news-card-video
23 Ramadhan 1446 HMinggu, 23 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

Pameran Perdana EDSU House: Menelusuri Tiga Fase Seni Bob Sick

21 Maret 2025 14:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampilan ruang 'black box' di EDSU House. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Tampilan ruang 'black box' di EDSU House. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
EDSU House resmi menggelar pameran perdana bertajuk “Appetite for Distortion: Dari Apotek ke MoMA” yang berlangsung mulai 21 Maret hingga 27 April 2025. Pameran ini menampilkan perjalanan seniman asal Yogyakarta, Bob Sick, melalui koleksi tiga kolektor Indonesia: Simon Tan, St. Eddy ‘Oyik’ Prakoso, dan Wawan Dalbo.
ADVERTISEMENT
Bob Yudhita Agung atau lebih dikenal sebagai Bob Sick adalah seniman dengan gaya nyentrik yang menolak format seni mapan. Karya-karyan pria jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu dipenuhi energi mentah, absurditas provokatif, dan distorsi visual yang khas.
Bob Yudhita Agung atau Bob Sick. Foto: Instagram/@bobyudhitaagung5802
“Pameran ini merangkum tiga fase perjalanan Bob Sick. Koleksi Simon Tan menampilkan fase eksperimental Bob dalam seni rupa, koleksi St. Eddy ‘Oyik’ Prakoso merekam puncak popularitasnya di era 2007-2008, sementara koleksi saya menampilkan karya-karya Bob di fase ketika ia makin tenggelam dalam ekspresi personal,” ujar pendiri EDSU House, Wawan Dalbo dalam Preview Pameran Perdana EDSU House, Kamis (20/3).
Wawan bercerita saat pandemi Covid-19, dia mengundang Bob untuk menggambar di rooftop hotel Pulang ke Uttara, sehari sebelum lockdown diberlakukan. Esoknya, kebijakan lockdown mulai diberlakukan, membuat Bob terpaksa tinggal di sana selama tiga bulan.
Pendiri EDSU House, Wawan Dalbo, memberikan sambutannya dalam Preview Pameran Perdana EDSU House, Kamis (20/3). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
“Bob Sick waktu itu lockdown tiga bulan dan dapat beberapa karya di sini. Benar-benar di atas (rooftop) itu 24 jam selama 3 bulan,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Judul pameran, Dari Apotek ke MoMA, diadaptasi dari tulisan Wawan yang juga menutup katalog pameran ini. Frasa tersebut mencerminkan perjalanan Bob Sick, dari berkarya di ruang kecil seperti apotek hingga mendapatkan pengakuan di kancah seni yang lebih luas.
EDSU House sendiri lahir dari ruang kosong di hotel Pulang ke Uttara. Wawan yang merupakan seorang arsitek, merasa ruang tersebut perlu dimanfaatkan. Ia pun memutuskan untuk menjadikannya galeri seni.
Koleksi karya Bob Sick yang ditampilkan di ruang ‘all white gallery. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
“Sebagai arsitek, insting saya tidak bisa melihat ruang kosong. Saya memilih membangunnya jadi galeri, jadi tempat bermain bagi siapa saja,” paparnya.
Wawan menciptakan galeri ini dengan konsep kontras dualitas, perpaduan antara ruang gelap dramatis yang dinamai ‘black box’ serta ruang putih netral yang disebut ‘all white gallery’. Ia menambahkan, konsep all-white itu dipadukan dengan instalasi diffuser light ciptaannya sendiri, ruang ini menghadirkan pencahayaan yang hampir tidak membentuk bayangan di dalamnya. Bahkan Wawan mengklaim, pencahayaan tersebut akan membuat warna dari karya yang dipamerkan terpantul sempurna.
ADVERTISEMENT
Terletak di kompleks hotel Pulang ke Uttara Jalan Kaliurang kilometer 5,5 Sleman, EDSU House berada di lingkungan kreatif yang juga menaungi Toko Buku Yang Tau dan 18+ Bar. Dengan pendekatan yang lebih inklusif, galeri ini hadir sebagai ruang seni yang menawarkan perspektif baru bagi komunitas seni di Yogyakarta.