Konten Media Partner

Pemeran Yesus di GKJ Gondokusuman: Tak Bisa Tidur, Dibayangi Penderitaan Yesus

18 April 2025 18:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prosesi Jalan Salib saat Jumat Agung di GKJ Gondokusuman, Jogja, Jumat (18/4). Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Prosesi Jalan Salib saat Jumat Agung di GKJ Gondokusuman, Jogja, Jumat (18/4). Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Lagu “Wong Kang Kamomotan Dosa” mengalun pelan, memenuhi ruang utama Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman, gereja terbesar dan tertua di Yogyakarta. Suaranya menyayat, membawa jemaat larut dalam suasana haru Jumat Agung.
ADVERTISEMENT
Tak lama, langkah pelan seorang pria berpakaian serba putih memasuki gereja. Di pundaknya, tergolek salib kayu besar. Di belakangnya, beberapa prajurit berseragam adat Jawa mengikutinya dengan tombak di tangan.
Setiap langkah terasa berat. Wajahnya mengerut menahan rasa sakit. Di tengah perjalanan, ia beberapa kali dipukul, diinjak, hingga tubuhnya terjerembap ke lantai. Jemaat menahan napas. Beberapa meneteskan air mata.
Ia adalah Aditya, pemeran Yesus Kristus dalam prosesi Jalan Salib di GKJ Gondokusuman tahun ini. Selama sepekan penuh, ia dan timnya berlatih untuk menghidupkan kembali momen-momen paling menyayat hati dalam sejarah iman Kristen.
Aditya, pemeran Yesus Kristus dalam Jalan Salib di GKJ Gondokusuman, Jogja. Foto: Iqbaltwq/Pandangan Jogja
Ini adalah kali pertama Aditya memerankan Yesus. Untuk mendalami perannya, ia membuka Alkitab dan menonton berbagai film yang mengisahkan perjalanan penderitaan Yesus.
ADVERTISEMENT
“Dan ketika emosi itu sampai ke saya, saya sampai enggak bisa tidur dalam mempersiapkan ini, karena saya membayangkan betapa besarnya penderitaan Tuhan Yesus untuk umat-Nya,” kata Aditya, ditemui Pandangan Jogja, Jumat (18/4).
Usai pertunjukan pun, emosi itu belum sepenuhnya pergi. Aditya masih terhanyut dalam perasaan mendalam atas pengorbanan yang ia coba gambarkan di hadapan ratusan jemaat.
“Saya mencoba memposisikan diri saya seperti halnya apa yang Tuhan Yesus rasakan pada saat itu. Dan itu sangat tidak mudah. Ini saja mungkin masih ada sisa-sisa emosinya,” ujarnya.
Jemaat Tersentuh hingga Menangis
Prosesi Jalan Salib saat Jumat Agung di GKJ Gondokusuman, Jogja, Jumat (18/4). Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Penampilan Aditya dan timnya menggugah hati banyak jemaat. Beberapa terisak, larut dalam setiap adegan. Salah satunya adalah Joko Pamungkas.
“Saya sangat berkesan apalagi ada fragmen tentang penyaliban Tuhan Yesus Kristus, sangat menyentuh dan saya sampai menangis,” kata Joko.
ADVERTISEMENT
“Luar biasa, penghayatannya luar biasa,” lanjutnya.
Salah satu jemaat GKJ Gondokusuman, Joko Pamungkas. Foto: Iqbaltwq/Pandangan Jogja
Reza, salah satu jemaat yang baru pertama kali menyaksikan prosesi Jalan Salib secara langsung, tak kuasa menyembunyikan keterharuannya.
“Fragmennya benar-benar menceritakan menceritakan dan membawakan bagaimana sih kisahnya Tuhan Yesus waktu disalibkan, bagaimana pengorbanannya Tuhan Yesus buat kita,” ujar Reza.
Salah satu jemaat GKJ Gondokusuman, Jogja, Reza. Foto: Iqbaltwq/Pandangan Jogja
Jemaat lain, Ari Yudani, juga merasakan getaran yang sama. Bagi Ari, pementasan itu tak sekadar pertunjukan, melainkan pengingat tentang cinta yang diwujudkan dalam penderitaan.
“Perjalanan Tuhan Yesus untuk menuju kayu salib itu benar-benar menyentuh bagi jemaat mengingat peristiwa yang dialami oleh Tuhan Yesus dalam kesengsaraannya,” ujar Ari Yudani.
Jalan Salib dalam Balutan Budaya Jawa
Tim pertunjukan fragmen Jalan Salib di GKJ Gondokusuman. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Penulis naskah Jalan Salib di GKJ Gondokusuman, Kristianto, percaya bahwa inti dari prosesi ini adalah pesan spiritual yang harus sampai ke jemaat, bukan sekadar rupa fisik tokoh Yesus seperti di film-film atau Yerusalem.
ADVERTISEMENT
Ia meramu Jalan Salib dalam nuansa budaya Jawa, agar lebih akrab dan membumi di hati jemaat. Dalam balutan blangkon dan beskap para prajurit, Jalan Salib tetap membawa makna universal tentang penderitaan dan kasih.
”Kalau kita berusaha menampilkan sesuatu yang dari Yerusalem betulan, saya khawatirnya malah jemaat tidak akan menangkap akan pesannya,” kata Kristianto.
Penulis naskah Jalan Salib di GKJ Gondokusuman, Kristianto. Foto: Iqbaltwq/Pandangan Jogja
“Enggak perlu tampil sebagai Yesus yang rambutnya panjang, brewokan, terus darah-darahnya mengucur begitu. Itu enggak perlu sampai situ. Yang penting maknanya sampai ke jemaat,” jelasnya.
Dengan pendekatan ini, ia berharap jemaat tak hanya menonton, tapi juga merasakan. Bahwa dalam setiap beban hidup, selalu ada ketenangan jika hati terhubung dengan Tuhan.
“Sehingga apapun yang dia hadapi, entah itu problem, masalah, yang biasanya membuat stres, yang biasanya membuat gaduh, tiap jemaat bisa menghadapi dengan tetap damai sejahtera,” ujar Kristianto.
ADVERTISEMENT