Pemkot dan Pemkab di DIY Akan Bangun TPA Sampah, Pakar UGM: Hanya Jadi Bom Waktu

Konten Media Partner
11 Mei 2022 15:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan peternakan sapi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan pada 2019 lalu. Foto: Widi Erha Pradana / Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan peternakan sapi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan pada 2019 lalu. Foto: Widi Erha Pradana / Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengungkapkan rencananya untuk membangun tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah di wilayahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Rencana pembangunan TPA baru itu muncul karena kapasitas TPA Regional Piyungan yang saat ini sudah tak mampu lagi menampung produksi sampah yang dihasilkan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pemkab Sleman bahkan telah menyiapkan lahan seluas 1,3 hektar di dekat Kalurahan Tamanmartani untuk dibangun TPA. Diperkirakan pembangunan TPA tersebut akan memakan biaya mencapai Rp 38 miliar.
Pemerintah Kota Yogyakarta juga mengungkapkan rencananya untuk membangun TPA sendiri. Meski sampai saat ini belum mendapatkan lahan, namun Pemkot menargetkan tahun depan Yogyakarta sudah memiliki tempat pengolahan sampahnya sendiri, sehingga tak lagi bergantung pada TPA Regional Piyungan.
“Klau harapan kami kalau lancar tahun depan atau 2023 sudah punya lahan atau pengolahan sampah yang mandiri,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, kepada awak media, Selasa (10/5).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Provinsi DIY juga sedang menyiapkan pembangunan TPA Transisi Regional Piyungan di lahan seluas 2,1 hektar yang terletak tak jauh dari TPA Regional Piyungan. Pemerintah menjanjikan TPA Transisi tersebut sudah bisa dioperasikan pada Agustus mendatang. Namun, sampai saat ini pembangunan TPA Transisi masih terkendala oleh penolakan dari masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tersebut.
Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Mohammad Pramono Hadi, mengatakan bahwa rencana pembangunan TPA-TPA baru tersebut bukanlah langkah yang tepat. Kecuali TPA tersebut nantinya dilengkapi dengan teknologi pengolahan atau pemrosesan sampah yang mumpuni, tidak sekadar jadi tempat pembuangan sampah seperti yang terjadi di TPA Regional Piyungan saat ini.
“Tidak tepat (membangun TPA baru) jika pengolahannya masih seperti sekarang, itu hanya akan jadi bom waktu,” kata Pramono Hadi saat dihubungi, Selasa (10/5).
ADVERTISEMENT
Saat ini, sistem pengolahan sampah yang ada di TPA Regional Piyungan adalah sanitary landfill, dimana sampah hanya ditampung dan kemudian ditimbun dengan tanah. Cara itu menurutnya sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sebab produksi sampah plastik yang semakin tinggi membuat proses penguraiannya tak sebanding dengan produksi sampah yang setiap hari sudah mencapai 700 ton per hari.
Ketimbang membangun TPA sendiri-sendiri, lebih baik mengembangkan pengolahan sampah terpadu dengan teknologi yang mumpuni. Misalnya mengembangkan teknologi pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF), yang memiliki nilai ekonomi dan bisa jadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara dalam produksi semen atau listrik seperti yang dilakukan di Cilacap dan Surakarta.
“Dengan begitu sampah jadi memiliki nilai ekonomi, tumpukan sampah yang di Piyungan itu juga pelan-pelan bisa dikeruk lagi sampai habis,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tanpa sentuhan teknologi pengolahan sampah yang mumpuni, jangan harap permasalahan sampah bisa teratasi. Hal ini juga yang menurut Pramono jadi alasan warga sekitar TPA Regional Piyungan menolak pembukaan lahan baru sebagai TPA Transisi.
“Mereka sudah tidak percaya lagi, karena selama masih menggunakan sanitary landfill, ujungnya pasti akan terjadi masalah lingkungan,” ujar Pramono Hadi.
Penampakan peternakan sapi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan pada 2019 lalu. Foto: Widi Erha Pradana / Pandangan Jogja
Wakil Kepala Dinas PU ESDM DIY, Kusno Wibowo, mengatakan bahwa sebenarnya DIY sedang dalam proses pengembangan TPA Regional Piyungan berbasis teknologi. Namun, pengembangan TPA berbasis teknologi yang menggunakan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Karena itu, pemerintah membangun TPA Transisi untuk menampung sampah yang produksinya terus meningkat setiap hari. Di sisi lain, TPA eksisting sudah tak bisa lagi menampung sampah pada akhir 2022 dan TPA Regional Piyungan dengan skema KPBU diperkirakan baru bisa beroperasi pada tahun 2026 mendatang.
ADVERTISEMENT
“Pengembangan TPA Regional Piyungan dengan skema KPBU ini direncanakan baru beroperasi di tahun 2026,” kata Kusno Wibowo.