasar halal, seperti daging kerbau, sapi, ayam, singkong, sehingga tidak masalah sebenarnya untuk membuat rendang dari daging babi yang penting ada informasi,” kata Dwi Larasatie saat dihubungi, Sabtu (11/6).
Pakar Kuliner dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwi Larasatie Nur Fibri. Foto: Dok. FTP UGM
Hal itu membuat masakan padang, terutama rendang, menjadi identik dengan makanan yang halal. Di sisi lain, mayoritas penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam menurutnya merasa sudah dilindungi pemerintah dalam mendapatkan makanan yang halal.
ADVERTISEMENT
“Padahal, pemilihan makanan itu adalah tanggung jawab pribadi,” lanjutnya.
Sebagai negara yang heterogen, mestinya setiap orang memang menyadari apa yang dia makan, dan apa yang dia makan adalah tanggung jawab dirinya sendiri. Karena itu, seharusnya rendang babi tidak menjadi masalah.
“Tetapi rumah makan padang itu identik dengan halal,” ujarnya.
Sehingga orang yang tidak kritis atau sudah terbiasa dengan lingkungan dan norma yang berlaku bahwa rumah makan padang selalu menjual makanan yang halal, maka dia akan merasa terjebak atau terkecoh. Karena itulah langkah pemilik ‘Babiambo’ dalam memberikan keterangan pada restorannya sebagai rumah makan padang non-halal dinilai sudah tepat.
“Jadi ini karena masalah kebiasaan, rendang yang biasanya halal kemudian dibuat dari daging babi tentu menjadi sesuatu yang spektakuler dan perlu waktu untuk bisa diterima,” kata Dwi Larasatie.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sebuah restoran padang bernama ‘Babiambo’ jadi perbincangan masyarakat luas, khususnya di media sosial. Sebab, restoran padang itu menggunakan daging babi sebagai bahan baku utama masakan rendang. Hal itu dianggap meresahkan masyarakat Minang karena selama ini restoran padang selalu menyajikan masakan-masakan yang dibuat dengan bahan-bahan halal.
Tak hanya viral dan memicu perdebatan di media sosial, pemilik Babiambo, Sergio, sampai dipanggil oleh kepolisian sektor (Polsek) Kelapa Gading untuk diperiksa. Tak hanya oleh kepolisian, Sergio juga telah dipanggil oleh pihak kelurahan, kecamatan, hingga Dinas Perindustrian Perdagangan DKI karena restoran padang non-halalnya yang sebenarnya sudah lama tidak beroperasi itu.
Kabar terbaru, Sergio meminta maaf kepada masyarakat karena usahanya telah membuat keributan. Dia menekankan, bahwa restoran padang non-halal itu murni sebuah percobaan usaha dan sama sekali tidak ada maksud menyinggung atau menghina pihak manapun.
ADVERTISEMENT
“Ini pure hanya saya mencoba usaha. Jadi, bukan maksud saya buat menghina siapapun,” kata Sergio seperti dikutip dari Kumparan, Jumat (10/6).