Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Patehan di Royal Ambarrukmo: Ketika Secangkir Teh Menjadi Simfoni Budaya
22 April 2025 12:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Di sebuah sore yang teduh, Selasa (15/4) di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo Yogyakarta, angin berhembus lembut membawa aroma bunga melati dari secangkir teh yang baru saja disajikan. Di hadapan para tamu, para penyaji teh mengenakan kebaya klasik muncul perlahan, seorang diantaranya membawa songsong—payung kuning simbol kekuasaan. Iringan gamelan halus mengiringi langkahnya. Ini bukan sekadar jamuan minum teh. Ini adalah Patehan—sebuah prosesi yang merentangkan waktu dari masa lalu kerajaan ke realitas hari ini.
ADVERTISEMENT
Royal Ambarrukmo mencoba membawa esensi ngeteh ala keraton keluar dari dinding istana, ke dalam ruang dimana publik bisa merasakannya secara langsung. Di tangan hotel bintang lima tertua di Yogyakarta ini, Patehan tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tapi juga bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur budaya Jawa.
“Kegiatan Patehan menjadi salah-satu rentetan di dalam rangkaian upaya dari kita bersama Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) untuk meningkatkan kualitas pariwisata, khususnya di Yogyakarta,” kata Managing Director Ambarrukmo Group, Haris Susanto.
Warisan dari Dalam Keraton
Patehan bukan ritual baru. Di Keraton Kasultanan Yogyakarta, tradisi ini sudah berlangsung selama berabad-abad. Setiap penyajiannya penuh rasa dan makna. Teh diseduh dengan sabar, disajikan dengan takzim, dan dinikmati dengan penuh rasa syukur.
ADVERTISEMENT
“Kata Patehan diambil dari nama Gedung Patehan yang ada di Keraton Yogyakarta, tempat dimana para abdi dalem membuat teh untuk para keluarga kerajaan. Tetapi, kata Patehan sendiri sebenarnya merujuk kepada acara minum teh ala keluarga kerajaan. Di Royal Ambarrukmo sendiri Patehan merupakan sebuah atraksi yang mempunyai tujuan untuk edukasi dan pariwisata,” kata Public Relation Royal Ambarrukmo, Egha Almira Aurellia.
Teh, Kudapan, dan Filosofi di Dalamnya
Teh yang digunakan dalam Patehan di Keraton Kasultanan Yogyakarta bukan sembarang teh. Airnya diambil dari sumur tua di Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo. Aromanya harum melati, tanpa tambahan gula. Rasanya sepet, pekat, dan dalam. Tamu akan disuguhi dua jenis kudapan: Sanggabuwana, penganan yang dulu hanya boleh disantap para bangsawan, dan dadar gulung, adaptasi dari pancake Eropa, kini menjadi sajian nostalgia khas Jawa. Melalui tradisi minum teh ini mengangkat ajaran yang menyampaikan nilai kesabaran, kesopanan, dan rasa syukur.
ADVERTISEMENT
Dalam adaptasi Patehan: Royal Hi-Tea Ceremony oleh Royal Ambarrukmo, kegiatan ini menjadi edukasi untuk para wisatawan, yang ingin mencoba pengalaman minum teh ala keraton Yogyakarta, terdapat beberapa perbedaan termasuk kudapan yang disajikan, di sini mereka menyajikan Sanggabuwana, Dadar gulung, Wajik, Putri Bali. Kudapan berupa jajanan tradisional yang disajikan merupakan hasil kurasi bersama pihak Kasultanan
Modernitas dalam Batas Tradisi
Tentu, versi Patehan yang dihadirkan Royal Ambarrukmo tidak bisa seratus persen menyerupai yang dilakukan di dalam Keraton. Di istana, hanya perempuan lanjut usia (menopause) yang boleh menyajikan teh. Di Royal Ambarrukmo, laki-laki pun turut berperan. Pakaian tradisionalnya juga sedikit disesuaikan, tanpa samir, namun tetap dalam garis etika dan estetika yang dijaga.
Seluruh proses, dari penyiapan teh, penyajian kudapan, hingga cerita di balik setiap elemen, telah melalui kurasi bersama pihak Kasultanan. Hasilnya: sebuah pengalaman yang otentik tapi inklusif, penuh cita rasa sekaligus makna.
ADVERTISEMENT
Lebih dari Sekadar Wisata
Patehan bukan hanya suguhan. Ia adalah pertunjukan rasa dan sejarah. Sebuah upaya menjembatani masa lalu dengan masa kini. Dan di tengah semangat pariwisata modern yang semakin kompetitif, Royal Ambarrukmo mengambil posisi unik: mengundang tamu untuk berdiam sejenak, menyeruput teh, dan menyelami nilai-nilai luhur Jawa.
Pada kegiatan Patehan ini juga disediakan pakaian untuk para tamu yang akan mengikuti serangkaian acara. Menurut Manajer Pengadaan Kanwil Yogyakarta yang bermitra dengan Royal Ambarrukmo, Nur Fuad Indra, setelan berupa Surjan kembang, Kebaya Bludru dan Jarik yang akan digunakan peserta selama menikmati teh dalam rangkaian Patehan.
Ketika teh diseruput perlahan, dan kudapan mulai melebur di lidah, tamu pun diajak berpikir: dalam secangkir teh, kita bisa menemukan bukan hanya rasa tapi juga jati diri budaya.
ADVERTISEMENT
Artikel ini ditulis oleh Gracetika Joice Purba.