Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten Media Partner
Pakar UGM: Pengkhianatan AS dan NATO Jadi Sumber Konflik Rusia-Ukraina
26 Februari 2022 14:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Pakar Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiono, mengatakan bahwa konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tak lepas dari pengkhianatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
ADVERTISEMENT
Pengkhianatan yang dimaksud adalah tidak ditepatinya janji NATO kepada Rusia bahwa mereka tidak akan mengekspansi wilayahnya sampai ke Eropa Timur mendekati Rusia.
Meski janji itu tidak dilakukan secara tertulis dan hanya diucapkan secara lisan oleh pimpinan NATO kepada presiden Uni Soviet kala dipimpin oleh Gorbachev, namun dunia, tak hanya Rusia, tahu dan mencatatnya di lembaran sejarah.
Dan janji tak dipenuhi oleh AS dan NATO. Ekspansi terus mereka lakukan ke Timur, bahkan mereka menerima negara-negara pecahan Uni Soviet menjadi anggota mereka.
“Putin marah dan sangat merasa dikhianati oleh Barat karena janji untuk tidak memperluas NATO ke timur tidak dipenuhi,” kata Muhadi Sugiono di Yogyakarta, Jumat (25/2).
Sekarang, Ukraina yang juga merupakan eks Uni Soviet, juga hampir diekspansi oleh NATO. Bahkan Ukraina sudah mengungkapkan keinginannya untuk bergabung dengan NATO.
ADVERTISEMENT
Padahal, Ukraina bukan sekadar pecahan Uni Soviet. Bagi Rusia, Ukraina memiliki posisi yang sangat penting di dalam keamanan negaranya. Sebab saat ini Ukraina adalah satu-satunya zona penyangga atau buffer zone yang membuat Rusia tidak berbatasan langsung dengan NATO.
Selama ini, Rusia memang selalu berusaha untuk memperoleh wilayah yang bisa jadi buffer zone. Dan jika Ukraina diekspansi oleh NATO, maka Rusia tak lagi memiliki buffer zone sehingga langsung berbatasan dengan kekuatan NATO.
“Karena trauma dulu pernah diserang oleh Jerman dan sebagainya, maka buffer zone jadi sangat sentral untuk Rusia supaya bisa hidup aman,” lanjutnya.
Karena itu, untuk menghentikan konflik ini dan membawa Rusia ke meja perundingan, AS dan negara-negara NATO menurutnya harus mengakomodir kepentingan Putin.
ADVERTISEMENT
AS dan negara-negara NATO mestinya juga memahami jika Rusia sangat membutuhkan buffer zone, dan mereka dapat melakukan apapun untuk mendapatkannya termasuk dengan peperangan. Namun kebijakan-kebijakan yang dilakukan NATO selama ini hampir tidak pernah mengakomodir kepentingan Rusia.
“Karena sampai saat terakhir Putin mempersoalkan Ukraina yang akan masuk jadi anggota NATO, AS dan NATO tidak memberikan jaminan yang jelas kalau mereka tidak akan menerima Ukraina,” ujarnya.
Situasi sebaliknya sebenarnya pernah terjadi pada 1961 ketika Uni Soviet hendak membangun pangkalan militer di Kuba, yang berbatasan langsung dengan AS yang kemudian dikenal dengan insiden Teluk Babi. Peristiwa itu bahkan hampir memicu Soviet dan AS untuk melakukan perang nuklir.
Saat ini, situasi serupa terjadi, hanya saja posisinya berbeda. Kini, Amerika yang ingin membangun kekuatan militer melalui NATO di langsung di perbatasan Rusia.
ADVERTISEMENT
“Sehingga wajar jika Rusia tidak terima karena merasa terancam keamanan negaranya,” kata Muhadi. (Widi Erha Pradana / YK-1)