news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Para Sastrawan Palestina yang Berjuang Melawan Israel Lewat Puisi

Konten Media Partner
21 Mei 2021 18:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi suasana Jalur Gaza, Palestina. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suasana Jalur Gaza, Palestina. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Perlawanan Palestina menghadapi Israel dilakukan melalui berbagai cara, baik cara diplomasi maupun cara-cara konfrontasi dengan berperang. Namun kedua cara itu tak pernah membuahkan hasil yang memuaskan. Diplomasi yang ditengahi oleh AS, awalnya berjalan lancar, tapi hampir selalu diakhiri dengan pelanggaran perjanjian oleh Israel tanpa alasan.
ADVERTISEMENT
Sementara jalur peperangan, kekuatan Palestina jauh di bawah Israel yang persenjataannya serba canggih, terlebih mendapat dukungan dari AS. Tapi ada satu senjata rakyat Palestina yang selalu memenangkan hati rakyat palestina yakni sastra terutama puisi.
Dosen Kajian Budaya Timur Tengah UGM, Hindun, mengatakan bahwa sastra telah memberikan pengaruh yang besar pada jiwa perjuangan rakyat Palestina. Perjuangan melalui sastra ini sudah dilakukan jauh sebelum Israel datang dan menduduki Palestina pada 1948.
Jauh sebelum itu, ketika kongres-kongres zionisme dilaksanakan di Swiss dan untuk pertama kalinya orang-orang Yahudi dari Rusia datang ke Palestina pada 1882, para sastrawan telah memperingatkan masyarakat Palestina untuk berhati-hati terhadap kedatangan orang-orang Yahudi tersebut.
Ketika Israel kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya dan sekaligus menduduki Palestina pada 1948, para sastrawan Palestina semakin gencar mengingatkan kepada bangsanya dan mendorong untuk bangkit mempertahankan tanah air mereka.
ADVERTISEMENT
“Salah satu sastrawan yang menggagas sastra perlawanan ini adalah Ghassan Kanafaniy, seorang novelis yang meninggal masih muda sekitar umur 32 tahun karena mobilnya dibom oleh Israel,” ujar Hindun dalam acara Halal Bi Halal Ilmiah Daring Departemen Antarbudaya FIB UGM, Rabu (19/5).
Perjuangan Gassan ini kemudian dilanjutkan oleh sejumlah sastrawan, salah satunya Mahmod Darwish. Dari sekitar 500 lebih penyair yang menulis tentang perjuangan Palestina, Mahmod Darwish merupakan yang karyanya paling banyak. Sedikitnya, ada 31 antologi puisi karya Darwish yang tiap antologi berisi ratusan puisi dan semuanya membicarakan Palestina.
“Dalam karya sastra ini, para sastrawan berjuang menyadarkan bangsanya bahwa negeri kita itu ada, negeri kita itu eksis, negeri kita itu ada dan bernama Palestina,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ghassan Kanafaniy mengatakan bahwa sastra perlawanan di Palestina yang terokupasi ini berkaitan erat dengan masalah sosial dan politik, tidak hanya menulis sebagai seni saja. Bagi para sastrawan atau penyair-penyair tersebut, puisi merupakan senjata mereka untuk berjuang menghadapi Israel.
Berkali-kali Masuk Penjara Karena Puisi
Mahmod Dawish. Foto: Lithub
“Yang paling berharga yang dapat saya persembahkan untuk bangsaku adalah puisi yang mengungkapkan jiwa bangsaku,” kata Mahmod Darwish.
Sebagai sastrawan yang begitu vokal untuk menyuarakan perjuangan Palestina dan dengan karyanya yang begitu banyak membuat Mahmod Darwish berkali-kali keluar-masuk penjara Israel karena puisinya. Salah satu puisi pertamanya yang berjudul ‘Kartu Identitas’, banyak dihafal oleh rakyat Palestina dan membakar semangat perjuangan mereka.
“Itu dihafal oleh anak-anak, orang dewasa, orang-orang Palestina sehingga membangkitkan mereka untuk melawan dengan cara mereka masing-masing,” ujar Hindun.
ADVERTISEMENT
Selain Mahmod Darwish, sastrawan-sastrawan lain juga tidak kalah vokal menyuarakan perjuangan Palestina melalui puisi-puisinya. Misalnya Nasr Sam’an, Zaki Qansul, Burhanuddin, Harun Hasyim Rasyid, serta masih banyak penyair lainnya yang juga masih vokal sampai sekarang.
Salah satu puisi Harun Hasyim Rasyid yang begitu vokal dan berhasil membakar semangat perjuangan rakyat Palestina adalah sebagai berikut.
“Kalau tidak saja karena bujuk rayu Inggris dan kelicikannya, tidak mungkin anjing hidup di tanah singa. Barat wahai Barat, kedatangannya ke negeri ini adalah musibah dan kerusakan. Dia adalah gurita lacut penjajah yang dalam setiap arahnya punya ekor”.
Meski tak berjuang dengan cara memikul senjata, namun menurut Hindun perjuangan para sastrawan ini tidak kalah penting dengan perjuangan para tentara di medan perang. Sebab, puisi-puisi dan karya mereka inilah salah satu yang membuat api semangat perjuangan dalam diri rakyat Palestina tak juga padam sampai sekarang.
ADVERTISEMENT