Pemilik Tak Tanggung Jawab, 10.000 Kucing Telantar di Pasar Tradisional Jogja

Konten Media Partner
7 Juni 2022 18:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kucing telantar di salah satu pasar tradisional Jogja. Foto: Dok. Peduli Kucing Pasar Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Kucing telantar di salah satu pasar tradisional Jogja. Foto: Dok. Peduli Kucing Pasar Jogja
ADVERTISEMENT
Animal Friends Jogja (AFJ) memperkirakan ada sekitar 10.000 kucing telantar yang tersebar di seluruh pasar tradisional di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tiap hari kucing-kucing itu terus bertambah, selain karena terus berkembang biak juga masih banyak orang yang membuang kucing ke pasar.
ADVERTISEMENT
Pendiri AFJ, Dessy Zahara Angelina Pane, mengatakan perkiraan jumlah itu berdasarkan asumsi bahwa dalam satu pasar rata-rata terdapat 30 ekor kucing yang telantar.
Sebab, berdasarkan pantauan AFJ di 30 pasar yang ada di Yogyakarta, ada pasar tradisional yang populasi kucing di dalamnya mencapai 80 ekor, terutama di pasar-pasar besar seperti Niten, Beringharjo, dan Giwangan.
Sementara di pasar-pasar kecil, sedikitnya ada belasan kucing telantar yang hidup di dalamnya. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 357 pasar tradisional di wilayah DIY pada 2019.
“Kalau dikali 30 ekor saja tiap pasar, itu kan sudah 10.000 lebih,” kata Angelina ketika ditemui di Bantul, Selasa (7/6).
Kucing-kucing telantar di salah satu pasar tradisional Jogja. Foto: Dok. Peduli Kucing Pasar Jogja
Meledaknya populasi kucing liar di dalam pasar menurut Angelina terutama disebabkan para pemilik kucing yang tidak bertanggung jawab. Karena tidak disterilisasi, kucing yang dipelihara terus beranak pinak sehingga membuatnya tak sanggup lagi mengurus kucing-kucing tersebut.
ADVERTISEMENT
“Pasar adalah tempat utama yang menjadi tempat pembuangan kucing,” ujarnya.
Banyaknya mahasiswa yang tinggal di Jogja menurut Angelina juga jadi salah satu penyebab banyaknya kucing telantar. Sebab, banyak mahasiswa yang suka pada kucing namun hanya sesaat ketika kucing yang dia miliki sedang lucu-lucunya. Tapi setelah tahu jika merawat kucing tak gampang dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, mereka membuang begitu saja kucing-kucingnya.
Selain itu, banyak juga mahasiswa yang ketika sudah lulus dan pulang kampung kemudian membuang begitu saja kucingnya dan membiarkannya telantar. Karena itu, setiap musim kelulusan menurut Angelina jumlah pembuangan kucing di pasar semakin meningkat.
“Pasti itu. Sama kalau waktu lebaran, pasti banyak juga yang buang kucing, karena mau pulang kampung lah atau karena ada keluarga yang mau datang,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Angelina meminta kepada siapapun yang ingin memelihara kucing untuk lebih bertanggung jawab. Selain memenuhi kebutuhan makanannya, paling tidak pemilik kucing juga mensterilkan kucing yang dia miliki sehingga populasinya bisa dikendalikan.
“Jangan maunya lucunya aja, tapi tanggung jawabnya juga harus dipenuhi, karena kucing itu bukan barang tapi juga makhluk hidup. Kalau enggak mau repot mending enggak usah pelihara,” kata Dessy Zahara Angelina Pane.
Tak hanya di pasar, kucing-kucing telantar juga banyak tersebar di tempat lain, seperti di lingkungan kampus, di jalanan, maupun komplek perumahan.
Sayangnya hal ini belum jadi perhatian pemerintah, karena sampai saat ini belum ada program sterilisasi kucing liar oleh pemerintah. Program-program sterilisasi baru dilakukan oleh komunitas-komunitas kecil yang kapasitasnya tak akan sanggup untuk menjangkau seluruh kucing liar yang ada di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT